ZHANG DA : AKU INGIN MAMA KEMBALI Oleh : Masykur H Mansyur (IAIN Syekh Nurjati Cirebon DPK Unsika Karawang)


 
Bismillahirrahmanirrahim

                “Aku ingin Mama Kembali”, suatu kalimat yang diucapkan oleh Zhang Da ketika diwawancarai oleh reporter TV pada acara penganugerahan dari Pemerintah Cina karena melakukan perbuatan luar biasa.

Berikut kisahnya:
               
Seorang anak di Cina pada 27 Januari 2006 mendapat penghargaan tinggi dari pemerintahnya karena dinyatakan telah melakukan ‘perbuatan luar biasa’. Diantara Sembilan orang yang meraih penghargaan itu, hanya dia yang masih belia.
            Yang membuatnya dianggap luar biasa ternyata adalah perhatian dan pengabdian pada ayahnya, senantiasa kerja keras dan pantang menyerah, serta prilaku dan ucapannya yang menimbulkan rasa simpati.
            Sejak dia berusia sepuluh tahun (tahun 2001) anak itu ditinggal pergi oleh ibunya yang sudah tidak tahan hidup bersama suaminya yang sakit keras dan miskin. Sejak itu, Zhang Da, demikian nama anak itu, hidup dengan sang ayah yang tidak bekerja, tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan.
            Dan masih terlalu kecil untuk memikul tanggung jawab yang berat itu, namun dia tetap berjuang. Dia bersekolah dengan berjalan kaki melewati hutan kecil. Karena tidak sarapan, di perjalanan itu dia makan daun, biji-bijian, dan buah-buahan yang ditemui. Kadang, dia mencoba memakan jenis jamur atau rumput sehingga tahu mana yang masih diterima lidahnya dan mana yang tidak. Pulang sekolah, dia bekerja membelah batu-batu besar. Upah sebagai tukang batu digunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk ayahnya.
            Setiap hari, ia menggendong ayahnya ke kamar mandi, menyeka juga memandikan ayahnya. Dia membeli beras dan membuatkan bubur untuk makan ayahnya. Segala urusan ayahnya dia yang mengerjakannya sendirian.
            Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir bagaimana cara terbaik untuk mengobati sang ayah. Diapun belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang dia beli. Dia mempelajari bagaimana seorang suster memberikan suntkan. Setelah merasa mampu, dia sendiri yang menyuntik ayahnya.
            Ketika acara penganugerahan penghargaan tersebut berlangsung, pembawa acara bertanya apa yang diinginkan Zhang Da sungguh mengejutkan siapapun. Dia hanya berkata, “Aku ingin mama kembali”.
            Kisah diatas bukan hanya mengharukan namun juga menimbulkan kekaguman. Di tengah rasa rindu pada sosok ibu, anak berusia sepuluh tahun ini dapat melakukan tanggung jawab yang berat selama lima tahun. Kesulitan hidup telah menempa anak tersebut menjadi sosok yang tangguh dan pantang menyerah.
            Zhang Da boleh dibilang langka karena sangat berbeda dengan anak-anak modern. Saat ini banyak anak yang segala sesuatunya selalu dimudahkan oleh orang tuanya. Karena alasan sayang, orang tua selalu membantu anaknya. Ada anak yang sudah sekolah di SD masih disuapi, dan memakai bajupun masih dibantu.
                Potensi anak seringkali muncul justru ketika ditempa kesulitan. Jika langkah anak selalu dimudahkan maka kreatifitas dan daya juangnya pun tidak akan tumbuh. Oleh karena itu, ada pepatah mengatakan. “jangan mudahkan hidup anak hari ini untuk menyulitkannya di kemudian hari[1].
Sesungguhnya kepedulian kedua orang tua tidak hanya terbatas memberikan pengajaran kepada mereka. Akan tetapi, mereka harus dibimbing dan dibantu dalam mempraktekkan bagaimana cara berbakti kepada kedua orang tuanya, tentu dengan cara dan perlakuan terbaik. Akan tetapi, jika orang tua tidak peduli akan pendidikan akhlak mereka maka si anak akan menjadi rugi, dan bagi kedua orang tuanya akan menyesal dikemudian hari, karena berbakti kepada kedua orang tua merupakan sifat yang tidak akan muncul begitu saja tanpa melalui pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ
“Cukuplah seseorang itu dikatakan berdosa karena ia telah menyia-nyiakan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.” (HR. An-Nasa’i dan Al-Hakim. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Itulah yang dirasakan oleh Zhang Da dan bapaknya ketika ditinggalkan oleh ibunya dalam keadaan yang sangat pelik dan sulit. Ibunya telah menyia-nyiakan mereka berdua.
Zhang Da tidak meminta hadiah uang atau materi atas ketulusannya berbakti kepada orangtuanya. Padahal saat itu semua yang hadir bisa membantu mewujudkannya. Di mata Zhang Da, mungkin materi bisa dicari sesuai dengan kebutuhannya, tetapi seorang ibu dan kasih sayangnya, itu tak ternilai.
Melihat cerita di atas bahwa Kehadiran orang tua dengan kasih sayangnya lebih berharga dari segalanya.
            Anak merupakan anugerah Allah yang terbesar yang diberikan kepada orang tua. Kecuali itu, anak merupakan amanah yang diserahkan kepada orang tua. Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al- Taghabun 64 [15]
إِنَّمَآ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَأَوۡلَٰدُكُمۡ فِتۡنَةٞۚ وَٱللَّهُ عِندَهُۥٓ أَجۡرٌ عَظِيمٞ ١٥
15. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.
            Seharusnya bagaimanapun juga ada kebanggaan tersendiri dengan banyaknya harta. Demikian juga akan merasa bangga jika anak-anak sukses dalam meraih kehidupan yang lebih baik sesuai dengan harapan orang tuanya. Tetapi karena keduanya juga merupakan perhiasan, maka ia dapat menjadi fitnah, yang dalam bahasa agama artinya menjadi cobaan keteguhan iman bagi seorang muslim.
Amanat yang telah diberikan oleh Allah kepada kedua orang tua seharusnya dijaga dengan baik, penuh keikhlasan diserta rasa tanggung jawab yang tinggi. Di antara tanggung jawab orang tua kepada anak adalah masalah pendidikan anak. Karena pendidikan ini  penting bagi setiap anak, maka pendidikan bukan saja merupakan tanggung jawab orang tua, akan tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua dan pemerintah
Dari sudut pandang anak, bahwa kebutuhan mereka terhadap kehadiran orang tua (khususnya Ibu) dengan kasih sayangnya di kehidupan mereka adalah sangat penting. Tapi yang dirasakan oleh Zhang Da adalah dia ditinggalkan begitu saja oleh ibunya. Walaupun ibunya memperlakukannya secara tidak adil, tapi dia tetap membutuhkan ibunya dengan mengatakan “ Aku Ingin Mama Kembali”.
Kerinduan seorang anak terhadap ibu adalah lumrah, karena orang tua (ibu) yang telah melahirkan, membesarkan serta mendidik anda sampai seperti sekarang ini. Jadi sudah menjadi kewajiban kita sebagai anak untuk selalu menghormati dan berbakti kepada orang tua.
Apapun kondisi orang tua kita tetap dianjurkan untuk berbuat baik  kepadanya dan jangan berkata kasar terhadapnya, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Isra’ 17 [23].
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّٖ وَلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلٗا كَرِيمٗا ٢٣
23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
            Prof Hamka dalam tafsir al-Azhar menafsirkan ayat “maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah” Artinya, jika usia keduanya, atau salah seorang diantara keduanya, ibu dan bapak itu, sampai mereka tua sehingga tidak kuasa lagi hidup sendiri, sudah sangat bergantung kepada belas kasihan puteranya, hendaklah sabar berlapang hati memelihara orang tua itu. Bertambah tua kadang-kadang bertambah dia seperti anak-anak yang minta dibujuk, meminta belas kasihan anak. Mungkin ada bawaan orang yang telah tua itu yang mebosankan anak, maka janganlah terlanjur dari mulutmu satu kalimatpun yang mengandung rasa bosan atau jengkel memelihara orang tuamu. Di dalam ayat ini disebut kata Uffin.
            Masih dalam Tafsir al-Azhar, Abu Raja’ al-Atharidi mengatakan bahwa arti “Uffin” ialah kata-kata yang mengandung kejengkelan dan kebosanan, meskipun tidak keras diucapkan.
            Alih Bahasa mengatakan bahwa kalimat “Uffin” itu asal artinya daki hitam dalam kuku.
            Lalu, Mujahid menafsirkan ayat ini. Kata beliau, “Artinya ialah jika engkau lihat salah seorang atau keduanya telah berak atau kencing di mana maunya saja, sebagaimana yang engkau lakukan di waktu engkau kecil, janganlah engkau mengeluarkan kata yang mengandung keluhan sedikitpun”.
            Sebab itu kata “Uffin” dapatlah diartikan mengandung keluhan jengkel, decak mulut, akh kerut kening dan sebagainya. Jelaslah bahwa rasa kecewa dan jengkel yang betapa kecil sekalipun hendaklah di hindari[2].

            Dalam sebuah hadits yang dirawikan dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah bersabda;
لَوْ عَلِمَ اللَّهُ مِنَ العُقُوقِ شَيْئًا أَرْدَأَ مِنْ أُفٍّ لَذَكَرَهُ فَلْيَعْمَلِ البَارَّ مَاشَاءَ أَنْ يَعْمَلَ فَلَنْ يَدْخُلَ النَّارَ وَلْيَعْمَلِ العَاقُّ مَاشَاءَ أَنْ يَعْمَلَ فَلَنْ يَدْخُلَ الجَنَّةَ .
Kalau Allah mengetahui sesuatu perbuatan durhaka kepada orang tua perkataan yang lebih bawah lagi dari “uff” itu, niscaya itulah yang akan disebutkan-Nya. Karena itu berbuatlah orang yang berkhidmat kepada kedua orang tuanya, apa sukanya, namun dia tidak akan masuk ke neraka. Dan berbuatlah orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, apa sukanya pula, namun dia tidak akan masuk ke surga.
Ibu adalah orang pertama yang harus kita muliakan sebelum kita memuliakan orang lain. Mengapa? Karena Ibu berkorban lebih banyak untuk kita, Ibu mengandung, melahirkan dan juga membesarkan kita. Perjuangan ibu dalam mengandung kita bukanlah hal yang mudah. Dan kewajiban menghormati ibu dan bapak adalah menempati posisi yang istimewa, yaitu setelah perintah menyembah kepada Allah Ta’ala
            Dalam hadits bahwa memuliakan ibu tiga kali lebih banyak dibandingkan kepada bapak. Ada orang yang bertanya kepada Rasulullah, kepada siapa aku mesti berbuat baik. Rasulullah menjawab ibumu, ditanya sekali lagi, masih dijawab ibumu, ditanyanya sekali lagi, masih dijawab ibumu. Tanya yang keempat barulah dijawab bapakmu.
Tidak semua orang bisa sekuat dan sehebat Zhang Da dalam mensiasati kesulitan hidup ini. Tapi setiap kita juga telah dikaruniai kemampuan dan kekuatan yg
istimewa untuk menjalani ujian di dunia. Allah SWT tidak membebani hamba-Nya di luar kempuannya.
Al-Qur’an surat al-Baqarah 2 [286] Allah berfirman;
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَهَا
286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…..

Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan ayat ini, Allah tidak membebani  seseorang melainkan hanya sebatas kemampuannya, yang mungkin dilakukan olehnya. Hal ini merupakan  karunia dan rahmat Allah
Ayat yang maknanya sama adalah al-Baqarah 2 [185]
يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ
….. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Jelas berita yang mengandung di dalam ayat ini merupakan berita susulan setelah kaum mukminin menerima tugas-tugas dari Allah agar dilaksanakan dan ditaati. Juga merupakan sentuhan rahmat dan karunia Allah, karena Dia hanya membebani mereka hanya dengan hal-hal yang mudah dilaksanakan, sehingga sulit bagi meraka melaksanakannya[3].

Sebagai orang yang berimann sehebat apapun ujian yg dihadapi oleh manusia tentu ada jalan keluarnya, seperti tersebut dalam ayat di atas, setiap kesulitan ada kemudahan dan Tuhan tidak akan menimpakan kesulitan diluar kemampuan umat-Nya.
Jadi janganlah menyerah dengan keadaan, jika sekarang sedang kurang beruntung, sedang mengalami kekalahan, maka bangkitlah! karena sesungguhnya kemenangan akan diberikan kepada siapa saja yang telah berusaha sekuat kemampuannya. Sesuai dengan janji Allah bahwa Dia akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan sebagaimana al-Qur’an al-Thalaq 65 [7]
ۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَاۚ سَيَجۡعَلُ ٱللَّهُ بَعۡدَ عُسۡرٖ يُسۡرٗا ٧
7. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.

Wallahu a’lam bi al-shawaab


[1] Kisah Zhang Da diatas, dikutip dari Ida S. Widayanti, Catatan Parenting 2, Bahagia Mendidik, Mendidik Bahagia, dengan sub judul Tanggung Jawab Seorang Anak, Jakarta, PT Arga Tilanta, 2007, hlm. 91-93.
[2] Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta, Gema Insani Press, 2015,  Vol. 5 hlm. 269,
[3] Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Vol 3, terj. Bahrun Abubakar dkk, Semarang, Toha Putra, 1974, hlm. 147-148.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.