• This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Khutbah Jum’at Optimis Menatap Masa Depan Oleh: Masykur H.Mansyur (IAIN Syekh Nurjati Cirebon DPK Unsika Karawang)



Dalam Islam, sikap optimisme merupakan perilaku dari orang yang beriman, dan merupakan wujud dari keyakinan kepada Allah. Karena Allah adalah sebaik-baiknya penolong dan pelindung. Salah satu sikap optimis ini pernah disampaikan oleh Rasulullah saw kepada Abubakar ketika perjalanan hijrah dimulai. Ketika itu Abubakar mulai merasa khawatir. Di dalam gua Tsur tempat beliau berdua bersembunyi dari kejaran orang-orang Qurasy yang ingin membunuhnya. Dari dalam Gua Tsur, mereka menyaksikan ada beberapa orang pengejar dengan pedang terhunus. Seandainya mereka melihat ke dalam lubang gua, tentu Rasulullah bersama Abubakar ditangkap. Abubakar tak sanggup  menahan kerisauan dan mengungkapkannya kepada sahabatnya, Muhammad Rasulullah. Namun, bukan perasaan gentar yang dilontarkan oleh baginda atas perasaan Abubakar, justru sebaliknya, beliau menegaskan “jangan takut dan khawatir bahwa sesungguhnya Allah bersama kita”, ujar beliau mantap.
Optimis adalah sebuah ungkapan yang menunjukkan kepada sebuah kepercayaan diri yang muncul dari dalam hati atas tindakan yang akan kita lakukan, dengan harapan mendapatkan yang baik dan menguntungkan. Ketika dalam diri kita ada rasa optimis dalam menatap masa depan, maka dengan sendirinya akan muncul suatu kekuatan (mental) untuk menggapainya.. Dan jika pada suatu saat nanti ada tantangan tentu kita sudah siap (mental) menghadapinya. Jadi orang yang optimis adalah orang yang memiliki keyakinan kuat bahwa dia bisa meraih apa yang menjadi cita-citanya di masa depan, walaupun terdapat berbagai rintangan. Atau dengan kata lain bersikap optimis adalah sebuah spirit dan energi positif untuk meraih prestasi tinggi dan cita-cita mulia bagi seorangmikmin.
Sikap optimis ini tergambar dalam firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat Yusuf  12 [87]
يَٰبَنِيَّ ٱذۡهَبُواْ فَتَحَسَّسُواْ مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَاْيۡ‍َٔسُواْ مِن رَّوۡحِ ٱللَّهِۖ إِنَّهُۥ لَا يَاْيۡ‍َٔسُ مِن رَّوۡحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡقَوۡمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ ٨٧
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".
Perhatikan juga al-Hijr 15 [56] bahwa orang yang berputus asa adalah orang yang dzalim.
قَالَ وَمَن يَقۡنَطُ مِن رَّحۡمَةِ رَبِّهِۦٓ إِلَّا ٱلضَّآلُّونَ ٥٦
Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat"
Itulah sebabnya bahwa orang yang beriman selalu optimis dalam setiap urusan dalam menata masa depan yang lebih baik. Sebaliknya Islam melarang bersikap pesimis. Sebab sifat pesimis adalah karakter bagi orang kafir dan orang dzalim.
Dalam hadits Rasulullah saw bersabda bahwa yang dimaksud dengan sifat optimis itu adalah al-kalimat al-shalihat sebagaimana sabdanya;
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " لَا طِيَرَةَ وَخَيْرُهَا الْفَأْلُ " قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا الْفَأْلُ قَالَ: " الْكَلِمَةُ الصَّالِحَةُ يَسْمَعُهَا أَحَدُكُمْ "
Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada rasa tiyarah (firasat buruk dan kesialan), dan yang lebih baik dari itu adalah rasa optimis. Maka ditanyakanlah kepada beliau: Apa yang dimaksud dengan rasa optimis?, Beliau bersabda: Yaitu kalimat baik yang sering didengar oleh salah seorang dari kalian.” (H.R. Ahmad).
Salah satu ciri  orang yang optimis adalah setiap melakukan pekerjaan ia melakukannya dengan sepenuh hati dan perasaan senang, mensyukuri keberhasilannya dan mengevaluasi kekurangannya, betapapun beratnya pekerjaan itu. Seberat apapun penderitaan hidup, tetaplah optimis untuk menatap rahmat-Nya. Berharaplah tiada henti untuk mendapatkan kemurahan Allah yang Maha Pengasih. Sikap mental seperti inilah yang menghantarkan manusia pada kebahagiaan hidup yang dicita-citakan. Sebagai orangyang beriman hendaknya selalu optinmis dalam menempuh kehidupan ini. Sebab Allah SWT tidak akan membebani manusia di luar batas kemampuannya, sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an surat al-Baqarah 2 [286].
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَعَلَيۡهَا مَا ٱكۡتَسَبَتۡۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرٗا كَمَا حَمَلۡتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦۖ وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآۚ أَنتَ مَوۡلَىٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٢٨٦
Artinya; Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir"
Dengan demikian, rasa optimis dalam menata kehidupan ini sudah lebih dari cukup untuk menjadi landasan, agar kita senantiasa memiliki harapan dan optimisme dalam hidup, dengan optimis maka apa yang menjadi tujuan dalam hidup mampu diwujudkan dengan baik, walaupun mungkin tidak semuanya yang direncnakan dapat terwujud namun setidaknya kita sudah bersusaha dengan dasar pondasi optimis.
بارك الله لي ولكم
Wallahu a’lam bi al-shawaab.
Share:

Jangan Menganggap Remeh Kata Insya Allah Oleh Masykur H Mansyur (IAIN Syekh Nurjati Cirebon DPK Unsika Karawang)

Bismillahirrahmaanirrahim


            Manusia adalah ciptaan Allah yang paling sempurna di dunia ini. Walaupun diciptakan dengan sangat sempurna, manusia masih memiliki keterbatasan dalam hidupnya. Salah satunya, manusia belum bisa memperidiksi apa yang akan dikerjakan ke depan. Karena kita manusia tidak bisa memastikan apa yang akan dikerjakan pada masa yang akan datang, dalam istilah yang populer disebutkan “manusia hanya bisa merencakan tetapi Tuhan-lah yang memenentukan”, oleh sebab itu ajaran Islam mengajarkan dengan megucapkan kalimat in-sya Allaah.          
Kata in-sya Allaah terdiri dari kata in artinya jika, sya’a artinya menghendaki, dan Allaah yaitu nama Tuhan dalam Islam. Jadi yang dimaksud dengan kata in-sya Allaah adalah “jika Tuhan menghendaki”. Ungkapan ini digunakan oleh umat Islam untuk menyatakan kesanggupannya dalam melakukan suatu pekerjaan atau untuk memenuhi janji pada saat mendatang dengan menyandarkan diri pada kehendak Allah SWT. Dengan ucapan tersebut ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya atau memenuhi janji dengan orang lain, dan bukan malah sebaliknya digunakan untuk menyatakan ketidaksanggupan dalam melakukan suatu pekerjaan. Dengan menyatakan kata in-sya Allaah berarti menunjukkan suatu kepatuhan terhadap Allah, di mana seorang yang mengucapkan kalimat tersebut berarti menyerahkan sepenuhnya segala keputusan kepada Allah SWT.
            Dalam ajaran Islam adalah merupakan sesuatu yang dilarang mengungcapkan sesuatu yang akan dilakukan ke depan atau berjanji dengan seseorang/sejumlah orang tanpa mengucapkan kalimat in-sya Allaah. Dalam al-Qur’an bahwa perintah atau anjuran mengucapkan kalimat in-sya Alaah terdapat dalam surat al-Kahfi 18 [23-24].
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَاْيۡءٍ إِنِّي فَاعِلٞ ذَٰلِكَ غَدًا ٢٣ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُۚ وَٱذۡكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلۡ عَسَىٰٓ أَن يَهۡدِيَنِ رَبِّي لِأَقۡرَبَ مِنۡ هَٰذَا رَشَدٗا ٢٤
Artinya; Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi
Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini".
            Ayat ini turun sebagai celaan dan peringatan terhadap Nabi Muhammad saw atas ucapannya terhadap orang-orang Quraisy yang menanyakan kepada beliau tentang roh, kisah Ashaab al-kahfi (penghuni gua), dan kisah Dzulkarnain. “Besok aku kabarkan kepada kamu jawaban atas pertanyaan kamu”. Ketika itu Nabi saw tidak memuji atau menyebut nama Allah atau mengucapkan in-sya Allah. Maka turunlah ayat 23 dan 24 tersebut yang mengingatkan bahwa tidak boleh mengatakan atau menjanjikan  sesuatu kepada orang lain kecuali mengaitkan dengan kehendak (masyi’ah) Allah SWT atau mengucapkan in-sya Allah.
            Menurut tafsir Imam al-Qurthubi bahwa sebab turunnya dua ayat di atas adalah karena beberapa orang Quraisy bertanya kepada Nabi Muhammad s.a.w. tentang roh, kisah ashhaab al-Kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain lalu beliau menjawab: “Datanglah besok pagi kepadaku agar aku ceritakan!”. dan beliau tidak mengucapkan insya Allah (artinya jika Allah menghendaki). tapi kiranya sampai besok harinya wahyu terlambat datang (bahkan riwayatnya sampai 15 hari) untuk menceritakan hal-hal tersebut dan Nabi tidak dapat menjawabnya. Maka turunlah ayat 23-24 di atas, sebagai pelajaran kepada Nabi; Allah mengingatkan pula bilamana Nabi lupa menyebut insya Allah haruslah segera menyebutkannya kemudian.
            Peristiwa ini menunjukkan walaupun kedudukan  baginda Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasulullah Tidak lantas beliau menjadikan dirinya dengan mudah memastikan apa yang akan terjai di kemudian hari. Sekaligus mengajarkan kita bahwa hanya Allah SWT Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui atas segala sesuatu.
            Konsekwensi logisnya, bahwa berdasarkan keterangan tersebut “bila seseorang tidak menyebutkan in-sya Allah, kemudian ia tidak menepati janjinya, maka ia digolongkan pendusta. Namun bila ia menyebutkan in-sya Allah, kemudian ia tidak dapat melakukannya setelah berusaha semaksimal mungkin, maka ia tidak dapat digolongkan sebagai pendusta karena Allah SWT belum menghendakinya untuk melakukannya”. (Ensiklopedi Islam PT. Ichtiar Baru Van Hoeve 1994)
            Menurut Imam al-Thabari bahwa orang yang mengucapkan in-sya Allah bila ia hendak melakukan sesuatu menunjukkan bahwa ia mengaitkannya dengan kehendak Allah SWT dan menunjukkan cerminan keyakinan seseorang bahwa tak ada sesuatu yang dapat terwujud atau terjadi kecuali Allah SWT menghendakinya.
            Juga dalam al-Qur’an surat al-Baqarah 2 [70].
فَلَمَّا دَخَلُواْ عَلَىٰ يُوسُفَ ءَاوَىٰٓ إِلَيۡهِ أَبَوَيۡهِ وَقَالَ ٱدۡخُلُواْ مِصۡرَ إِن شَآءَ ٱللَّهُ ءَامِنِينَ  
Artinya; Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yusuf: Yusuf merangkul ibu bapanya dan dia berkata: "Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman"
Betapa pentingnya ungkapan kalimat in-sya Allah ini, karena kita sebagai manusia tidak mengetahui secara pasti apa yang akan terjadi di depan kita. Allah berfirman dalam surat Luqman 31 [34]
وَمَا تَدۡرِي نَفۡسٞ مَّاذَا تَكۡسِبُ غَدٗاۖ
Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.
            Sebagai salah satu contoh kongkrit orang yang menyebutkan kata in-sya Allah adalah menunjukkan keseriusannya dan sebagai ungkapan tekad dalam melaksanakan kesanggupannya untuk  melakukan suatu perbuatan, dalam hal ini tentu akan berdisplin tinggi dan berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkannya. Itulah yang dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim as atas putranya Ismail. Dalam surat al-Saffat 37 [102]
قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٠٢
Artinya; Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
            Ayat ini menunjukkan betapa Ismail mempunyai sikap benar-benar melaksanakan apa yang dijanjikan dan taat terhadap apa yang dituntut darinya. Namun setelah nyata kesabaran dan ketaatannya. Allah SWT melarang menyembelih Ismail dan menggantikannya anak itu (Ismail) dengan seekor binatang sebagai sembelihan yang besar.
Wallahu a’lam bi al-shawaab.
Karawang, 18-10-2019
Share:

Postingan Populer

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.