• This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

KEKUATAN CINTA DAN KEDALAMAN JIWA



KEKUATAN CINTA DAN KEDALAMAN  JIWA

PENGORBANAN CINTA
OLEH MASYKUR H MANSYUR
FAKULTAS AGAMA ISLAM UNSIKA KARAWANG

       Vilfredo Pareto (1848 – 1923) mengemukakan suatu teori “Circulation of the Elites bahwa kelompok kecil dari kumpulan orang-orang elit dalam sebuah komunitas memiliki pengaruh besar pada sebagaian populasi. Ada pernyataan Pareto yang sangat masyhur yaitu perbuatan dan kebiasaan manusia dapat diklasifikasikan dalam logis dan non logis. Bahwa kita hidup, bekerja, mencari uang, memakai pakaian, berpikir, belajar, mencumbu satu sama lain dan lain-lain – semua tindakan dan kebiasaan seperti ini adalah logis karena dapat membawa kita ke hasil-hasil yang logis. Sebagai misal, seorang duduk di atas lututnya menyirami badannya dengan bensin dan kemudian membakar dirinya secara sengaja dan sadar agar negaranya dapat diselamatkan dari api yang lebih besar. Ini adalah perbuatan yang tidak logis karena ia melakukannya tanpa menuntut suatu imbalan, ganjaran atau kompensasi.
       Suatu hari Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900) seorang Filosof Jerman dan ahli Filologi berjalan menyusuri suatu jalan dimana ia melihat seekor kuda yang berusaha keras untuk keluar dari sebuah parit, bernafas terengah-engah dibawah muatan berat dari sebuah kereta yang terjungkir di atasnya. Nietzche mengamati si pemilik sedang berusaha memaksa kuda itu agar keluar dari himpitan sehingga ia tidak akan kehilangan muatan keretanya. Binatang itu sudah demikian terjerembab untuk bergerak, tetapi si pemilik yang nampaknya terlalu sayang pada muatan kereta dari pada keselamatan kudanya, mulai mengayunkan cemeti di atas punggung kuda secara sangat bengis. Kuda itu mulai bergerak sedikit keluar dari parit tersebut, tetapi ia gagal dan terjatuh kembali ke dalam parit, salah satu kakinya patah dan kelihatan sangat payah. Marah menyaksikan pandangan yang sangat mengerikan akibat brutalitas manusia tersebut, filosof tua itu memberitahukan si petani agar memberhentikan cambuknya pada kuda yang malang itu. Ia menasihati agar pertama-tama muatan itu agar diambil terlebih dahulu, baru kemudian kuda itu ditolong keluar dari parit. Tetapi si pemilik tidak menggubris kata-kata Nietzche. Karena itu terus menghujani cambukan dan mendorong kuda itu. Hal membuat marah sang filosof sedemikian rupa sehingga ia melompat dan memegang leher baju si petani, sambil berkata; “Saya tidak akan membiarkanmu mencambuk binatang malang ini begitu kejam!”. Akan tetapi petani itu melepaskan diri dan memukul jatuh Nietzche dan kemudian memukulnya sangat keras, sehingga ia meninggal beberapa hari emudian. Filosof yang dimasa mudanya mencintai kekuasaan dan kekauatan serta memujanya, sekarang berdiri melawan kekuatan itu untuk menyelamatkan makhluk yang lemah dan terinjak-injak; akhirnya ia mengorbankan dirinya untuk suatu cita-cita kemanusiaan.
         Jika kita mendengar cerita ini kita akan bereaksi dengan satu perasaan kontradiktif. Kita menyadari bahwa kontradiksi perasaan kita terhadap peristiwa itu disebabkan karena kita memiliki dua kepribadian dalam ke-aku-an (I-ness). Kepribadian pertama kita menghargai keagungan spiritual Nietzche, sentimen moral dan nuraninya yang responsif. Ia akan ikut menyertai tindakpengorbanan itu dalam menyelamatkan suatu makhluk yang malang dari tirani manusia. Ini adalah kepribadian manusiawi kita yang selalu sensitive untuk selalu mentoleriri suatu pemandangan yang kejam dan mengerikan. Tetapi kita mempunyai kepribadian lain yang akan bereaksi terhadap kejadian di atas dengan cara lebih praktis. Ia akan mencemooh pengorbanan Nietzche atas dirinya demi seekor binatang angkutan. Ia akan melihat seluruh peristiwa itu sebgai lucu dan absurd. “Seorang genius besar dalam sejarah mengorbankan hidupnya yang sangat bermanfaat demi menyelamatkan seekor kuda ?. Alangkah pandirnya?. Betapa lucu dan tidak masuk akal”. Demikianlah ia akan melakukan rasionalisasi.
        Tindakan Nietzche di luar logika. Logika terlalu sempit untuk dapat membenarkannya. Tindakannya adalah tindakan murni berdasarkan cinta -  sebagai esensi kesadarannya. Namun jika cinta diambil untuk mengabdi suatu kepentingan pribadi, untuk memenuhi suatu keinginan, untuk memuaskan suatu harapan, itu bukan cinta. Itu adalah dagang. Cinta adalah memberi, bukan mengambil atau kompensasi. Cinta adalah memilih dirinya mati agar yang lain bisa hidup, agar suatu cita-cita menang, agar suatu impian menjadi kenyataan ! Ini adalah makna sesungguhnya dari i-thar yang berarti memberikan nyawa sendiri agar yang lain bisa hidup, memilih yang lain hidup sebagai ganti dirinya, dan mengorbankan diri sendiri, supaya yang lain dapat hidup. Jika ia mengetahui bahwa kematiannya akan menyelamatkan suatu kehidupan atau cita-cita, ia memilih mati, agar yang lain hidup, ia akan memilih kematian dirinya, kematian kepentingannya, namanya, kekayaannya, segala yang ia miliki – agar supaya yang lain dapat diselamatkan.
         Cerita di atas disarikan dari buku “Man and Islam” karya Ali Shariati yang diterjemahkan oleh M. Amin Rais “Tugas Cendekiawan Muslim”.
            Itu adalah makna cinta. Yaitu cinta sebagai suatu kekuatan yang mendambakan pengorbanan. Mengorbankan seluruh miliknya, keuntungannya, kepentingannya, bahkan hidupnya sendiri demi mereka yang ia cintai dan demi cita-cita yang ia perjuangkan.
Kalau kita persembahkan kekuatan cinta ini kepada ibadah kepada Allah, yaitu ibadah yang mencakup segala hal yang disukai dan diridhai  Allah, baik itu berupa lisa maupun tindakan yang lahir ataupun yang tersembunyi. Perspektif ibadah seperti inilah yang harus ditanamkan oleh kita semua, sehingga kita semua selalu bersemboyan seperti yang digambarkan oleh Allah, dalam al-Qur’an surat al-An’am 6 :[162]
قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢
162. Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Kalau kita sudah bersedia mengorbankan hanya untuk Allah semata, maka manusia sudah bergerak menuju ke arah menjadi manusia (sempurna). Wallahu a’lam.
Karawang, 4 November 2016. (Masykur H Mansyur).
Share:

Postingan Populer

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.