Amal Pengawal Manusia Oleh Masykur H Mansyur (IAIN Syekh Nurjati Cirebon DPK Unsika Karawang)



Ajaran Islam  sangat menekankan  hubungan manusia dengan Allah SWT secara vertikal dan juga hubungan antar sesama manusia secara horizontal. Hal ini terlihat dari doktrin iman dan amal saleh. Kedua konsep ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainya, karena apabila salah satu dari keduanya hampa, maka kesempurnaan dari salah satunya akan berkurang. Iman tanpa amal itu hampa, sedangkan amal tanpa iman itu percuma. Iman adalah fondasi sedangkan amal adalah implementasi. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw. bahwa Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman.” (HR. Ath-Thabrani).
Orang yang berman dan beramal shaleh kekal dalam surga, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah 2 [82].
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلۡجَنَّةِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٨٢
82. Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.
Pada saat manusia meninggalkan dunia ini, sederet daftar amal perbuatan yang pernah dilakukan akan ditunjukkan kepada manusia. Amal adalah teman kita ketika waktunya berakhir. Isteri, suami, anak, bapak, ibu, kerabat, tetangga, dan harta yang kita cintai tak lagi kenal siapa sosok kita. Amal  itulah yang akan berbicara dengan sejujur-jujurnya dan sebenar-benarnya tentang siapa kita, dan semua apa yang telah pernah kita perbuat dari ujung ramput sampai ujung kaki. Akan tampak dihadapan kita. Allah SWT mengingatkan dalam firmannya surat Yasin 36 [65].
ٱلۡيَوۡمَ نَخۡتِمُ عَلَىٰٓ أَفۡوَٰهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَآ أَيۡدِيهِمۡ وَتَشۡهَدُ أَرۡجُلُهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ ٦٥
65. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan

Bagi setiap orang yang beramal baik, maka akan mendapatkan ganjaran dan kebahagiaan, sebaliknya bagi yang beramal buruk, juga akan mendapatkan ganjaran yaitu kesengsaraan. Dan bagi yang beramal buruk, niscaya perasaannya di waktu itu akan lain. Sekiranya hal itu dapat dielakkan, niscaya akan ia elakkan, atau dia minta supaya diperlambat atau diundur-undur. Dia takut menghadapi kenyataan sehingga dia mengharap supaya diantara dia dan ganjaran amalnya itu diadakan jarak yang jauh. Allah berfirman dalam al-Qur’an surat Ali Imran 4 [30].
يَوۡمَ تَجِدُ كُلُّ نَفۡسٖ مَّا عَمِلَتۡ مِنۡ خَيۡرٖ مُّحۡضَرٗا وَمَا عَمِلَتۡ مِن سُوٓءٖ تَوَدُّ لَوۡ أَنَّ بَيۡنَهَا وَبَيۡنَهُۥٓ أَمَدَۢا بَعِيدٗاۗ وَيُحَذِّرُكُمُ ٱللَّهُ نَفۡسَهُۥۗ وَٱللَّهُ رَءُوفُۢ بِٱلۡعِبَادِ ٣٠
30. Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.
Dengan demikian manusia akan dihadapkan kepada neraca (mizan) untuk menimbang amal perbuatan yang telah dilakukakan. Seberat apapun perbuatan baik kita, seberat zarah sekalipun tetap akan ditempatkan dalam satu timbangan kebaikan. Sebaliknya, perbuatan jahat dalam satuan yang sama tetap akan ditempatkan dalam timbangan kejahatan. Adapun orang-orang yang berat timbangan kebaikannya, dia berada dalam kehidupan memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan kebaikannya maka tempat kembalinya adalah Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu, yaitu api yang sangat panas. Al-qur’an surat al-Qari’ah 101 [6-11].
 فَأَمَّا مَن ثَقُلَتۡ مَوَٰزِينُهُۥ ٦ فَهُوَ فِي عِيشَةٖ رَّاضِيَةٖ ٧  وَأَمَّا مَنۡ خَفَّتۡ مَوَٰزِينُهُۥ ٨ فَأُمُّهُۥ هَاوِيَةٞ ٩  وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا هِيَهۡ ١٠  نَارٌ حَامِيَةُۢ ١١
Dalam salah satu suratnya al-Ghazali menjelaskan, timbangan (kebaikan) orang-orang kaya akan ringan pada hari itu. Mereka menghabiskan uang untuk memuaskan nafsu kebinatangan mereka. Sedangkan timbangan (kebaikan) orang-orang yang hina akan berat. Mereka menggunakan uang mereka untuk menjalankan perintah Allah. Meski demikian, orang-orang menghabiskan seluruh kekayaannya untuk bersedekah akan memperoleh keselamatan yang sempurna. Mereka pasti akan terhindar dari bahaya yang terdapat dalam pemilikan benda-benda keduniaan.
Suatu kali Rasulullah duduk dengan para sahabat. Beliau kemudian bersabda, “Akan datang kepada kalian seorang lelaki penghuni surga.” Kemudian muncul lelaki, janggutnya masih basah oleh air wudhu, sementara tangannya menjinjing sandal. Tak ada yang teramat istimewa dari sosok lelaki ini. Hari berikutnya, Rasulullah kembali bersabda, “Akan datang kepada kalian seorang lelaki penghuni surga.” Sejurus kemudian, lelaki yang sama muncul lagi. Masih dengan sandal yang dijinjing dan janggut yang basah oleh air wudhu.
Tak berhenti di situ, Rasulullah kembali mengulangi perkataan yang sama. Kemudian, lelaki tersebut muncul lagi. Padahal, tak ada yang istimewa dalam diri lelaki tersebut. Rasa penasaran pun membuncah di dada Abdullah bin Amr bin Ash. Maka, diikutinya lelaki tersebut hingga ke rumahnya.
“Duhai saudaraku,” ujar Abdullah memulai percakapan, “sungguh aku sedang berselisih dengan orang tuaku. Aku tidak akan berbicara kepadanya selama tiga hari. Bolehkah aku menginap di rumahmu barang tiga hari.” Lelaki itu pun tak keberatan. Maka Abdullah resmi menjadi tamunya sekaligus 'mata-mata'. Abdullah begitu penasaran, amalan apakah yang dilakukan lelaki ini sehingga Rasulullah menyebutnya lelaki penghuni surga. Satu, dua, hingga malam ketiga tak ada amalan yang spesial didapati Abdullah. Lantas ia pun berterus terang. “Saudaraku sesungguhnya aku tidak sedang berselisih dengan orang tuaku,” Abdullah mengakui maksudnya. “Lantas kenapa kau ingin tinggal di rumahku,” tanya lelaki itu.
“Aku ingin mengetahui amalanmu sehingga Rasulullah tiga kali menyebutmu sebagai lelaki penghuni surga. Namun saudaraku, aku tidak mendapatimu memiliki amalan yang spesial,” urai Abdullah. Lelaki itu menjelaskan rahasia amalnya. “Benar, amalanku hanya yang engkau lihat. Hanya saja, aku tidak pernah berbuat curang kepada seorang pun, baik kepada Muslimin ataupun selainnya. Aku juga tidak pernah iri ataupun hasad kepada seseorang atas karunia yang telah diberikan Allah kepadanya.”
Terjawab sudah rasa penasaran Abdullah. Meski lelaki tersebut tak rajin Tahajud, shalat Dhuha, bersedekah, atau amalan sunah lainnya, namun ia memiliki satu amalan unggulan. Di hatinya, tiada pernah tebersit rasa hasad atau iri atas karunia yang diberikan Allah kepada hambanya. Sungguh sebuah amalan yang sangat berat.
            Adalah Abubakar al-Siddiq, sebagaimana diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib ra, bahwa Abubakar bersedekah hampir seluruh harta kekayaan yang dimilikinya, hampir-hampir tak lagi tersisa bagi keluarganya.  Semua harta yang dimiliki di sedekahkan. Sampai-sampai Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam, menegur Abubakar ra, "Apa yang engkau gunakan membiayai hidupanmu dan keluargamu, wahai Abubakar, sesudah seluruh hartamu engkau sedekahkan?". Abubakar al-Sidiq, dan dengan tandas mengatakan, "Aku masih mempunyai Allah dan Rasul", tukasnya.
            Pada suatu hari Abdul-Rahman bin ‘Auf mendengar Rasulullah saw bersabda;
ياَ ابنَ عَوْ فٍ إنَّكَ مِنَ الأَغْنِيَاءِ ..... وَإنَّكَ سَتَدْخُلُ الْجَنَّةَ حَبْوًا ..... فأقْرِضِ اللَهَ يُطْلِقْ لَكَ قَدَمَيْكَ
Wahai Ibnu ‘Auf ! anda termasuk golongan orang kaya ….dan anda akan masuk surge dengan merangkak ….pinjamkanlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah langkah anda.
                Semenjak mendengar nasihat Rasulullah tersebut, maka Abdul-Rahman bin ‘Auf sangat antusias untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah, dan Allah-pun memberi ganjaran kepadanya berlipat ganda. Di suatu hari ia menjual tanah seharga empat puluh ribu dinar, kemudian uang itu dibagi-bagikan semua untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para isteri Nabi dan untuk kaum fakir miskin.
Pada kesempatan yang lain lima ratus ekor kuda untuk perlengkapan balatentara Islam. Dan di hari yang lain seribu lima ratus kendaraan. Menjelang wafatnya beliau berwasiat lima puluh ribu dinar untuk jalan Allah, lalu diwasiatkannya pula bagi setiap orang yang ikut perang Badar dan masih hidup, masing-masing empat ratus dinar, hingga Usman bin Affan r.a. yang terbilang kaya juga mengambil bagiannya dari wasiat tersebut, serta berkata; “Harta Abdul-Rahman bin ‘Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat”.
            Sikap dan sifat seperti ini sudah dijelaskan oleh Allah swt melalui firman-Nya dalam al-Qur’an surat al-Syuura 42 [36].
فَمَآ أُوتِيتُم مِّن شَيۡءٖ فَمَتَٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۚ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ خَيۡرٞ وَأَبۡقَىٰ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ ٣٦
36. Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal
            Prof. Hamka dalam menafsirkan ayat ini bahwa …..segala nikmat yang kita terima di dunia ini, hakikatnya sedikit sekali. hanya semata-mata hiasan atau bekal sementara. Harta benda, emas, perak, gedung indah, istana, gubuk reyot, kendaraan berabagai ragam, semua hanya sementara. Tempo buat kita memakainya betul-betul sangat pendek sekali. sebab semua itu hanya nikmat sementara. Tetapi semua wajib kita syukuri. Dan kitapun wajib pula melatih jiwa agar segala pemberian dunia itu jangan sekali-kali memikat hati kita. Sudah menjadi tabiat manusia meminta yang lebih banyak. Ayat ini menjelaskan keinginan kepada yang lebih itu, kepada yang lebih kekal.
Lalu bagaimana dengan amalan kita?, Mari kita bertanya kepada diri sendiri amalan unggulan apa yang sudah kita miliki? Memang hanya ridha Allah sajalah yang bisa memasukkan kita ke dalam surga, namun pantaskah diri ini yang telah diberi teramat banyak kemudahan lantas menjauhi-Nya. Wasilah paling mudah untuk bersyukur dan berdekatan dengan Rabb yang menciptakan kita ialah dengan amal ibadah kita.
Para sahabat utama telah menorehkan amal shaleh mereka jika Bilal bin Rabah tak pernah putus wudhu sehingga bunyi terompahnya terdengar di surga, lantas apa amalan kita? Jika Abubakar menginaqkan seluruh hartanya untuk kemuliaan Islam, lantas apa amalan kita? Jika Khalid bin Walid berjihad dan memenangkan pasukan Islam, kemudian apa amalan kita?  Jika Zaid bin Tsabit sang penulis wahyu, Ibnu Abbas ulama para sahabat, Utsman bin Affan sang dermawan nan pemalu, Umar bin Khattab sang pemberani lagi peduli telah menorehkan tinta emas dalam sejarah Islam lewat amalan unggulannya. Jika Abdul-Rahman bin ‘Auf mendengar nabi bersabda bahwa ia menuju surga dengan merangkak, kemudian dengan semangat menginaqkan hartanya untuk kepentingan Islam dan umat Islam.  Lalu amalan apa yang mesti kita persembehkan untuk kejayaan dan kemuliaan Islam dan umatnya ?.

Memperhatikan apa yang telah dilakukan oleh para sahabat yang mulia ternyata amal kebaikan yang dikerjakan bukan untuk Tuhan, tetapi untuk kebaikan manusia itu sendiri baik di dunia mapun di akhirat. Orang yang sudah berbuat baik janganlah merasa berbuat baik untuk Tuhan. Bahkan amal shaleh juga disebut mendorong terkabulnya do’a. prinsip ini sesuai denga al-Qur’an surat Fathir 35 [10]
مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلۡعِزَّةَ فَلِلَّهِ ٱلۡعِزَّةُ جَمِيعًاۚ إِلَيۡهِ يَصۡعَدُ ٱلۡكَلِمُ ٱلطَّيِّبُ وَٱلۡعَمَلُ ٱلصَّٰلِحُ يَرۡفَعُهُۥۚ وَٱلَّذِينَ يَمۡكُرُونَ ٱلسَّيِّ‍َٔاتِ لَهُمۡ عَذَابٞ شَدِيدٞۖ وَمَكۡرُ أُوْلَٰٓئِكَ هُوَ يَبُورُ ١٠
10. Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur
Artinya, hakikat kemuliaan yang kita dapatkan adalah karena anugerah dari Allah SWT, bukan karena pemberian orang lain.
Orang yang mencari kemuliaan dengan mengumpulkan harta, atau mencari kemuliaan dengan mengjar pangkat, atau mengejar kemuliaan dengan kegagahan-keperkasaan dengan menindas yang lemah karena merasa kuat, menipu yang bodoh karena merasa lebih pintar, atau menyusun perkataan yang baik padahal hati busuk dan amal yang saleh tidak ada sebagai bukti, maka kemuliaan yang mereka capai adlah omong kosong atau tipu daya hidup belaka. Kemudian yang dimaksud dengan rencana jahat adalah orang yang bukan saja tidak mau menerima seruan Rasul kepada jalan yang benar, bahkan membuat pula rencana hendak menghambar atau menghambat, atau menyabot segala usaha kebaikan itu.  Demikian cuplikan Prof. Hamka menafsirkan ayat tersebut.
Wallahu a’lam bi al-shawaab. Karawang, Jum’at sore 16-3-2018.
مشكور منصور
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.