Ada Sepuluh Kelompok Manusia Tidak Masuk Surga
قال
إبن عباس رضي الله تعالي عنهما عن النبيّ ص.م. عَشَرَةُ أَصْنَافٍ مِنْ أُمَّتي
لاَ
يَدْخُلُونَ الجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ تَابَ أَوَّلُهُمُ الْقَلاَعُ وَالْجَيُّوْفُ
وَالْقَتَّاتُ وَالْدَّيْبُوْبُ والدَّيُّوثْ وَصَاحِبُ الْعَرْطَبَةِ وَصَاحِبُ
الْكُوْبَةِ وَالْعَتْلُ وَالْزَّنِيْمُ وَالعاَقُ لِوَالِدَيْهِ.
Ibnu Abbas berkata, dari Rasulullah
saw. Ada sepuluh macam dari umatku yang tidak akan masuk surga kecuali
bertaubat. Kesepuluh macam penyebab tersebut; yaitu 1. Al-Qalaa’. 2, al-Jayyuf.
3, al-Qattaat. 4, al-Daybuub. 5, al-Dayyuts. 6, Shaahib al-‘Arthabah. 7,
Shaahib al-Kuubah. 8, al-‘Atlu. 9, al-Zaniim dan 10, al-‘Aaqul Walidain.
Para
shahabat berkata apakah al-Qalla’ itu?, Beliau menjawab orang-orang yang berjalan di hadapan raja untuk berdusta dan
mengadu-ngadu. Siapakah al-Jayyuf itu? Beliau menjawab orang yang mencuri kain
kafan kuburan.
(Cerita
dari sebagian orang salaf, ‘Di kampung kami ada seorang pencuri kain kafan
jenazah. Sementara di kampung itu juga ada seorang ahli hikmah yang shaleh.
Ketika kematiannya mulai mendekat, ia memanggil si pencuri kain kafan dan
berkata, “Aku mendengar bahwa kau adalah seorang pencuri kain kafan jenazah.
Kematianku tak lama lagi, dan aku telah siapkan kain kafanku, maka ambillah
sekarang dan jangan kau merusak kuburku. “Si pencuri kain kafan memenuhi
permintaannya tersebut.
Ketika
meninggal, si pencuri mendengar kematiannya. Isteri sang ahli hikmah pun
berkata kepada si pencuri, “ingatlah kau akan perjanjianmu dengan ahli hikmah”.
Ketika mayat si ahli hikmah dikuburkan, maka timbul niat di hati si pencuri
untuk mencuri kain kafannya. Maka si isteripun kembali mengingatkan, “Jangan
kau lakukan!”. Namun ia tak peduli pada tegurannya dan menggali kuburan si ahli
hikmah untuk mencuri kain kafannya.
Ketika
kuburannya digali, ia melihat mayatnya sudah didudukkan. Salah satu Malaikat
Munkar dan Nakir berkata pada si pencuri, “Ciumlah kedua kakinya”, Si pencuri
menjawab, “Tidak ada apa-apa. Kedua kakinya tidak pernah berjalan ke
tempat-tempat maksiat”. Malaikat tadi berkata, “Ciumlah kedua tangannya”, si
pencuri menjawab, “Kedua tangannya tidak pernah melakukan kemaksiatan”. Malaikat
berkata, “Ciumlah kedua matanya”. Si pencuri menjawab, “Kedua matanya belum
pernah melihat hal-hal yang diharamkan.’ Malaikat berkata, “Ciumlah salah satu
telinganya!” Si pencuri mencium salah satu telinganya, namun tak mencium
apa-apa, kemudian ia pindah mencium yang satunya, tiba-tiba ia terhentak dan
diam sejenak,”
Malaikat
bertanya, “Apa yang kau temukan?” Si pencuri menjawab, “Bau tak sedap”.
Malaikat bertanya, “Tahukah kau bau apakah itu?” Ia melanjutkan, bau tak sedap
itu lantaran salah satu telinganya mendengar cerita dari salah seorang yang
tengah berselisih lebih banyak dibanding yang lain, maka tiuplah”. Maka si
pencuri itu pun meniupnya. Tiba-tiba muncul dari dalam telinganya api yang
sangat besar dan menyambar penglihatannya hingga ia buta. Cerita ini terdapat
dalam buku ‘Qam’un Nufus’).
Rasulullah
saw ditanya siapakah al-Qattat itu”? Beliau menjawab, orang yang mengadu-ngadu.
(Muadz ra bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana menurutmu tentang ayat ini.
يَوۡمَ
يُنفَخُ فِي ٱلصُّورِ فَتَأۡتُونَ أَفۡوَاجٗا ١٨
‘Pada
hari itu sangkakala ditiupkan, lalu kalian datang secara berkelompok-kelompok’.
Rasul saw menjawab, “Ya Muadz, kau bertanya tentang hal besar”.(al-Naba’ 78 :
[18].
Kemudian
kedua mata beliau yang mulia seketika itu menangis, lalu berkata, “Akan
dikumpulkan sepuluh golongan dari umatku, dalam keadaan yang bermacam-macam.
Allah membeda-bedakan mereka diantara kaum muslimin dan menampakkan
bentuk-bentuk mereka. Diantara mereka ada yang berwujud kera, sebagian berwujud
babi, sebagian ada yang dijungkir balikkan kaki-kaki mereka dan wajah mereka
digusur di atas kaki-kaki mereka.
Sebagian buta, mereka ragu-ragu. Sebagian bisu, mereka tak dapat mengerti
apa-apa.
Sebagian
ada mengunyah lidah mereka sendiri dalam keadaan tergantung, nanah dari mulut
mereka meleleh hingga ke dada seperti air liur, sehingga orang-orang yang
melihatnya merasa jijik. Sebagian memotong sendiri tangan dan kaki mereka.
Sebagian ada yang disalib di atas sebatang pohon dari api. Sebagian ada yang
lebih busuk dibanding bangkai. Sebagian ada yang diberi pakaian dari jilbab
yang sempurna yang terbuat dari api neraka.
Mereka
yang berbentuk kera adalah orang yang suka mengadu-ngadu. Mereka yang berwujud
babi adalah orang yang suka makan dan mencari usaha dalam hal haram, seperti
suap. Mereka yang menjungkirbalikkan kepala dan wajah mereka adalah orang yang suka memakan barang riba.
Orang yang buta adalah orang zalim dalam menetapkan hukum. Orang yang bisu
adalah orang yang merasa bangga atas pekerjaan mereka. Orang yang mengunyah
lidahnya sendiri adalah ulama dan pencerita yang tidak sejalan dengan apa yang
mereka katakan.
Orang
yang memotong tangan dan kaki sendiri adalah orang yang menyakiti para
tetangganya. Orang yang disalib di sebatang pohon dari api adalah orang yang
suka pergi menghadap penguasa. Orang yang lebih busuk dibanding bangkai adalah
orang yang menikmati hawa nafsu dan kenikmatan duniawi, kemudian mencegah hak
Allah atas hartanya. Mereka yang dikenakan pakaian jilbab dari api neraka
adalah orang yang suka berbangga-bangga diri dan sombong. Demikian yang
diriwayatkan oleh Imam Thabrani}.
Sahabat
bertanya, Siapakah Daibub itu?. Beliau menjawab “orang yang mengumpulkan
beberapa gadis di rumahnya untuk perbuatan zina”. Siapakah Dayyuts itu?. Beliau
menjawab, orang yang tidak cemburu pada isterinya. Siapakah shaahibul ‘Arthabah
itu ?. Beliau menjawab orang yang menabuh gendang. Siapakah shaahibul kubah itu
?. Beliau menjawab, orang yang menabuh tambur, Siapakah al-‘Atlu itu?, beliau
menjawab orang yang tak menerima maaf dari orang lain. Siapakah al-Zaniim itu,
Beliau menjawab, orang yang dilahirkan dari perbuatan zina, kemudian ia duduk
di tengah jalan untuk mengumpat orang lain.
Dan
yang terakhir adalah orang yang durhaka pada kedua orang tuanya. (Batasan
durhaka itu adalah semua hal yang dilakukan oleh seorang anak yang dapat
menyakiti kedua orang tuanya, meskipun hal itu tidak terkait dengan hukum
Allah. Misalnya ia memarahi orang tuanya dihadapan orang lain. Atau tidak
berdiri untuk menghormatinya dihadapan orang lain sehingga membuat mereka
tersinggung, dan seterusnya).
Demikan
terimakasih wallahu a’lam.
Sumber:
Syeikh Nawawi al-Bantani dalam Kitab Nashâ’ihul ‘Ibâd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar