Menyikapi Pemilihan Umum (Pemilu).
Oleh Masykur H Mansyur (IAIN Syekh Nurjati
Cirebon DPK Unsika Karawang)
Salam, hamdalah, syahadat,
shalawat, taqwa.
Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah
satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan
duduk di lembaga perwakilan rakyat, dan atau memilih Kepala Pemerintahan, Pemilu
juga merupakan salah satu bentuk pemenuhan hak asasi warga Negara di bidang
politik. Pemilu dilaksanakan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Sebab, rakyat
tidak mungkin memerintah secara langsung. Karena itu, diperlukan cara untuk
memilih wakil rakyat, serta Kepala Pemerintahan` dalam memerintah suatu Negara
selama jangka waktu tertentu
Semenjak zaman kemerdekaan sampai
dengan tahun 2014, Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah menyelenggarakan
Pemilihan Umum (Pemilu) sebanyak 11 kali, yaitu; pemilihan umum tahun 1945, 1971, 1977, 1982,
1992, 1997, 1999, 2004 ,2009 dan 2014. Akan tetapi pemilihan pada tahun 1955 merupakan pemilihan umum yang dianggap istimewa karena
ditengah suasana kemerdekaan yang masih tidak stabil Indonesia melakukan PEMILU
, bahkan dunia internasional memuji pemilu pada tahun tersebut. Merupakan
Pemilihan umum berlangsung dengan terbuka, jujur dan fair, meski belum ada
sarana komunikasi secanggih pada saat ini ataupun jaringan kerja KPU. Dan pada
tahun 2019 ini bertepatan dengan hari Rabu tanggal 17 April Negara Kesatuan
Republik Indonesia menyelenggarakan Pemilu untuk yang ke 12 kalinya.
Pemilu pada hari Rabu tanggal 17 April
tahun 2019 ini akan memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR RI,
angoota DPD RI, anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten/Kota.
Kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara memerlukan pemimpin. Pemimpin nasional
dalam konteks demokrasi di Indonesia di pilih melalui pemilihan umum. Untuk
memudahkan warga masyarakat dalam Pemilu 2019 ini ada lima warna surat suara. Kepala Pusat
Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kapuspen Kemendagri) Bahtiar mengungkapkan
bahwa tepat pada hari Pemilu di tanggal 17 April 2019 mendatang, di tempat
pemungutan suara (TPS) akan ada 5 warna
kertas suara yang disediakan untuk calon pemilih yang terdiri dari;
1. Warna
abu-abu untuk memilih Calon Presiden dan Wakil presiden,
2. Warna
kuning untuk memilih calon anggota DPR RI,
3. Warna
merah untukmemilih calon anggota DPD RI,
4. Warna
biru untukmemilih calon anggota DPRD Provinsi,
5. Warna
hijau untuk memilih calon anggota DPRD Kabupaten/Kota,.
Walaupun
bangsa Indonesia memiliki berbagai suku, agama dan ras, semuanya sepakat untuk
menyelenggarakan. pemilu yang jujur dan adil..Pemilu sebagai sistem demokrasi
meminta pendapat rakyat, menampung aspirasi rakyat, mengakomodir kebebasan
berpendapat dari rakyat. Untuk itu kepada umat Islam dan selurah warga Negara untuk
sama-sama:
1. Tidak
Menyebarkan berita hoax.
Dalam Islam
pernah terjadi berita bohong atau berita palsu atau yang pada hari ini disebut
dengan berita hoax. Al-Qur’an menginformasikan dalam surat al-Hujurat 49 [6].
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٖ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن
تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَٰلَةٖ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَٰدِمِينَ
٦
Hai orang-orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu
Di Indonesia pernah terjadi berita hoax yang menjadi viral di
media sosial dan TV yaitu terkait dengan berita hoax menjadi tranding topik dan bahasan di media massa.
Berita hoax yang paling baru adalah kasus hoax atau informasi bohong terkait 7
(tujuh) kontainer berisi surat suara Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang
telah dicoblos. Berita tentang kasus ini terus menggelinding dan viral di media
sosial. Kasus ini terus menyedot perhatian publik sejak Rabu, tanggal 2 Januari
2019 yang lalu. Dan berita ini sungguh meresahkan masyarakat.
Menanggapi kasus hoax seperti ini adalah tabayun atau memeriksa
dengan teliti kebenaran berita tersebut.
Prof. Mahfud MD dalam acara
Dialog bersama Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dengan Gerakkan Suluh
Kebangsaan, pada Kamis, 10/1/2019 di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta,
mengatakan keresahan seperti itu muncul karena banyak kebohongan dalam dunia
politik, di dunia politik kebohongan menyangkut soal agama, kemiskinan,
kebijakan pemerintah dan macam-macam. Lebih lanjut beliau mengatakan, jika yang
dikemukakan orang-orang adalah fakta, tidak masalah. Namun jika yang
dikemukakan adalah kebohongan atau hoaks dalam bentuk pemalsuan berita, harus
dilawan, termasuk praktik pengadaan atau peniadaan berita dari fakta sebenarnya
juga harus dilawan.
2. Jangan Golpu (Golongan
Putih).
Setiap Pemilu muncul istilah
Golput (Golongan Putih). Golput secara sederhana bisa diartikan sebagai orang
yang tidak memberikan hak suaranya ketika Pemilihan Umum. Bisa saja orang yang
Golput ini beralasan tidak bisa hadir ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena
alasan pribadi. Atau tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Atau
karena sakit. Atau karena alasan ideologis, misalnya beranggapan bahwa tidak
ada kandidat atau calon legislator yang layak untuk dipilih.
Dalam Pemilu ini marilah kita
memilih wakil kita yang mampu manampung aspirasi kita; yaitu orang yang cerdas,
cakap, sederhana, disenangi rakyat, berakhlak mulia, punya integritas, peduli
pada rakyat (du’afa’), dan bertaqwa,
Prof Dr. KH. Didin
Hafidhuddin menyarankan
umat Islam menjadikan hadits Nabi Muhammad SAW sebagai rujukan dalam memilih
pemimpin. "Kita berharap bahwa yang menjadi pegangan dari memilih (saat)
Pilpres ini adalah sebuah hadits Nabi, yang menyatakan barang siapa yang tidak
punya kepedulian kepada persoalan persoalan umat Islam, maka mereka bukan dari
kaum Muslimin," kata dia.
من
لم يهتم للمسلمين عامة فليس منهم
3.
Menjaga
Persatuan
Pemilu adalah pesta demokrasi, dan kepada
seluruh warga masyarakat yang akan memilih dalam Pemilu tersebut ”Pilihan boleh saja
berbeda”, tapi yang penting harus menjadi komitmen bersama untuk tetap menjaga
persatuan, persaudaraan, dan kerukunan antar warga. Jangan karena gara-gara Pemilu
terjadi perpecahan dalam masyarakat. Dan siapa pun yang akan terpilih baik
sebagai anggota legislatif, DPD dan Presiden, maka haruslah diterima dengan lapang dada
karena itu adalah pilihan rakyat dan harus dihormati. Karena mereka yang
terpilih adalah pemimpin seluruh warga, bukan pemimpin suatu kelompok tertentu.
Oleh karena itu sebagai warga Negara yang baik harus menghormati hasil Pemilu
tersebut. Termasuk juga mentaati pemimpin terpilih dari hasil Pemilu ini,
selama pemimpin tersebut taat kepada Allah dan Rasulnya. Sebagaimana firman Allah
dalam al-Qur’an surat An-Nis’ [5].
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ
مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ
إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ
تَأۡوِيلًا ٥٩
59. Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya
Prof. Hamka mengatakan dalam Tafsir al-Azhar bahwa (1), tentang ketaatan
kepada Allah menjadi kewajiban bagi semua, tidak ada tawar menawar (2), tentang
ketaatan kepada Rasul menjadi kewajiban semua, tidak ada tawar menawar (3),
tentang taat kepada ulil amri menjadi kewajiban bagi semua. Bagaimana menyusun
ulil amri, apakah dipilih atau ditunjuk, terserahlah kepada
kebijaksanaan kamu, menurut ruang dan waktu, asal, “Tunaikanlah amanah
kepada ahlinya”.
Termasuk menjadi sunatullah
bahwa adanya seorang pemimpin di tengah kita, karena Allah-lah yang
mengangkatnya dan menunjuknya untuk menjadi pemimpin kita.
Sebagai warga masyarakat, marilah kita bersatu
padu membangun negeri ini, sehingga menjadi negeri yang sejahtera lahir batin.
Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut, yaitu bersama-sama bahu membahu,
tolong menolong dalam kebaikan dan raqwa, serta menjauhi permusuhan dan dosa.
Allah SWT berfirman, dalam surat al-Maidah 3 [2]
وَتَعَاوَنُواْ
عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٢
Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya
Wallahu a’lam bial-shawaab.