• This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Bahaya Ujub Oleh Masykur H Mansyur Kaprodi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Unsika Karawang.




            Ujub merupakan satu dari sekian banyak akhlaq tercela. Ujub sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Ghazali dalam Mukhtashor Ihya’ Ulumuddin yaitu kesombongan batin atas kesempurnaan ilmu atau amal yang digambarkannya melalui lisan maupun perbuatan (tindakan). Jika merasa khawatir, bahwa kesempurnaan itu akan lenyap, maka ia bukan disebut sebagai orang yang berlaku ujub. Dan jika merasa gembira karena menganggap kesempurnaan tersebut sebagai nikmat yang datang dari Allah, maka ini juga bukan termasuk orang yang berlaku ujub. Melainkan sebagai orang yang merasa gembira atas anugerah yang Allah Ta’ala berikan kepadanya. Dan jika ia memandang kesempurnaan tersebut sebagai sifat tanpa memperhatikan bahwa hal itu bisa lenyap dan tidak juga memperhatikan kepada siapa yang telah memberikannya, melainkan hanya terpaku pada sifat itu sendiri, maka sikap seperti ini termasuk yang membinasakan.
            Umul Mu’minin Siti Aisyah pernah ditanya “kapan seseorang dikatakan tidak baik?” beliau menjawab “ketika ia menganggap dirinya paling baik”.
Jawaban Siti Aisyah sungguh padat dan singkat, tapi mempunyai makna yang luas dan mendalam. Itulah yang dimaksud dengan ujub yaitu salah satu dari akhlaq tercela. Secara sederhana ujub diartikan sebagai terpesona atau kagum terhadap kebaikan diri sendiri.
Bagaimanapun hebatnya orang yang sok menyombongkan diri, tetap saja ia adalah termasuk orang yang lemah, dan dia berada dalam jurang kehancuran.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Tabrani dari Annas.

 عن أنس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan), dan ujub (takjub pada diri sendiri).
            Tercatat dalam sejarah Islam bahwa ujub atau sombong karena merasa kuat pernah terjadi pada masa Rasululah saw. Dalam perang Hunain jumlah pasukan muslim sangatlah banyak yaitu sekitar 12.000 orang. Karena merasa jumlah yang sangat banyak, sebagian sahabat sebelum perang dimulai sudah merasa menang.
Hal itu tertuang dalm surah al_Taubah 9 {25]
لَقَدۡ نَصَرَكُمُ ٱللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٖ وَيَوۡمَ حُنَيۡنٍ إِذۡ أَعۡجَبَتۡكُمۡ كَثۡرَتُكُمۡ فَلَمۡ تُغۡنِ عَنكُمۡ شَيۡ‍ٔٗا وَضَاقَتۡ عَلَيۡكُمُ ٱلۡأَرۡضُ بِمَا رَحُبَتۡ ثُمَّ وَلَّيۡتُم مُّدۡبِرِينَ ٢٥
25. Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.
Prof. Hamka dalam Tafsir al-Azhar menjelaskan bahwa, perasaan tentara Islam ketika berangkat adalah sedikit abai. Abu Bakar sendiri-pun nyaris lalai melihat banyak bilangan itu, sehingga terloncat dari mulutnya. Kita tidak akan dapat dikalahkan lagi, lantaran sedikit. Artinya bahwa bilangan kita telah banyak, lebih dari 12.000 orang. Sedangkan yang lainpun se-akan-akan ada perasan begitu.Hawazin dan Tsaqif akan dapat kita kalahkan. Sedangkan Quraisy yang lebih kuat telah kita kalahkan. Apalagi orang-orang Mekkah yang baru beberapa minggu saja memeluk Islam, dengan berbesar hati ikut pergi perang sebab merasa tidak akan kalah dan akan mendapat banyak laba harta rampasan karena menurut Muhammad saw. Maka, berangkatlah tentara besar itu meninggalkan Mekkah menuju negeri orang Hawazin dan Tsaqif itu.
Karena mereka sudah merasa menang sebelum perang, akhirnya mereka lalai dari incaran dan siasat musuh. Ketika sampai di lembah Hunain, pasukan Islam diserang musuh dari segala penjuru termasuk dilereng-lereng bukit yang sangat strategis. Dengan laihainya pasukan Malik bin Auf menggelontorkan batu-batu besar dan diserang dengan tombak dan anak panah, sehingga pasukan Islam lari tunggang langgang, kocar kacir. Timbul panic dan kegugupan luar biasa sehingga barisan yang tadinya teratur menjadi kocar-kacir berderai-derai.
Namun  tiba-tiba muncul lagi kegembiraan di hati pemimpin-pemimpin Mekah. Rasulullah saw menguatkan kembali persatuan diantara umat Islam. Setelah melakukan instropeksi dan konsolidasi, serta atas pertolongan Allah SWT, akhirnya peperangan ini dimenagkan oleh kaum muslimin.
            Ada ujub yang disebabkan oleh keyakinan dan perilaku. Orang ujub biasanya merasa paling benar dan suci dibandingkan dengan orang lain, karena orang semacam ini menanggap dirinya sudah melkasanakan ajaran agama sesuai dengan tuntutan. Ada lagi, orang ujub juga, merasa paling pintar dalam hal agama, sehingga tidak memberi ruang orang lain untuk bicara soal agama. Orang ujub semacam ini bisa menilai orang dari sisi siapa yang bicara, bukan dari sisi apa yang menjadi isi pembicaraannya. Ujub ini muncul dari orang yang tinggi semangat atau motivasi keagamaannya, tapi miskin ilmu, pada sisi yang lain muncul pada orang pandai, tapi miskin akhlaqnya.
            Allah SWT mengingatkan kita dalam al-Qur’an surat al-Najm 53 [32]
…..فَلَا تُزَكُّوٓاْ أَنفُسَكُمۡۖ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَنِ ٱتَّقَىٰٓ ٣٢
32. maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.
Termasuk larangan menyombongkan diri sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Isra 38
وَلَا تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّكَ لَن تَخۡرِقَ ٱلۡأَرۡضَ وَلَن تَبۡلُغَ ٱلۡجِبَالَ طُولٗا ٣٧
37. Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung
Siapa orang sombong itu ?. Orang sombong adalah orang yang tak tahu siapa dirinya.Bersifat angkuh karena dia telah lupa bahwa hidup manusia di dunia ini hanyalah bersifat sementara. Kelak akan mati, akan kembali masuk ke tanah dan kembali jadi tanah, tinggal tulang-tulang yang berserekan dan menakutkan.
Oleh sebab itu, seorang mukmin sejati ialah seorang yang tahu diri, lalu ditempatkan dirinya itu pada tempat yang sebenarnya. Itulah yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai sifat tawadhu’. Atau tegakla yang sederhana, ukurlah kekuatan diri, seperti hadits Rasulullah saw.
مَاهَلَكَ امْرُؤٌ عَرَفَ قَدْرَ نَفْسِهِ
Tidaklah akan celaka orang yang mengerti kedudukan dirinya.
Wallahu a’lam bi al-shawaab
.










Share:

Adzan Oleh Masykur H Mansyur (FAI Unsika Karawang)



Adzan
Oleh Masykur H Mansyur (IAIN Syekh Nurjati Cirebon DPK Unsika Karawang)

A.  Pendahuluan
Ada satu puisi dengan judul Ibu Indonesia, yang dibacakan oleh ibu Sukmawati Soekarnoputri pada gelaran "29 Tahun Anne Avantie Berkarya" dalam acara Indonesia Fashion Week, Kamis (29/3) lalu. Sebagaian isi puisinya memantik kontroversi di berbagai kalangan, baik pro maupun kontra, khususnya di kalangan umat Islam. Sebagian umat muslim menilai puisi itu tak pantas karena membandingkan konde dengan cadar, dan kidung ibu dengan alunan azan. Dalam bagian puisi tersebut beliau berujar “Aku tak tahu syariat Islam yang ku tahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah, lebih cantik dari cadar dirimu ….. Aku tak tahu syariat Islam, yang kutahu suara kidung ibu Indonesia lebih merdu dari alunan azanmu…..
Pada tulisan ini penulis, membahas tentang betapa pentingnya adzan bagi umat Islam. Karena adzan merupakan tanda masuknya waktu shalat, sekaligus ajakan untuk melaksanakan shalat fardhu.
Kalimat yang terkandung dalam lafadz adzan adalah kalimat sakral dan suci. Sebab kalimat yang terdapat di dalamnya adalah kalimat kesaksian akan kebesaran Allah (Allah Yang Maha Besar dan kesaksian kepada kerasulan Muhammad (Muhammad Rasulullah). Kemudian mengajak manusia untuk shalat, (marilah shalat), marilah menuju kemenangan dan seterusnya. Kalimat ini mempunyai karakter tersendiri yaitu disebut dua kali (bagi tiap-tiap kalimatnya). Ketika muadzin mengucapkan lafadz adzan tersebut, maka siapapun yang mendengarkannya akan mengikuti ucapan tersebut sesuai dengan yang diucapkan oleh mu’adzin kecuali ketika muadzin mengucapkan haiyya ‘alaa as-shalaah maka dijawab oleh yang mendengarkan laa hawla wa laa quawwata illa bi Allah, begitu juga ketika diperdengarkan hayya alaa al-falaah maka dijawab dengan kalimat laa hawla wa laa quwwata illaa bi Allah. Khusus pada adzan subuh ada tambahan ash-shalaatu khairun min an-naum (Shalat itu lebih baik dari pada tidur), kemudian dijawab dengan kalimat singkat shadaqta wa bararta (semoga kamu mempunyai banyak kebaikan dan kebajikan).
Dalam al-Qur’an disebutkan apabila ada orang yang menyeru untuk mengerjakan shalat, akan tetapi mereka menjadikannya sebagai ejekan dan permainan, mereka itu termasuk kaum yang tidak mau menggunakan akal. Perhatikan surat al-Maidah 5 [58]
وَإِذَا نَادَيۡتُمۡ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ ٱتَّخَذُوهَا هُزُوٗا وَلَعِبٗاۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَوۡمٞ لَّا يَعۡقِلُونَ ٥٨
58. Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.
Wahbah az-Zuhaili dalam tafsir al-Munir menafsirkan ayat ini adalah ketika kalian menyeru kepada shalat dengan mengumandangkan adzan, mereka juga menjadikannya sebagai bahan keterwaan, ejekan, permainan, guyonan, olok-olokan dan cemoohan. Karena mereka adalah orang-orang yang tidak memahami esensi dan substansi beribadah kepada Allah SWT dan syari’at-syari’at-Nya. Ini semua adalah ciri-ciri para pengikut dan kroni-kroni setan yang ketika mendengar kumandang adzan langsung lari terbirit-birit sampai ia tidak mendengarnya[1]
 Jadi adzan merupakan kalimat langit, bukan kalimat bumi karena berisi kesaksian atas nama Allah dan Rasul-Nya, dan mengajak untuk beribadah kepada Allah SWT. Karakter lainnya adalah untuk mengetahui ada tidaknya penduduk muslim di suatu tempat adalah dengan terdengarnya suara kumandang adzan di tempat tersebut. Ini artinya bahwa kedudukan adzan dalam Islam selain merupakan ibadah juga sebagai syiar agama.

A.  Pengertian Adzan
Secara sederhana adzan artinya memberitahu. Maksudnya disini memberitahu bahwa waktu shalat fardhu sudah masuk. Wahbah al-Zuhali mengatakan bahwa arti adzan menurut bahasa (etimologi) adalah al-I’laam (memberi tahu).
Arti ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT surat al-Tubah 9:[3]
وَأَذَٰنٞ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦٓ إِلَى ٱلنَّاسِ …..
Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia ….
Dan surat al-Hajj 22:[27].
وَأَذِّن فِي ٱلنَّاسِ بِٱلۡحَجِّ
27. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji,

       Adapun arti adzan menurut istilah syara’ adalah gabungan perkataan tertentu yang digunakan untuk mengetahui waktu shalat fardhu, atau dapat juga diartikan sebagai pemberitahuan tentang waktu shalat dengan lafadz-lafadz tertentu[2].
       Lafadz-lafadz yang terkandung dalam adzan adalah Allahuakbar 2 kali, Allahuakbar 2 kali, asyhadu an-la ilaaha illa Allah 2 kali, asyhadu anna Muhammadan Rasul Allah 2 kali hayyi ‘ala as-shalaah 2 kali, hayya ‘ala al-falaah 2 kali, Allahuakbar 2 kali, la ilaaha illa Allah 1 kali. Pada adzan subuh sesudah kalimat hayya ‘ala al-falaah, yang kedua atau menjelang kalimat takbir terakhir ditambahkan kalimat ashshalaatu khairun min an-naum 2 kali.

B.     Sejarah Adzan
       Dalam sejarahnya adzan diperkenalkan kepada Nabi Muhammad saw; berdasarkan hadits al-Bazzar meriwayatkan, “Nabi Muhammad saw pada malam isra’ telah dikenalkan dengan adzan dan beliau diperdengarkan adzan di atas langit yang ke tujuh. Kemudian Jibril mendatanginya, dan beliau menjadi imam ahli langit. Diantara mereka adalah Nabi Adam dan Nabi Nuh as. Allah SWT menyempurnakan kemuliaannya melebihi penduduk langit dan bumi.Tetapi hadits ini adalah gharib.[3]
       Hadits dari Abdullah bin Zaid menunjukkan tentang cara adzan yang diketahui melalui mimpi yang terdapat dalam hadits yang panjang. Mimpi Abdullah itu juga diperkuat oleh Umar ibnul Khattab. Dalam hadits tersebut Nabi bersabda;
إنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٍّ إِنْ شَا ءَ اللهُُ فَقُمْ مَعَ بِلاَ لٍ فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَاَيْتَ فَإِنَّهُ أَنْدَي صَوْتًا مِنْكَ
Ia adalah mimpi (ru’ya) yang benar, insya Allah. Pergilah kepada Bilal dan ceritakan apa yang telah engkau lihat (impikan). Sesungguhnya suaranya lebih lantang dari pada suaramu[4]
Hadits yang shahih menyatakan bahwa adzan mulai dikumandangkan di Madinah, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Umar. Jadi, ru’ya (mimpi tentang) adzan terjadi pada tahun pertama hijrah dan direstui oleh Nabi Muhammad sendiri.[5]
“Pada suatu hari Nabi saw mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara memberitahu masuknya waktu shalat dan mengajak orang ramai agar berkumpul ke masjid untuk melakukan shalat berjama’ah. Di dalam musyawarah itu ada beberapa usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu shalat telah masuk. Apabila bendera telah berkibar, hendaklah orang yang melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup terompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi. Ada lagi yang mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang Nasrani. Usul lainnya adalah nyala api di atas bukit. Yang melihat api dinyalakan hendaklah datang menghadiri shalat berjama’ah. Semua usulan yang diajukan itu ditolak oleh Nabi saw. kemudian Umar bin Khathob mengusulkan agar diteriakkan ucapan telah datang waktu shalat. Usul Umar itu diterima oleh Nabi saw, tetapi beliau menukar lafadz  itu dengan ash-shalaatu jaami’ah (marilah shalat berjama’ah).
Sementara itu, pada suatu malam Abdullah bin Zaid bermimpi tentang seorang laki-laki yang datang kepadanya membawa lonceng. Abdullah memohon agar lonceng itu dijual kepadanya. Pembawa lonceng bertanya: Untuk apakan tuan gunakan lonceng ini ?. Abdullah menjawab, kami akan memukulnya untuk memberitahukan telah masuknya waktu shalat kepada umum. Mendengar jawaban tersebut pembawa lonceng berkata; maukah anda saya tunjukkan cara yang lebih baik untuk memberitahukan shalat ?. Abdullah menjawab, itu baik sekali, lalu pembawa lonceng berkata, kumandangkanlah Allahuakbar …. dan seterusnya (lafadz adzan). Pada pagi harinya Abdullah bin Zaid pergi menemui Nabi saw untuk menceritakan mimpinya itu, Nabi saw bersabda: Mimpimu itu mimpi yang benar. Nabi saw memerintahkan Bilal bin Rabah mengumandangkan adzan tersebut. Ketika Bilal hendak menyerukan adzan, datang pula Umar kepada Nabi saw memberitakan bahwa ia juga bermimpi seperti mimpi Abdullah bin Zaid.
Disini kelihatan bahwa lafadz-lafadz adzan yang diajarkan oleh Nabi saw sama dengan lafadz-lafadz yang didengar oleh Abdullah bin Zaid dan Umar bin Khathab dalam mimpinya masing-masing. Meskipun demikian, bukanlah mimpi-mimpi itu yang dijadikan dasar pensyari’atan adzan, karena lafadz-lafadz adzan yang disyar’atkan adalah yang diajarkan oleh oleh Nabi saw sendiri yang kebetulan sama dengan mimpi kedua sahabat tadi. Yang ditunjuk sebagai muadzin (juru adzan) Rasulullah adalah sahabat Bilal bin Rabah”.[6]

C.  Hukum Adzan
Ada dua hal yang dilakukan sebelum memulai shalat fardhu; yaitu adzan dan Iqamah. Hukum Adzan dan Iqamat menurut jumhur ulama adalah sunat muakkad bagi laki-laki yang hendak melakukan shalat berjama’ah di masjid. Kesunahannya ini berlaku untuk semua shalat lima waktu dan juga shalat jum’at. Namun untuk shalat yang lain  seperti shalat hari raya, shalat gerhana matahari, shalat tarawih dan shalat jenazah, shalat nazar adzan dan iqamah tidak disunahkan. Pada shalat-shalat sunat tersebut  hendaklah mengucapkan kalimat ashshalaatu jaami’ah.
Sedangkan untuk kaum wanita menurut ulama madzhab Syafi’i dan Maliki hanya disunnahkan Iqamat saja, dan mereka tidak perlu adzan jika hendak melaksanakan shalat, baik shalatnya sendirian maupun berjama’ah. Menurut ulama Hanafi, Adzan dan Iqamat bagi perempuan adalah makruh.

D.  Syarat-syarat Adzan.
Syarat-syarat adzan penulis salinkan dari Wahbah az-Zuhaili dalam Kitab Fiqh Islam wa Adillatuhu; sebagai berikut;
1.    Masuk Waktu
Semua ahli fiqh sepakat bahwa adzan yang dilakukan sebelum waktu shalat adalah tidak sah dan haram.Jika sudah dilakukan, maka hendaknya diulang lagi stelah masuk waktunya, karena adzan adalah untuk memberitahu tentang masuknya waktu shalat. Pengulangan ini tidak termasuk adzan-adzan yang dilakukan oleh para tukang adzan yang bertugas di setiap masjid yang berbeda-beda.

2.    Menggunakan Bahasa Arab
Adzan untuk shalat berjama’ah dengan menggunakan bahasa Arab. Maka tidaklah sah mengumandangkan adzan dengan bahasa selaian bahasa Arab. Jika seseorang yang bukan Arab, mengumandangkan adzan untuk dirinya sendiri, dan dia tidak mengetahui bahasa Arab, maka menurut ulama Syafi’i dia boleh melakukan dengan bahasa lain. Tapi menurut ulama Hambali dan Hanafi, ia tidak boleh sama sekali karena adzan itu disyari’atkan dalam bentuk bahasa Arab, sama seperti al-Qur’an.[7].
3.    Dapat Didengar oleh sebagian Jama’ah
Mendengarkan kepada sebagia jama’ah adalah salah satu syarat adzan dan iqamah. Termasuk memperdengarkan untuk dirinya sendiri jika dia memang shalat secara sendirian.
4.    Tertib dan Muwaalah (Bersambung tidak terputus-putus)
Cara seperti ini adalah cara yang mengikuti sunnah Rasulullah saw, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lain-lain. Meninggalkan muwaalah ketika mengumandangkan adzan adalah merusak maksud adzan itu seniri, yaitu memberi tahu kepada pihak lain. Oleh sebab itu, adzan juga tidak sah jika dikumandangkan tidak secara tertib. Demikian juga apabila tanpa muwaalah, maka adzan tersebut juga tidak sah. Demikian ulama Syafi’i dan Hambali.
Menurut Ulama Hanafi dan Maliki, mengurutkan kalimat-kalimat adzan dan iqamat serta menjaga muwaalah antara kalimat-kalimatnya adalah sunnah. Meskipun adzan dan iqamah dikumandangkan dengan tidak urut dan tanpa muwaalah, ia tetap dianggap sah, tetapi makruh. Tindakan yang lebih baik adalah hendaknya orang tersebut mengulanginya lagi adzan dan iqamahnya itu.
Sebagian ulama Hambali berpendapat bahwa adzan menjadi batal, jika diselingi dengan percakapan yang haram seperti memaki dan sebagainya, meskipun hanya sedikit. Tetapi jika diselingi dengan percakapan yang dibolehkan oleh syara’, maka ia tidak batal.
5.    Adzan Mestilah Dilakukan oleh Seorang Saja
Jika adzan itu dilakukan oleh seseorng, kemudian disambung oleh orang lain, maka adzan tersebut tidak sah. Begitu juga jika dilakukan oleh dua orang secara bergantian, yaitu seseorang membaca satu kalimat kemudian disambung oleh yang lain (secara berbalas-balasan), maka ia juga tidak sah. Sebab, adzan adalah termasuk ibadah badaniah. Oleh sebab itu, ia tidak sah dilakukan oleh dua orang secara bergiliran dengan cara seorang menyambung lafadz orang lain.
Adzan yang dilakukan oleh sekumpulan orang secara serentak dan setiap orang mengumandangkannya dengan sempurna, maka adzan seperti itu adalah sah. Ulama Maliki menambahkan, melakukan adzan secara berramai-ramai dengan cara sambung-menyambung antara para muadzin adalah makruh. Begitu juga mengumandangkan adzan lebih dari satu untuk satu shalat.
6.    Orang yang Melakukan Adzan Hendaklah Lelaki Muslim yang Berakal
Tidak sah adzan yang dilakukan oleh orang kafir, orang gil, anak-anak yang belum mumayyiz, orang ayan, dan orang yang mabuk. Hal ini disebabkan bukanlah orang-orang yang berkelayakan untuk menjalankan ibadah, yaitu tidak dituntut mempertanggungjawabkan kewajiban-kewajiban ibadah. Tidak sah juga adzan yang dilakukan oleh perempuan, karena adzan adalah haram baginya dan adzan juga tidak disyariatkan untuk mereka. Begitu juga perempuan tidak sah menjadi imam kepada lelaki. Suara mereka dapat menimbulkan fitnah. Adzan juga tidak sah jika dikumandangkan oleh seorang khunsa, sebab tidak diketahui hakikatnya apakah dia lelaki ataupun perempuan. Syarat ini adalah syarat menurut ulama Maliki, Syafii dan Hambali.
Menurut madzhab Hanafi, tukang adzan yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut hukumnya makruh tahrim dan adzan tersebut disunnahkan untuk diulangi (oleh orang lain). Berdasarkan pertimbangan ini, maka ulama hanafi berpendapat orang yang beradzan disunnahkan lelaki yang berakal lagi bertaqwa, dan mengetahui sunnah Rasul serta waktu-waktu shalat. Menurut Jumhur, selain ulama Maliki muadzdzin tidak disyaratkan baligh ataupun adil. Oleh sebab itu, adzan yang dilakukan oleh anak-anak yang mumayyiz dan lelaki yang fasik adalah sah. Meskipun demikian, orang yang melakukan adzan disunnahkan orang yang sudah baligh, adil dan amanah.

E.     Hal-hal Sunnah yang Perlu Dilakukan Sewaktu Adzan
1.      Orang yang adzan hendaklah orang yang suaranya lantang dan bagus.
2.      Adzan hendaknya dikumandangkan dengan bediri
3.      Muadzdzin hendaklah orang yang merdeka, baligh, adil, amanah, shaleh dan mengetahui waktu-waktu shalat.
4.      Muadzin hendaklah dalam keadaan suci dari hadats
5.      Muadzin hendaklah orang yang dapat melihat karena orang buta tidak mengetahui waktu
6.      Hendaklah muadzin meletakkan jari tangannya di kedua telinganya
7.      Hendaklah muadzin mengumandangkan adzan dengan cara berhenti sebentar di antara dua kalimat adzan
8.      Semasa mengumandangkan adzan dan iqamah hendaklah menghadap kiblat
9.      Hendaklah adzan dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWT
10.  Muadzin tidak boleh lebih dari dua orang
11.  Muadzin tidak boleh berbicara ketika mengumandangkan adzan
12.  Orang yang mendengar adzan hendaklah menyahutnya secara perlahandengan lafadz-lafadz yang diucapkan oleh muadzin, kecuali pada kalimat hayya ‘alaa as-shalah, dan hayya ‘alaa al-falaah, yang keduanya disahut dengan laa hawla wa laa quwwata illaa bi Allah.
13.  Disunnahkan adzan pada awal waktu
14.  Boleh mengundang pemimpin untuk shalat
15.  Disunnahkan tidak berdiri sebelum selesai.
16.  Membaca do’a stetelah adzan.

F.      Fadilah Adzan
Ada beberapa fadilah dari adzan antara lain sebagai berikut;
1.    Meninggalkan adzan dan iqamah dalam shalat akan dikalahkan oleh syetan. Hadits yang menjelaskan hal ini adalah hadits Abi Darda’ riwayat Imam Ahmad.
مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ يُؤَذِّّنُوْنَ وَلاَتُقَامُ فِيْهِمُ الصَّلاَةُ إِلاَّ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ.
          Tidak akan ada tiga orang yang tidak adzan dan tidak iqamah dalam shalat mereka, melainkan syetan akan mengalahkannya.
2.    Muadzin adalah orang yang paling panjang lehernya. Hal ini berdasarkan hadits dari Mu’awiyah, riwayat Imam Ahmad, Imam Muslim, dan Imam ibnu Majah.
إِنَّ المُؤَذِّنِيْنَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ القِيَامَةِ
ٍ             Sesungguhnya muadzin itu adalah orang yang paling panjang lehernya kelak di hari kiamat.
             Maksud dari hadits ini menurut al-Qadhy Iyadh adalah orang yang paling cepat masuk surga.
3.    Para muadzin di do’akan untuk mendapatkan ampunan berdasar hadits dari Abi Hurairah riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidziy.

الإمَامُ ضَامِنٌ وَالمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ اللَّهُمَّ أَرْشِدِ الأئِمَةَ وَاغْفِرْ للِمُؤَذِّنَيْنَ.
          Imam itu adalah penanggungjawab (dhamin), Muadzin adalah orang yang dipercayai (amanat). Oleh karena itu ya Allah pimpinlah para imam itu, dan berilah ampunan bagi para muadzin.
4.    Pahala orang yang mengumandangkan adzan adalah besar. Hadits dari Abu Hurairah, riwayat Muttafaq alaih.

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوْا عَلَيْه
Kalaulah orang-orang mengetahui yang ada dalam adzan dan pahala yang terdapat dalam barisan pertama shalat, kemudian mereka tidak ada jalan untuk mendapatkannya selain dengan cara membuat undian, niscaya mereka akan melakukan undian itu.
5.    Benda yang kering dan basah menjadi saksi bagi muadzi.  Hadits dari Abi Hurairah, riwayat lima ahli hadits kecuali al-Tirmidziy.
وَالمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ بِمَدٍّ صَوْتِهِ وَيُصَدِّقُهُ مَنْ سَمِعَهُ مِنْ رَطْبٍ وَيَا بِسٍ
             Orang yang adzan diampuni dosanya sejauh suaranya. Dan setiap benda yang kering dan basah akan menjadi saksi baginya.
G.    Adzan Untuk Selain Shalat
Selain adzan untuk shalat, disunnahkan juga mengumandangkan adzan dalam beberapa hal sebagai berikut;
1.    Adzan di telinga kanan bayi yang baru lahir, begitu juga sunnah dibacakan iqamah pada telinga kiri. Sebab, Nabi Muhammad saw adzan di telinga Hasan ketika dilahirkan oleh Fatimah.
2.    Adzan sewaktu terjadi kebakaran, waktu perang, dan sewaktu ada orang yang hendak melakukan perjalanan jauh (musafir).
3.    Adzan di telinga orang yang berduka cita, orang yang jatuh, orang yang marah, atau manusia yang menjadi liar perangainya dan juga orang yang dirasuki jin atau setan. Rasukan setan atau jin dapat dicegah dengan adzan. Karena apabila setan mendengarkan adzan, dia akan lari.
H.    Do’a Setelah Adzan
Adapun do’a sesudah adzan sesuai hadits berikut;
اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ


“Ya Allah, Tuhan Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah Al-Wasilah (derajat di Surga, yang tidak akan diberikan selain kepada Nabi r) dan fadhilah kepada Muhammad. Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan” (HR. Bukhari)
Wallahu a’lam bi al-shawaab.
Karawang, 5-4-2018
مشكور منصور
Daftar Bacaan

Al-Imam Muhammad al-Syaukani, Nailul Authar, ter. Adib Bisri Musthafa, Semarang, CV. Asy Syifa, jilid II 1994.

Kafrawi Ridwan dkk, Editor, Ensiklopedi Islam,  Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jilid I, 1994.

Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam wa ‘Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie’ al-Kattani. dkk, Jakarta, Gema Insani Press, Vol. I, 2016.

Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, terj. Abu Hayyie al-Kattani dkk, Jakarta, Gema insani Press, Jilid III, 2016.


[1] Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, terj. Abu Hayyie al-Kattani dkk, Jakarta, Gema insani Press, Jilid III, 2016, hlm. 574.
[2] Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam wa ‘Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie’ al-Kattani. dkk, Jakarta, Gema Insani Press, Vol. I, 2016, hlm. 573.
[3] Ibid
[4] Al-Imam Muhammad al-Syaukani, Nailul Authar, ter. Adib Bisri Musthafa, Semarang, CV. Asy Syifa, jilid II 1994, HLM. 28.
[5] Wahbah al-Zuhaili,  Fiqh Islam wa Adilatuhu, hlm. 574.
[6] Kafrawi Ridwan dkk, Editor, Ensiklopedi Islam,  Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jilid I, 1994, hlm. 197.
[7] Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, hlm. 580.
Share:

Postingan Populer

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.