Adzan
Oleh Masykur H
Mansyur (IAIN Syekh Nurjati Cirebon DPK Unsika Karawang)
A. Pendahuluan
Ada satu puisi
dengan judul Ibu Indonesia, yang dibacakan oleh ibu Sukmawati Soekarnoputri
pada gelaran "29 Tahun Anne Avantie Berkarya" dalam acara Indonesia
Fashion Week, Kamis (29/3) lalu. Sebagaian isi puisinya memantik kontroversi di
berbagai kalangan, baik pro maupun kontra, khususnya di kalangan umat Islam. Sebagian
umat muslim menilai puisi itu tak pantas karena membandingkan konde dengan
cadar, dan kidung ibu dengan alunan azan. Dalam bagian puisi tersebut beliau
berujar “Aku tak tahu syariat Islam yang ku tahu sari konde ibu Indonesia
sangatlah indah, lebih cantik dari cadar dirimu ….. Aku tak tahu syariat Islam,
yang kutahu suara kidung ibu Indonesia lebih merdu dari alunan azanmu…..
Pada tulisan
ini penulis, membahas tentang betapa pentingnya adzan bagi umat Islam. Karena adzan
merupakan tanda masuknya waktu shalat, sekaligus ajakan untuk melaksanakan
shalat fardhu.
Kalimat yang
terkandung dalam lafadz adzan adalah kalimat sakral dan suci. Sebab kalimat yang terdapat di dalamnya adalah kalimat kesaksian
akan kebesaran Allah (Allah Yang Maha Besar dan kesaksian kepada kerasulan
Muhammad (Muhammad Rasulullah). Kemudian mengajak manusia untuk shalat,
(marilah shalat), marilah menuju kemenangan dan seterusnya. Kalimat ini
mempunyai karakter tersendiri yaitu disebut dua kali (bagi tiap-tiap
kalimatnya). Ketika muadzin mengucapkan lafadz adzan tersebut, maka siapapun
yang mendengarkannya akan mengikuti ucapan tersebut sesuai dengan yang
diucapkan oleh mu’adzin kecuali ketika muadzin mengucapkan haiyya ‘alaa as-shalaah
maka dijawab oleh yang mendengarkan laa hawla wa laa quawwata illa bi Allah,
begitu juga ketika diperdengarkan hayya alaa al-falaah maka dijawab dengan
kalimat laa hawla wa laa quwwata illaa bi Allah. Khusus pada adzan subuh ada
tambahan ash-shalaatu khairun min an-naum (Shalat itu lebih baik dari pada
tidur), kemudian dijawab dengan kalimat singkat shadaqta wa bararta (semoga
kamu mempunyai banyak kebaikan dan kebajikan).
Dalam al-Qur’an
disebutkan apabila ada orang yang menyeru untuk mengerjakan shalat, akan tetapi
mereka menjadikannya sebagai ejekan dan permainan, mereka itu termasuk kaum
yang tidak mau menggunakan akal. Perhatikan surat al-Maidah 5 [58]
وَإِذَا
نَادَيۡتُمۡ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ ٱتَّخَذُوهَا هُزُوٗا وَلَعِبٗاۚ ذَٰلِكَ
بِأَنَّهُمۡ قَوۡمٞ لَّا يَعۡقِلُونَ ٥٨
58. Dan apabila
kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah
ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum
yang tidak mau mempergunakan akal.
Wahbah
az-Zuhaili dalam tafsir al-Munir menafsirkan ayat ini adalah ketika kalian
menyeru kepada shalat dengan mengumandangkan adzan, mereka juga menjadikannya
sebagai bahan keterwaan, ejekan, permainan, guyonan, olok-olokan dan cemoohan.
Karena mereka adalah orang-orang yang tidak memahami esensi dan substansi
beribadah kepada Allah SWT dan syari’at-syari’at-Nya. Ini semua adalah
ciri-ciri para pengikut dan kroni-kroni setan yang ketika mendengar kumandang
adzan langsung lari terbirit-birit sampai ia tidak mendengarnya
Jadi adzan merupakan kalimat langit, bukan
kalimat bumi karena berisi kesaksian atas nama Allah dan Rasul-Nya, dan
mengajak untuk beribadah kepada Allah SWT. Karakter
lainnya adalah untuk mengetahui ada tidaknya penduduk muslim di suatu tempat
adalah dengan terdengarnya suara kumandang adzan di tempat tersebut. Ini
artinya bahwa kedudukan adzan dalam Islam selain merupakan ibadah juga sebagai
syiar agama.
A.
Pengertian
Adzan
Secara sederhana
adzan artinya memberitahu. Maksudnya disini memberitahu bahwa waktu shalat
fardhu sudah masuk. Wahbah al-Zuhali mengatakan bahwa arti adzan menurut bahasa
(etimologi) adalah al-I’laam (memberi tahu).
Arti ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT surat al-Tubah 9:[3]
وَأَذَٰنٞ
مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦٓ إِلَى ٱلنَّاسِ …..
Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada
umat manusia ….
Dan surat al-Hajj 22:[27].
وَأَذِّن
فِي ٱلنَّاسِ بِٱلۡحَجِّ
27. Dan
berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji,
Adapun
arti adzan menurut istilah syara’ adalah gabungan perkataan tertentu yang
digunakan untuk mengetahui waktu shalat fardhu, atau dapat juga diartikan
sebagai pemberitahuan tentang waktu shalat dengan lafadz-lafadz tertentu.
Lafadz-lafadz yang
terkandung dalam adzan adalah Allahuakbar 2 kali, Allahuakbar 2 kali, asyhadu
an-la ilaaha illa Allah 2 kali, asyhadu anna Muhammadan Rasul Allah 2 kali
hayyi ‘ala as-shalaah 2 kali, hayya ‘ala al-falaah 2 kali, Allahuakbar 2 kali,
la ilaaha illa Allah 1 kali. Pada adzan subuh sesudah kalimat hayya ‘ala
al-falaah, yang kedua atau menjelang kalimat takbir terakhir ditambahkan
kalimat ashshalaatu khairun min an-naum 2 kali.
B.
Sejarah
Adzan
Dalam sejarahnya adzan
diperkenalkan kepada Nabi Muhammad saw; berdasarkan hadits al-Bazzar
meriwayatkan, “Nabi Muhammad saw pada malam isra’ telah dikenalkan dengan adzan
dan beliau diperdengarkan adzan di atas langit yang ke tujuh. Kemudian Jibril
mendatanginya, dan beliau menjadi imam ahli langit. Diantara mereka adalah Nabi
Adam dan Nabi Nuh as. Allah SWT menyempurnakan kemuliaannya melebihi penduduk
langit dan bumi.Tetapi hadits ini adalah gharib.
Hadits dari Abdullah
bin Zaid menunjukkan tentang cara adzan yang diketahui melalui mimpi yang
terdapat dalam hadits yang panjang. Mimpi Abdullah itu juga diperkuat oleh Umar
ibnul Khattab. Dalam hadits tersebut Nabi bersabda;
إنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٍّ إِنْ شَا ءَ اللهُُ
فَقُمْ مَعَ بِلاَ لٍ فَأَلْقِ عَلَيْهِ مَا رَاَيْتَ فَإِنَّهُ أَنْدَي صَوْتًا
مِنْكَ
Ia adalah mimpi
(ru’ya) yang benar, insya Allah. Pergilah kepada Bilal dan ceritakan apa yang
telah engkau lihat (impikan). Sesungguhnya suaranya lebih lantang dari pada
suaramu
Hadits yang
shahih menyatakan bahwa adzan mulai dikumandangkan di Madinah, seperti yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Umar. Jadi, ru’ya (mimpi tentang) adzan
terjadi pada tahun pertama hijrah dan direstui oleh Nabi Muhammad sendiri.
“Pada suatu
hari Nabi saw mengumpulkan para sahabat untuk memusyawarahkan bagaimana cara
memberitahu masuknya waktu shalat dan mengajak orang ramai agar berkumpul ke
masjid untuk melakukan shalat berjama’ah. Di dalam musyawarah itu ada beberapa
usulan. Ada yang mengusulkan supaya dikibarkan bendera sebagai tanda waktu
shalat telah masuk. Apabila bendera telah berkibar, hendaklah orang yang
melihatnya memberitahu kepada umum. Ada juga yang mengusulkan supaya ditiup
terompet seperti yang biasa dilakukan oleh pemeluk agama Yahudi. Ada lagi yang
mengusulkan supaya dibunyikan lonceng seperti yang biasa dilakukan oleh orang
Nasrani. Usul lainnya adalah nyala api di atas bukit. Yang melihat api
dinyalakan hendaklah datang menghadiri shalat berjama’ah. Semua usulan yang
diajukan itu ditolak oleh Nabi saw. kemudian Umar bin Khathob mengusulkan agar
diteriakkan ucapan telah datang waktu shalat. Usul Umar itu diterima oleh Nabi
saw, tetapi beliau menukar lafadz itu
dengan ash-shalaatu jaami’ah (marilah shalat berjama’ah).
Sementara itu,
pada suatu malam Abdullah bin Zaid bermimpi tentang seorang laki-laki yang
datang kepadanya membawa lonceng. Abdullah memohon agar lonceng itu dijual
kepadanya. Pembawa lonceng bertanya: Untuk apakan tuan gunakan lonceng ini ?.
Abdullah menjawab, kami akan memukulnya untuk memberitahukan telah masuknya
waktu shalat kepada umum. Mendengar jawaban tersebut pembawa lonceng berkata;
maukah anda saya tunjukkan cara yang lebih baik untuk memberitahukan shalat ?.
Abdullah menjawab, itu baik sekali, lalu pembawa lonceng berkata,
kumandangkanlah Allahuakbar …. dan seterusnya (lafadz adzan). Pada pagi harinya
Abdullah bin Zaid pergi menemui Nabi saw untuk menceritakan mimpinya itu, Nabi
saw bersabda: Mimpimu itu mimpi yang benar. Nabi saw memerintahkan Bilal bin
Rabah mengumandangkan adzan tersebut. Ketika Bilal hendak menyerukan adzan,
datang pula Umar kepada Nabi saw memberitakan bahwa ia juga bermimpi seperti
mimpi Abdullah bin Zaid.
Disini
kelihatan bahwa lafadz-lafadz adzan yang diajarkan oleh Nabi saw sama dengan
lafadz-lafadz yang didengar oleh Abdullah bin Zaid dan Umar bin Khathab dalam
mimpinya masing-masing. Meskipun demikian, bukanlah mimpi-mimpi itu yang
dijadikan dasar pensyari’atan adzan, karena lafadz-lafadz adzan yang
disyar’atkan adalah yang diajarkan oleh oleh Nabi saw sendiri yang kebetulan
sama dengan mimpi kedua sahabat tadi. Yang ditunjuk sebagai muadzin (juru
adzan) Rasulullah adalah sahabat Bilal bin Rabah”.
C.
Hukum
Adzan
Ada dua hal
yang dilakukan sebelum memulai shalat fardhu; yaitu adzan dan Iqamah. Hukum
Adzan dan Iqamat menurut jumhur ulama adalah sunat muakkad bagi laki-laki yang
hendak melakukan shalat berjama’ah di masjid. Kesunahannya ini berlaku untuk
semua shalat lima waktu dan juga shalat jum’at. Namun untuk shalat yang
lain seperti shalat hari raya, shalat
gerhana matahari, shalat tarawih dan shalat jenazah, shalat nazar adzan dan
iqamah tidak disunahkan. Pada shalat-shalat sunat tersebut hendaklah mengucapkan kalimat ashshalaatu
jaami’ah.
Sedangkan untuk
kaum wanita menurut ulama madzhab Syafi’i dan Maliki hanya disunnahkan Iqamat
saja, dan mereka tidak perlu adzan jika hendak melaksanakan shalat, baik
shalatnya sendirian maupun berjama’ah. Menurut ulama Hanafi, Adzan dan Iqamat
bagi perempuan adalah makruh.
D.
Syarat-syarat
Adzan.
Syarat-syarat
adzan penulis salinkan dari Wahbah az-Zuhaili dalam Kitab Fiqh Islam wa
Adillatuhu; sebagai berikut;
1.
Masuk
Waktu
Semua ahli fiqh sepakat bahwa adzan yang dilakukan sebelum waktu
shalat adalah tidak sah dan haram.Jika sudah dilakukan, maka hendaknya diulang
lagi stelah masuk waktunya, karena adzan adalah untuk memberitahu tentang
masuknya waktu shalat. Pengulangan ini tidak termasuk adzan-adzan yang
dilakukan oleh para tukang adzan yang bertugas di setiap masjid yang
berbeda-beda.
2.
Menggunakan
Bahasa Arab
Adzan untuk shalat berjama’ah dengan menggunakan bahasa Arab. Maka
tidaklah sah mengumandangkan adzan dengan bahasa selaian bahasa Arab. Jika
seseorang yang bukan Arab, mengumandangkan adzan untuk dirinya sendiri, dan dia
tidak mengetahui bahasa Arab, maka menurut ulama Syafi’i dia boleh melakukan
dengan bahasa lain. Tapi menurut ulama Hambali dan Hanafi, ia tidak boleh sama
sekali karena adzan itu disyari’atkan dalam bentuk bahasa Arab, sama seperti
al-Qur’an..
3.
Dapat
Didengar oleh sebagian Jama’ah
Mendengarkan kepada sebagia jama’ah adalah salah satu syarat adzan
dan iqamah. Termasuk memperdengarkan untuk dirinya sendiri jika dia memang shalat
secara sendirian.
4.
Tertib
dan Muwaalah (Bersambung tidak terputus-putus)
Cara seperti ini adalah cara yang mengikuti sunnah Rasulullah saw,
seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lain-lain. Meninggalkan muwaalah
ketika mengumandangkan adzan adalah merusak maksud adzan itu seniri, yaitu
memberi tahu kepada pihak lain. Oleh sebab itu, adzan juga tidak sah jika
dikumandangkan tidak secara tertib. Demikian juga apabila tanpa muwaalah, maka
adzan tersebut juga tidak sah. Demikian ulama Syafi’i dan Hambali.
Menurut Ulama Hanafi dan Maliki, mengurutkan kalimat-kalimat adzan
dan iqamat serta menjaga muwaalah antara kalimat-kalimatnya adalah sunnah.
Meskipun adzan dan iqamah dikumandangkan dengan tidak urut dan tanpa muwaalah,
ia tetap dianggap sah, tetapi makruh. Tindakan yang lebih baik adalah hendaknya
orang tersebut mengulanginya lagi adzan dan iqamahnya itu.
Sebagian ulama Hambali berpendapat bahwa adzan menjadi batal, jika
diselingi dengan percakapan yang haram seperti memaki dan sebagainya, meskipun
hanya sedikit. Tetapi jika diselingi dengan percakapan yang dibolehkan oleh
syara’, maka ia tidak batal.
5.
Adzan
Mestilah Dilakukan oleh Seorang Saja
Jika adzan itu dilakukan oleh seseorng, kemudian disambung oleh
orang lain, maka adzan tersebut tidak sah. Begitu juga jika dilakukan oleh dua
orang secara bergantian, yaitu seseorang membaca satu kalimat kemudian
disambung oleh yang lain (secara berbalas-balasan), maka ia juga tidak sah.
Sebab, adzan adalah termasuk ibadah badaniah. Oleh sebab itu, ia tidak sah
dilakukan oleh dua orang secara bergiliran dengan cara seorang menyambung
lafadz orang lain.
Adzan yang dilakukan oleh sekumpulan orang secara serentak dan
setiap orang mengumandangkannya dengan sempurna, maka adzan seperti itu adalah
sah. Ulama Maliki menambahkan, melakukan adzan secara berramai-ramai dengan
cara sambung-menyambung antara para muadzin adalah makruh. Begitu juga
mengumandangkan adzan lebih dari satu untuk satu shalat.
6.
Orang
yang Melakukan Adzan Hendaklah Lelaki Muslim yang Berakal
Tidak sah adzan yang dilakukan oleh orang kafir, orang gil,
anak-anak yang belum mumayyiz, orang ayan, dan orang yang mabuk. Hal ini
disebabkan bukanlah orang-orang yang berkelayakan untuk menjalankan ibadah,
yaitu tidak dituntut mempertanggungjawabkan kewajiban-kewajiban ibadah. Tidak
sah juga adzan yang dilakukan oleh perempuan, karena adzan adalah haram baginya
dan adzan juga tidak disyariatkan untuk mereka. Begitu juga perempuan tidak sah
menjadi imam kepada lelaki. Suara mereka dapat menimbulkan fitnah. Adzan juga
tidak sah jika dikumandangkan oleh seorang khunsa, sebab tidak diketahui
hakikatnya apakah dia lelaki ataupun perempuan. Syarat ini adalah syarat
menurut ulama Maliki, Syafii dan Hambali.
Menurut madzhab Hanafi, tukang adzan yang tidak memenuhi syarat-syarat
tersebut hukumnya makruh tahrim dan adzan tersebut disunnahkan untuk diulangi
(oleh orang lain). Berdasarkan pertimbangan ini, maka ulama hanafi berpendapat
orang yang beradzan disunnahkan lelaki yang berakal lagi bertaqwa, dan
mengetahui sunnah Rasul serta waktu-waktu shalat. Menurut Jumhur, selain ulama
Maliki muadzdzin tidak disyaratkan baligh ataupun adil. Oleh sebab itu, adzan
yang dilakukan oleh anak-anak yang mumayyiz dan lelaki yang fasik adalah sah.
Meskipun demikian, orang yang melakukan adzan disunnahkan orang yang sudah
baligh, adil dan amanah.
E.
Hal-hal
Sunnah yang Perlu Dilakukan Sewaktu Adzan
1.
Orang
yang adzan hendaklah orang yang suaranya lantang dan bagus.
2.
Adzan
hendaknya dikumandangkan dengan bediri
3.
Muadzdzin
hendaklah orang yang merdeka, baligh, adil, amanah, shaleh dan mengetahui
waktu-waktu shalat.
4.
Muadzin
hendaklah dalam keadaan suci dari hadats
5.
Muadzin
hendaklah orang yang dapat melihat karena orang buta tidak mengetahui waktu
6.
Hendaklah
muadzin meletakkan jari tangannya di kedua telinganya
7.
Hendaklah
muadzin mengumandangkan adzan dengan cara berhenti sebentar di antara dua
kalimat adzan
8.
Semasa
mengumandangkan adzan dan iqamah hendaklah menghadap kiblat
9.
Hendaklah
adzan dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWT
10.
Muadzin
tidak boleh lebih dari dua orang
11.
Muadzin
tidak boleh berbicara ketika mengumandangkan adzan
12.
Orang
yang mendengar adzan hendaklah menyahutnya secara perlahandengan lafadz-lafadz
yang diucapkan oleh muadzin, kecuali pada kalimat hayya ‘alaa as-shalah, dan
hayya ‘alaa al-falaah, yang keduanya disahut dengan laa hawla wa laa quwwata
illaa bi Allah.
13.
Disunnahkan
adzan pada awal waktu
14.
Boleh
mengundang pemimpin untuk shalat
15.
Disunnahkan
tidak berdiri sebelum selesai.
16.
Membaca
do’a stetelah adzan.
F.
Fadilah
Adzan
Ada beberapa fadilah dari adzan antara lain sebagai berikut;
1. Meninggalkan adzan dan iqamah dalam shalat akan dikalahkan oleh
syetan. Hadits yang menjelaskan hal ini adalah hadits Abi Darda’ riwayat Imam
Ahmad.
مَا مِنْ
ثَلَاثَةٍ يُؤَذِّّنُوْنَ وَلاَتُقَامُ فِيْهِمُ الصَّلاَةُ إِلاَّ اسْتَحْوَذَ
عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ.
Tidak akan ada
tiga orang yang tidak adzan dan tidak iqamah dalam shalat mereka, melainkan
syetan akan mengalahkannya.
2.
Muadzin adalah orang yang paling
panjang lehernya. Hal ini berdasarkan hadits
dari Mu’awiyah, riwayat Imam Ahmad, Imam Muslim, dan Imam ibnu Majah.
إِنَّ
المُؤَذِّنِيْنَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ القِيَامَةِ
ٍ Sesungguhnya
muadzin itu adalah orang yang paling panjang lehernya kelak di hari kiamat.
Maksud dari hadits ini menurut
al-Qadhy Iyadh adalah orang yang paling cepat masuk surga.
3.
Para
muadzin di do’akan untuk mendapatkan ampunan berdasar hadits dari Abi Hurairah
riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidziy.
الإمَامُ
ضَامِنٌ وَالمُؤَذِّنُ مُؤْتَمَنٌ اللَّهُمَّ أَرْشِدِ الأئِمَةَ وَاغْفِرْ
للِمُؤَذِّنَيْنَ.
Imam itu adalah penanggungjawab (dhamin), Muadzin adalah orang yang
dipercayai (amanat). Oleh karena itu ya Allah pimpinlah para imam itu, dan
berilah ampunan bagi para muadzin.
4.
Pahala
orang yang mengumandangkan adzan adalah besar. Hadits dari Abu Hurairah,
riwayat Muttafaq alaih.
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ
وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوْا عَلَيْه
Kalaulah orang-orang mengetahui yang ada dalam
adzan dan pahala yang terdapat dalam barisan pertama shalat, kemudian mereka
tidak ada jalan untuk mendapatkannya selain dengan cara membuat undian, niscaya
mereka akan melakukan undian itu.
5.
Benda
yang kering dan basah menjadi saksi bagi muadzi. Hadits dari Abi Hurairah, riwayat lima ahli
hadits kecuali al-Tirmidziy.
وَالمُؤَذِّنُ
يُغْفَرُ لَهُ بِمَدٍّ صَوْتِهِ وَيُصَدِّقُهُ مَنْ سَمِعَهُ مِنْ رَطْبٍ وَيَا
بِسٍ
Orang yang adzan diampuni dosanya
sejauh suaranya. Dan setiap benda yang kering dan basah akan menjadi saksi
baginya.
G.
Adzan
Untuk Selain Shalat
Selain adzan
untuk shalat, disunnahkan juga mengumandangkan adzan dalam beberapa hal sebagai
berikut;
1.
Adzan
di telinga kanan bayi yang baru lahir, begitu juga sunnah dibacakan iqamah pada
telinga kiri. Sebab, Nabi Muhammad saw adzan di telinga Hasan ketika dilahirkan
oleh Fatimah.
2.
Adzan
sewaktu terjadi kebakaran, waktu perang, dan sewaktu ada orang yang hendak
melakukan perjalanan jauh (musafir).
3.
Adzan
di telinga orang yang berduka cita, orang yang jatuh, orang yang marah, atau
manusia yang menjadi liar perangainya dan juga orang yang dirasuki jin atau
setan. Rasukan setan atau jin dapat dicegah dengan adzan. Karena apabila setan
mendengarkan adzan, dia akan lari.
H.
Do’a
Setelah Adzan
Adapun do’a sesudah adzan sesuai hadits berikut;
اَللَّهُمَّ
رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا
الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ
وَعَدْتَهُ
“Ya Allah, Tuhan Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini
dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah Al-Wasilah (derajat di Surga, yang
tidak akan diberikan selain kepada Nabi r) dan fadhilah kepada Muhammad. Dan
bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau
janjikan” (HR. Bukhari)
Wallahu a’lam bi al-shawaab.
Karawang, 5-4-2018
مشكور منصور
Daftar Bacaan
Kafrawi Ridwan
dkk, Editor, Ensiklopedi Islam, Jakarta,
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jilid I, 1994.