Khutbah Jum’at Menyikapi Kekeringan yang Melanda Indonesia
Oleh Masykur H Mansyur (IAIN Syekh Nurjati Cirebon DPK
Unsika Karawang)
Indonesia
merupakan salah satu Negara terkaya dalam sumber daya air karena menyimpan
potensi air dunia, tetapi sebagian besar wilayah Indonesia terancam kekurangan
air bahkan akan mengakibatkan kehabisan air. Pemerintah mempridiksi musim kemarau
tahun ini akan lebih kering dari tahun 2018 yang lalu.
Berdasarkan
data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) musim kemarau yang
melanda sejumlah wilayah Indonesia terjadi mulai Juli sampai Oktober 2019.
Sedangkan hasil perkiraan curah hujan, menurut BMKG, sebanyak 64,94 persen
wilayah Indonesia mengalami curah hujan kategori rendah (dibawah 100 mm/bulan
pada bulan Agustus 2019. Dan pada tahun 2019 ini akan terjadi kemarau panjang
yang diakibatkan oleh beberapa faktor seperti fenomena El Nino, kuatnya Muson
Australia,dn anomali peningkatan suhu udara akibat perubahan iklim.
Untuk menghadapi musim kekeringan ini menurut
hemat kami diperlukan beberapa langkah untuk menyikapinya, yaitu;
1. Bertaubat
kepada Allah.
Dikisahkan bahwa suatu ketika Bani Israil dilanda
kekeringan yang panjang. Tanah kering, cadangan air habis dan rerumputanpun
layu. Kondisi seperti itu menjadikan masyarakat kesusahan untuk mendapatkan air
bersih. Melihat kondisi yang serba susah tersebut, Nabi Musa a.s mengajak kaumnya untuk menunaikan istisqa, dan
do’a bersama memohon petunjuk kepada Allah SWT agar diturunkan hujan. Ketika
itupun dilaksanakanlah shalat istisqa dan do’a bersama, namun hujan belum juga
turun. Setelah berulangkali dilakukan, ternyata hujan tak kunjung turun juga.
Sehingga Allah mengabarkan kepada Nabi Musa bahwa ada diantara kaumnya dari
Bani Israil tersebut seorang yang gemar dengan perbuatan maksiat. Itulah
sebabnya Allah enggan untuk menurunkan hujan kepada Bani Israil.
Kemudian Nabi Musa menyampaikan kabar dari Allah tersebut dan mengharapkan
agar yang merasa berbuat maksiat tersebut segera keluar dan mengaku bahwa
dialah pelakunya. Namun tidak ada seorangpun dari Bani Israil yang keluar untuk
mengakui perbuatan maksiat tersebut, berkenaan dengan itu hujanpun tak
turun-turun.
Mendengar apa yang disampaikan
oleh Nabi Musa, seseorang yang berbuat maksiat tersebut merasa malu. Ia akan
dilecehkan dan dihinakan jika ia menuruti apa yang diperintahkan Nabi Musa
untuk menampakkan diri dari kaum mereka. Akan tetapi, jika tidak keluar untuk
menampakkan diri, maka hujan pun tak kunjung turun dan kekeringan akan semakin
panjang saja entah sampai kapan akhirnya.
Orang yang berbuat maksiat
tersebut kemudian mengadu kepada Allah dalam hati bahwa ia jika keluar
menampakkan diri dari kaumnya, maka semua orang akan tahu bahwa dialah yang
menyebakan hujan tak kunjung turun. Jika semua orang tahu, ia akan sangat
merasa malu dan akan dipermalukan sedemikian rupa. Oleh karena itu secara
diam-diam ia bertaubat kepada Allah dengan sungguh-sungguh, dan taubatnya
diterim Maka hujan-pun turun dengan derasnya secara tiba-tiba. Nabi Musa heran
dengan hujan tersebut karena sejak tadi belum ada seorangpun yang keluar, tapi
hujan sudah turun. Allah-pun mengabarkan kepada Nabi Musa, bahwa orang yang
gemar berbuat maksiat tersebut sudah bertobat, dan tobatnya diterima.
Kisah di atas mengajarkan kepada kita tentang dahsyatnya taubat. Dalam
al-Qur’an surat al-Tahrim Hud 11 [52]
وَيَٰقَوۡمِ
ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِ يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ
عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا وَيَزِدۡكُمۡ قُوَّةً
إِلَىٰ
قُوَّتِكُمۡ وَلَا تَتَوَلَّوۡاْ مُجۡرِمِينَ ٥٢
Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun
kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang
sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah
kamu berpaling dengan berbuat dosa".
Prof. Wahbah al-Zuhaili dalam tafsir al-Munir menafsirkan
ayat ini; bahwa wahai kaumku, mintalah ampunan dari Allah dari perbuatan syirik,
kafir an dosa-dosa yang lalu, dan tuluskanlah
tobat kalian itu kepada-Nya, dan tentang apa yang kalian hadapi. Jika
kalian telah memohon ampun dan betobat, Allah akan mengirim air hujan kepada
kalian secara terus-menerus, dan karena
memang mereka amat butuh kepada hujan itu setelah lama tidak turun
kepada mereka, karena mereka adalah para pemilik ladang pertanian dan
perkebunan. Allah swt juga akan menambahkan kekuatan kepada kekuatan kalian
dengan harta dan anak keturunan, menambahkan kemuliaan kepada kemuliaan kalian,
dan mereka adalah kabilah yang kuat dan perkasa sangat butuh kepada kekuatan dan
keperkasaan atas orang lain......
2. Shalat Istisqa’
Shalat sunah Itisqa’dilakukan karena di sebagian besar
wilayah Indonesia terjadi kemarau
panjang sehingga berdampak sangat besar pada segala sendi kehidupan masyarakat.
Bukan hanya petani yang sawahnya kering, tumbuh-tumbuhan mati serta manusia dan
hewan kekurangan air. Kemarau juga memicu banyak hutan dan lahan terbakar,
sehingga menjadi sebab fenomena kabut asap yang kian hari makin meluas di beberapa wilayah Indonesia. Belum lagi soal
listrik yang terpaksa mati karena tenaga pembangkit kurang pasokan air. Namun
demikian, kita sebagai umat yang beragama dan memahami syariat Islam tidak dibenarkan untuk berputus asa. Pemerintah
telah melakukan segala upaya untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan.
Dalam ajaran agama menganjurkan kita,
ketika dalam keadaan kekeringan dan sulit mendapatkan air, untuk melaksanakan
Shalat Istisqa’ atau shalat minta turun hujan.
Shalat Istisqa’ merupakan salah satu sunnah Nabi Muhammad
saw. Para ulama’ menghukuminya sebagai amalan sunnah muakkadah. Sunnah
yang sangat dianjurkan untuk melaksanakannya, karena memang Nabi ketika masa
paceklik melaksanakan shalat istisqa’ dengan mengajak para sahabatnya untuk
melakukannya bersama., “Nabi Muhammad saw keluar menuju mushalla untuk meminta
hujan, lalu beliau menghadap kiblat dan melaksanakan shalat dua raka’at, lalu
memutar selendangnya: memutar yang kanan kesebelah kiri.” HR. Bukhori dan
Muslim.
Dalam hadits lain disebutkan;
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ،
قَالَ: حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ هِشَامِ بْنِ إِسْحَاقَ وَهُوَ
ابْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ كِنَانَةَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: أَرْسَلَنِي الوَلِيدُ
بْنُ عُقْبَةَ وَهُوَ أَمِيرُ الْمَدِينَةِ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَسْأَلُهُ عَنْ
اسْتِسْقَاءِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَأَتَيْتُهُ،
فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مُتَبَذِّلاً
مُتَوَاضِعًا مُتَضَرِّعًا، حَتَّى أَتَى الْمُصَلَّى،
فَلَمْ يَخْطُبْ خُطْبَتَكُمْ هَذِهِ، وَلَكِنْ لَمْ يَزَلْ فِي الدُّعَاءِ
وَالتَّضَرُّعِ وَالتَّكْبِيرِ، وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَمَا كَانَ يُصَلِّي فِي
العِيدِ.
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيح
“Ibnu Abbas Radhiyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam keluar dengan penuh ketundukan, dan kerendahan hati, hingga tiba di
tempat shalat’ lalu beliau berkhutbah, tidak sebagaimana biasanya, melainkan
beliau tidak henti-hentinya berdoa kepada Allah, tawadu, dan bertakbir, lalu
beliau shalat dua rakaat seperti pada sahalat Ied.”(Riwayat Imam Lima, dan
dishahihkan oleh Imam Tirmidzi).
3. Hemat Air
Adanya air di bumi merupakan salah satu keajaiban.
Berbagai proses dipermukaan bumi, termasuk proses-proses kehidupan, berlangsung
dengan perantaraan air. Air merupakan salah satu kebutuan vital manusia,
terutama untuk keperluan minum dan bersuci (thaharah). Manusia bisa bertahan
hidup lebih lama tanpa makan, tapi tidak tanpa air. Menurut Tafsir Ilmi Hasil
Kerjasama Kemenag dan LIPI, bahwa air yang disediakan melimpah di planet kita
pada dasarnya jumlahnya tetap, hanya saja terus bersikulasi dengan sangat
menakjubkan. Dari laut air menguap ke udara, lalu dibawa angin ke tempat
tertentu menjadi tetesan-tetesan hujan yang membasahi bumi. Sebagian untuk
kebutuhan langsung tumbuhan, hewan dan manusia. Sebagian terserap ke dalam
tanah menjadi cadangan atau persediaan air tanah. Sebagian yang lain bergerak
menuju laut yang dapat dimanfaatkan berbagai jenis mahluk sepanjang
perjalanannya, bahkan keperluan lebih besar, misalnya sebagai prasarana
transportasi.
Dengan terbatasnya ketersediaan air di muka bumi, maka tampaknya
pengelolaan sumber daya air perlu adanya
penghematan dan efisiensi merupakan
langkah mendesak untuk dilakukan.
Sebagai
khatib pada jum’at ini mengajak kepada jama’ah sekalian untuk;
a.
Mengurangi atau menghentikan penggunaan dan
pemakaian air untuk hal-hal yang tidak perlu.
b.
Memanfatkan air yang sudah dipakai untuk penggunaan
dan keperluan lain.
c.
Mendaur ulang diperlukan untuk membersihkan
kembali air yang sangat kotor seperti melalui pengolahan limbah industri sampai
batas-batas aman yang ditentukan sebelum air tersebut dibuang ke perairan
bebas, atau untuk dimanfaatkan kembali.
Dengan demikian penghematan sumber daya air, seperti
halnya sumber daya alam lainnya, diharapkan menjadi prilaku umum dan menjadi
budaya umat manusia di masa mendatang. Oleh karena itu, upaya ke arah ini perlu
dilakukan melalui sosialisasi permasalahan untuk mendapatkan kepedulian semua
pihak yang harus pula disertai dengan stcudi-studi untuk penerapan cara
pelaksaaannya.
Islam mengajarkan untuk hidup hemat dan melarang untuk
hidup boros dalam segala hal, seperti yang terkandung dalam firman Allah dalam
surat al-Isra’ 17 [27]
إِنَّ
ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِۖ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَٰنُ
لِرَبِّهِۦ كَفُورٗا ٢٧
27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya
باركالله لي ولكم