Dalam diri manusia terdapat hati. Al-Ghazali dalam Mukhtashar Ihya’
Ulumuddin mengatakan hati memiliki dua pengertian.
1. Daging yang
berbentuk lentur yang terdapat di sebelah kiri dada manusia dan di dalamnya
terdapat rongga berisi darah hitam. Hati merupakan sumber dan tambang bagi roh.
Daging dalam bentuk seperti ini juga terdapat pada hewan serta manusia yang
sudah meninggal dunia.
2 2. Yaitu benda
yang sangat halus yang didominasi oleh sifat ruhani atau spiritual. Seluruh
anggota tubuh mempunyai hubungan dengan benda yang satu ini. Benda yang sangat
halus inilah yang mampu mengenali Allah Ta’ala dan menjangkau semua yang tidak
dapat dijangkau oleh pikiran serta angan-angan. Dan dari hati itulah hakikat
manusia dinilai oleh Allah. Makna ini ditunjukkan melalui firman-Nya dalam
surat Qaf 50 [37].
إِنَّ
فِي ذَٰلِكَ لَذِكۡرَىٰ لِمَن كَانَ
لَهُۥ
قَلۡبٌ
أَوۡ
أَلۡقَى
ٱلسَّمۡعَ
وَهُوَ شَهِيدٞ
٣٧
37.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi
orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang
dia menyaksikannya.
Oleh
karena itu jika hati ini baik, maka baik pula seluruh anggota tubuhnya,
sebaliknya jika ia buruk, maka buruk pula seluruh anggota tubuhnya. Dalam
sebuah hadits Rasulullah bersabda
أَلاَ
وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ،
وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّه أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
ُ
“Ingatlah
bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula
seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa
ia adalah hati (jantung).”(HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no.
1599)
Hati yang baik akan bercahaya sedangkan hati yang buruk tentu
akan redup bahkan bisa mati ditutup dengan noda hitam, karena penuh dengan
salah, dosa serta maksiat. Baik itu kepada Allah maupun kepada sesama mahluk lainnya. Rasulllah mengistilahkannya
dengan ران
(raan) Hati itu akan bercahaya sekira
pemilik hati merawatnya dengan baik. Kalau hati ini tidak dirawat dengan baik
maka ia akan menjadi hitam pekat. Bagi
pemilik hati yang hitam dia akan semakin
cinta dan rakus kepada dunia, tanpa sikap wara’. Orang seperti ini akan terus
menerus mengumpulkan dunia tanpa merasa puas, sampai melakukan dengan cara-cara
yang diharamkan menurut ajaran moral dan
agama.. Itulah sebabnya apabila seorang hamba melakukan suatu dosa maka akan ada
titik hitam di hatinya. Rasulullah mengingatkan dalam sabdanya: hadits dari Abu
Hurairah
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَعَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْعَبْدَ
إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ
وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ
قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَالله في القران كَلَّاۖ
بَلۡۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ ١٤
TIRMIDZI - 3257) : dari Abu
Hurairah radliallahu 'anhu beliau bersabda: "Seorang hamba apabila
melakukan suatu kesalahan, maka di titikkan dalam hatinya sebuah titik hitam
dan apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya
dibersihkan dan apabila ia kembali maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga
menutup hatinya, dan itulah yang diistilahkan "Ar raan" yang Allah
sebutkan: kallaa bal raana 'alaa quluubihim maa kaanuu yaksibuun.(QS.
Almuthaffifin 14). Ia berkata; hadits ini adalah hadits hasan shahih.
Pertanyaannya adalah bagaimana
cara membersihkan hati yang berkarat tersebut supaya bercahaya kembali. Ada dua
cara dalam membersihkan hati yang berkarat. Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah saw.
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" إِنَّ هَذِهِ الْقُلُوبَ تَصْدَأُ،
كَمَا يَصْدَأُ الْحَدِيدُ إِذَا أَصَابَهُ الْمَاءُ " قِيلَ: يَا رَسُولَ
اللهِ وَمَا جِلَاؤُهَا قَالَ: "
كَثْرَةُ ذِكْرِ الْمَوْتِ وَتِلَاوَةُ الْقُرْآنِ روى البيهقي "
“Dari Ibn
Umar ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda: sesungguhnya
hati ini berkarat seperti berkaratnya besi jika terkena air. Lalu beliau
ditanya: Apa pembersihnya? Sabda beliau: banyak mengingat mati dan membaca
Al-Quran.” (HR: Albaihaqiy).
Adapun dua cara tersebut adalah;
1. Mengingat Mati
Luqman al-Hakim berpesan
kepada putranya, wahai putraku, “maut adalah sesuatu yang engkau tidak pernah
tahu kapan ia akan menjemputmu. Bersiaplah menjemputnya, sebelum ia datang
mendadak kepadamu”. Diantara manusia, ada orang yang jarang mengingat kematian.
Begitu ingat kematian ia spontan tidak menyukainya, karena ia sudah hanyut
tenggelam dengan kesenangan-kesenangan duniawi. Hal ini jelas membuatnya
semakin jauh dari mengingat kematian dan dari Allah swt. Padahal bagaimanapun
kita lari darinya, sesungguhnya kematian itu pasti akan menemuinya.
Allah berfirman dalam surah al-Jumu’ah 62 [8]
قُلۡ
إِنَّ ٱلۡمَوۡتَ ٱلَّذِي تَفِرُّونَ مِنۡهُ فَإِنَّهُۥ مُلَٰقِيكُمۡۖ ثُمَّ
تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ
تَعۡمَلُونَ ٨
8. Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang
kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan
dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu
Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".
Prof. Hamka dalam menafsirkan pangkal ayat ini adalah
katakanlah sesungguhnya maut yang kamu lari dari padanya itu. Kamu lari
daripadanya karena kamu sangat takut menghadapinya. Karena kamu sangat cinta
akan hidup di dunia ini. Karena kamu ingin hendak hidup seribu tahun (surah
al-Baqarah 96). Kemanapun kamu lari, sungguh ia akan menemui kamu, kemana kamu
akan lari mengelak dari maut ? padahal di tempat akan bersembunyi itulah ia
menunggu. Kamu bersembunyi di dalam peti yang pengap, supaya Malaikat Maut
jangan masuk menjemput nyawamu, namun karena pengap itulah kamu akan mati. Kamu
lari ke dalam lautan yang dalam, maka di dasar laut itulah mati menunggumu.
ومَنْ
هَابَ أَسْبَابَ الْمَنَايَا يَنَلْنَهُ وَلَو رَامَ أَسْبَابَ السَّمَاءِ
بِسُلَّمِ
Barang siapa yang takut akan sebab-sebab
kematian, pastilah dia menemuinya. Walaupun akan didakinya tingkat-tingkat
langit dengan tangga.
2.
Membaca
al-Qur’an
Al-Qur’an
adalah Kalamullah. Dalam al-Qur’an misalnya ada ayat yang menjelaskan bahwa ia
adalah obat bagi penyakit, baik penyakit hati maupun penyakit fisik. Al-Qur’an
surat al-Isra’ 17 [82]
وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ
مَا هُوَ شِفَآءٞ وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ
إِلَّا خَسَارٗا
82. Dan Kami
turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian.
Semakin
seseorang memperbanyak membaca al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari, maka karat yang ada di hatinya akan semakin berkurang, bahkan akan
menghilang.
Kemanapun akan
menyembunyikan diri, teropong penglihatan Tuhan tidak pernah lepas dari diri
mereka. Dan semuanya kelak akan diperhitungkan di hadapan hadirat Allah
dengan saksama. Kebohongan, iman yang pura-pura, kerakusan pada dunia,
membanggakan diri, tetapi takut mati, semuanya itu adalah keruntuhan jiwa yang
akan dipertanggung jawabkan kelak dihadapan Tuhan. Wallahu a’lam bi al-shawaab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar