KARAKTERISTIK PENDIDIKAN ISLAM Oleh: H.Masykur H Mansyur IAIN Syekh Nurjati Cirebon Dpk Unsika Karawang A. Pengertian Pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan dengan (kata) Islam yaitu pendidikan Islam, sebagai suatu sistem keagamaan mempunyai karakteristik tersendiri yang khas yang membedakannya dengan karakter pendidikan pada umumnya dengan tujuan agar supaya mengembangkan individu dan masyarakat. Identitas yang membuat sistem pendidikan tersebut adalah dapat membangun manusia seutuhnya yang seimbang dan terintegrasi antara jasmani, rohani dan kalbu dalam rangka memanusiakan manusia dalam menghadapi kehidupan dunia dan akhirat. Ciri yang membuat manusia semakin dekat dengan pencipta-Nya yaitu Allah SWT. Karakter pendidikan Islam adalah pendidikan yang mempunyai ciri-ciri khusus sebagaimana diuraikan diatas. Menurut Malik Fadjar dalam H.A.R. Tilaar, bahwa lembaga pendidikan Islam adalah lembaga yang mempunyai ciri khas tersendiri, lebih lanjut beliau mengatakan; lembaga madrasah (pendidikan Islam) tidak dapat digantikan dengan lembaga lain, karena madrasah mempunyai visi misi dan karakteristik yang sangat khas dalam masyarakat dan bangsa Indonesia baik dilihat dari segi kebudayaan, pendidikan, politik bahkan ekonomi . B. Macam-macam Karakteristik Pendidikan Islam Karakteristik-karakteristik pendidikan Islam menurut Azyumardi Azra terdiri dari: Karakteristik pertama pendidikan Islam adalah penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah SWT. Karakteristik kedua adalah pengakuan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang. Karakteristik ketiga adalah pengamalan ilmu pengetahuan atas dasar tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat manusia. Karakteristik pendidikan Islam adalah aqidah tauhid. Kenyataan inilah yang menjadikan pendidikan Islam memiliki karakteristik khusus dibanding dengan pendidikan lainnya. Karena wahyu dalam al-Qur’an dan hadits mengandung penjelasan mengenai ajaran tauhid. Dan yang terpenting adalah selain tauhid sebagai sentralnya, wahyu merupakan sumber pokok dalam ajaran Islam. Dengan demikian pendidikan Islam dipandu oleh sumber yang jelas dan transenden, yaitu wahyu. Jadi tidak diserahkan kepada pengalaman manusia semata, apalagi kepada spekulasi manusia seperti dapat dilihat dari prosedur penyusunan konsep-konsep pendidikan sekuler. Diantara ajaran-ajaran Islam yang pokok yang berkaitan dengan usaha-usaha pendidikan ialah tentang alam semesta, manusia dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu karakteristik pendidikan Islam pada dasarnya mewujudkan ajaran Islam dalam kerangka yang dapat membedakan dengan karakteristik pendidikan di luar Islam. Menurut Maksum Mukhtar karakteristik pendidikan Islam pada dasarnya dapat dilihat dari dua sisi pokok yaitu; Pertama aspek-aspek fundamental yang menggambarkan dasar dan tujuan pendidikan Islam sehingga membedakannya dengan pendidikan non Islam, dan kedua kandungan utama pendidikan Islam yang menjadi substansi untuk dikembangkan dalam kurikulumnya. Sepanjang lembaga atau satuan pendidikan seperti madrasah mempertimbangkan kedua aspek diatas, maka dapat dikatakan tetap konsisten dengan karakteristik pendidikan islam . Menurut Al-Syaikh Muhammad Aman bin Ali al-Jamiy mengatakan bahwa karakteristik pendidikan Islam adalah “membentuk manusia shalih” . Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa: Adapun Islam, ia mempunyai cara khusus dalam menyiapkan individu yang shalih dan ia mempunyai sarana yang khusus pula, dimana ia mengambil mahluk yang bernama manusia ini dengan keseluruhannya, dengan jasad, ruh dan akalnya tanpa menyia-nyiakan ruh demi jasad atau akal dan sebaliknya . Berdasarkan berbagai hal tersebut, maka dalam karakteristik pendidikan Islam secara khusus dalam tulisan ini menjelaskan hal-hal sebagai berikut: 1. Pencarian ilmu pengetahuan. Dalam ajaran Islam mencari ilmu adalah wajib hukumnya bagi setiap orang. Demikian juga dengan penguasaan dan pengembangannya. Itulah sebabnya Ibnu Taimiyah mengatakan “belajar agama adalah fardlu kifayah kecuali untuk beberapa hal adalah fardlu ain, seperti belajar, dan mengetahui tentang apa-apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah kepadanya” . Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُفَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ يُونُسَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ قَالَ حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ خَطِيبًا يَقُولُ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ….. رواه البخاري BUKHARI - 69) : Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin 'Ufair Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab dari Yunus dari Ibnu Syihab berkata, Humaid bin Abdurrahman berkata; aku mendengar Mu'awiyyah memberi khutbah untuk kami, dia berkata; Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah faqihkan dia terhadap agama….. . (H.R. Bukhari) . Dengan demikian setiap orang yang menghendaki kebajikan pada dirinya, maka hendaklah ia memahami agamanya. Barang siapa yang tidak belajar memahami agamanya, berarti dia tidak menghendaki kebajikan bagi dirinya. Jika umat Islam mengabaikan tradisi ilmu yang benar sebagaimana digariskan dalam al-Qur’an disatu sisi, dan melakukan aktivitas budaya santai, budaya hedonis, budaya jalan pintas terus dikembangkan disisi lain, maka hanyalah mimpi saja bagi umat Islam dalam menguasai persaingan global dewasa ini. Dalam perspektif Islam haruslah menjadikan aktivitas keilmuan sebagai aktivitas utama umat Islam. Sehingga kedudukan ilmu sangat sentral dalam Islam, sehingga Allah memerintahkan agar aktivitas pencarian ilmu, pengembangan penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan itu tidak boleh berhenti tapi harus terus menerus sebagai proses yang berkesinambungan, dan berlangsung seumur hidup. Inilah yang kemudian dikenal denagan istilah life long education dalam sistem pendidikan modern. Karena kedudukannya yang sangat mulia, maka ilmu juga memiliki tujuan yang mulia pula yaitu untuk mencapai kebahagiaan. Adian Husaini mengatakan bahwa tujuan utama dari ilmu dalam Islam adalah untuk “ mengenal Allah SWT, dan meraih kebahagiaan (sa’adah), sebab ilmu mengkaji tentang “ayat-ayat” (tanda-tanda) – baik ayat kauni atau qauli – yang menjadi petunjuk bagi yang ditandai, yaitu Allah Sang Pencipta” . Oleh karena itu pendidikan Islam harus diperioritaskan dari bidang lain. Sebab menurut Hamid Fahmi Zarkasyi bahwa “peradaban Islam itu bangkit berdasarkan ilmu pengetahuan” . Lebih lanjut beliau mengatakan agar pendidikan Islam maju yang perlu dilakukan adalah; Pertama, perlu dukungan semua pihak baik finansial atau politik. Kedua, tujuan pendidikan Islam tidak hanya diarahkan mencari pekerjaan, tapi untuk mencetak insan kamil. Ketiga, pendidikan Islam harus diorientasikan kepada pengkajian turath dalam berbagai bidang, baik ilmu naqliyah ataupun ilmu aqliyah, namun turath perlu dipahami dalam konteks kekinian . Sebagai ibadah, dalam pencarian, penguasaan dan pengambangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam sangat menekankan pada nilai-nilai akhlak. Dalam konteks ini kejujuran, sikap tawadlu’ dan menghormati sumber pengetahuan merupakan prinsip utama yang perlu dipegangi setiap ilmu. 2. Pengkuan akan Potensi Manusia. Umat Islam wajib memanfaatkan dengan sekuat tenaga untuk mencari ilmu. Selain pahanya yang sangat besar, ilmu juga menjadi landasan keimanan dan landasan amal. Dalam al-Qur’an banyak ayat yang menjelaskan tentang iman dan amal shaleh. Setiap pencari ilmu dipandang sebagai mahluk Tuhan yang perlu dihormati dan disantuni agar potensi yang dimilikinya dapat teraktualisasi dengan sebaik-baiknya. Kecuali itu, pencari ilmu akan dimudahkan jalannya ke surga. Para malaikat akan menghormatinya dengan meletakkan sayap-sayapnya. Seluruh mahluk yang ada di bumi sampai ikan-ikan yang ada di laut terdalam sekalipun, akan memohonkan ampunan. Itu disebabkan kemuliaan mereka jika dibandingkan dengan orang-orang yang ahli ibadah yang kurang ilmunya, ibarat bulan purnama ditengah gugusan bintang-bintang. Mereka itu semua adalah pewaris Nabi. Hal ini sesuai dengan sabda nabi Saw. عَنْ كَثِيرِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ:كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ أَبِي الدَّرْدَاءِ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ أَتَيْتُكَ مِنْ الْمَدِينَةِ مَدِينَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَدِيثٍ بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَدِّثُ بِهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَمَا جَاءَ بِكَ تِجَارَةٌ قَالَ لَا قَالَ وَلَا جَاءَ بِكَ غَيْرُهُ قَالَ لَا قَالَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ طَالِبَ الْعِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانِ فِي الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ.رواه إبن ماجه IBNUMAJAH - 219) : Dari Katsir bin Qais ia berkata; "Ketika aku sedang duduk di samping Abu Darda di masjid Damaskus, tiba-tiba datang seseorang seraya berkata; "Hai Abu Darda, aku mendatangi anda dari kota Madinah, kota Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam karena satu hadits yang telah sampai kepadaku, bahwa engkau telah menceritakannya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam! " Lalu Abu Darda bertanya; "Apakah engkau datang karena berniaga?" Katsir bin Qais menjawab; "Bukan, " Abu Darda` bertanya lagi, "Apakah karena ada urusan yang lainnya?" Katsir bin Qais menjawab; "Bukan, " Katsir bin Qais berkata; "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa meniti jalan untuk mencari ilmu, Allah akan permudahkan baginya jalan menuju surga. Para Malaikat akan membentangkan sayapnya karena ridla kepada penuntut ilmu. Dan seorang penuntut ilmu akan dimintakan ampunan oleh penghuni langit dan bumi hingga ikan yang ada di air. Sungguh, keutamaan seorang alim dibanding seorang ahli ibadah adalah ibarat bulan purnama atas semua bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang sangat besar . Tidak ada satu peradaban yang bangkit tanpa didahului oleh bangkitnya tradisi ilmu, termasuk peradaban Islam. Rasulullah telah memberikan contoh dalam hal ini, dimana ditengah masyarakat jahiliyah beliau berhasil mewujudkan masyarakat yang sangat tinggi tradisi ilmunya. Yang oleh Adian Husaini menyebutkan; Tradisi ilmu yang didorong oleh ayat-ayat al-Qur’an telah mengubah sahabat-sahabat Nabi SAW dari orang-orang jahiliyah menjadi orang-orang yang senang dengan ilmu pengetahuan dan berakhlak mulia, mengubah genersi-generasi Arab jahiliyah yang tidak diperhitungkan dalam pergolakan dunia menjadi pemimpin-pemimpin kelas dunia yang disegani di seluruh kawasan dunia saat itu . Semangat mereka para sahabat dalam memburu ilmu pengetahuan semakin tinggi, berkat pemahaman terhadap al-Qur’an yang banyak ayat-ayatnya mendorong agar umat Islam menggunakan akalnya. 3. Pengamalan Ilmu Pengetahuan Pengetahuan yang didapat bukan hanya untuk diketahui dan dikembangkan, melainkan sekaligus dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, terdapat konsistensi antara apa-apa yang diketahui dengan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam Islam, mengetahui suatu ilmu pengetahuan sama pentingnya dengan pengalamannya secara konkrit sehingga dapat terwujud kemaslahatan umat. Kedudukan seorang yang berilmu (alim) dalam Islam dihargai tinggi bila orang itu mengamalkan ilmunya. Mengamalkan ilmu dengan cara mengajarkan ilmu itu kepada orang lain adalah suatu pengamalan yang paling dihargai oleh Islam. Peradaban Islam sendiri berdiri di atas landasan ilmu, yaitu ilmu yang bermanfaat yang memberikan kebajikan kepada manusia seluruhnya. Dalam mengamalkan ilmu itu tentunya didasarkan pada amal dan pengabdian pada Allah, sehingga setiap muslim sudah berada dalam ilmu yang berdasarkan petunjuk al-Qur’an sebagai wahyu yang lengkap dan terakhir, sehingga ia sudah mencukupi sebagai bimbingan dan keselamatan manusia; dan tidak ada ilmu selainnya, kecuali yang didasarkan atasnya dan merujuk kepadanya. Berbeda dengan Barat yang merumuskan pandangan terhadap kebenaran dan realitas berdasarkan pada kebudayaan. Al-Attas mengatakan “Barat merumuskan pandangannya terhadap kebenaran dan realitas bukan berdasarkan kepada ilmu wahyu dan dasar-dasar keyakinan agama, tetapi berdasarkan pada tradisi kebudayaan yang diperkuat oleh dasar-dasar filosofis” . Karena itu, ilmu sejatinya haruslah berlandaskan etika dan moral, hal ini sesuai dengan pandangan Osman Bakar sebagai berikut: Bahwa penguasaan terhadap sains dan teknologi dengan mengenyampingkan nilai-nilai moral dan spiritual yang dijunjung tinggi, merupakan salah satu kemalangan besar dizaman kita ini. Kemalangan itu lebih besar lagi jika obsesi tersebut menyangkut kekuasaan materi semata . Jadi ilmu merupakan sumber orisinal pendidikan Islam yang sejalan dengan kehidupan modern sekarang ini. Ali al-Jumbulati mengatakan, jika sistem pendidikan tidak berlandaskan iman dan ilmu, maka tidak akan mampu merealisasikan kebahagiaan hidup manusia dengan sempurna. Oleh karena dengan sistem ini pendidikan akan mampu merealisasikan ketenangan dan kemantapan jiwa anak serta menghormati kepribadian individual . Pengamalan ilmu pengetahuan dilakukan atas dasar rasa tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat. Ilmu yang diraih seharusnya membuat manusia lebih tawadlu’ dan ikhlas dalam perbuatan, dan membuat ilmuwan itu sendiri semakin takut kepada Allah SWT. Ilmu yang tidak disertai dengan tindakan yang baik bukanlah ilmu dalam arti yang sebenarnya. Karena ilmu yang sebenarnya tidak terbatas pada retorika semata tapi dipraktikkan sesuai tuntunan ajaran agama. Sehingga menjadi bagian ibadah kepada Allah SWT. Kalau tidak dipergunakan untuk beribadah kepada Allah adalah serendah-rendahnya ilmu. C. Kesimpulan 1. Ilmu pendidikan Islam mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan karakteristik pendidikan selain pendidikan Islam 2. Pendidikan Islam mempunyai landasan tersendiri yaitu berlandaskan tauhid 3. Tujuan utama ilmu dalam Islam adalah kebahagiaan dan ibadah kepda Allah SWT Wallahua’lam bi-alshawaab. DAFTAR PUSTAKA Abi Abdullah Muhammad bin Ismail, Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Damaskus Beirut: Dâr Ibnu Katsir, Cet. I. 2002. Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam dan Secularisme, Bandung: Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan Cetakan Bahasa Indonesia, 2010. Al-Jamaly, Ali Al-Syaikh Muhammad Aman bin Ali. Khosho’ish al-Tarbiyah al-Islamiyyah, Terj. Fuad. Karakteristik Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Ar-Rayyan, 2009, Al-Jumbulati, Ali. Dan Abdul Futuh al-Tuwâinisi, Dirasatun Muqâratun fi al-Tarbiŷah al-Islamiŷah, Terj. H.M.Arifin, Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. II, 2002. Al-Qazwini, Abu Abdilah Muhammad Ibnu Yazid, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah Jilid I, Beirut: Dar al-Fikri, 1998 Azra, Azyumardi, Editor Idris Thaha. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, Jakarata: UIN Jakarta Kerja Sama dengan Kencana Prenada Media Group, 2012, Fahmy Zarkasyi, Hamid, Misykat; Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi, Jakarta: ININSTS, 2012, H.A.R. Tilaar, H.A.R. Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 2010 Husaini. Adian, Filsafat Ilmu, Perspektif Barat dan Islam, Jakarta: Gema Insani, 2013, Husani, Adian. Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, Jakarta: Cakrawala Publihsing bekerjasama dengan Adabi Press, 2012. Ibnu Taimiyah. Public Duties in Islam, the Institution of the Hisba, Terj. Arif Maftuhin Dzofir. Tugas Negara menurut Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004. Muhtar,Maksum Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, Cet. III, 2001, Osman, Bakar. Tawhid and Science; Islamic Prespectives on Religion and Science, Terj. Yulianto Liputo dan MS. Nasrulloh, Tauhid dan Sains, Prespektif Islam tentang Agama dan Sains, Edisi Kedua da Revisi, Bandung: Pustaka Hidayah, 2008.



KARAKTERISTIK PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: H.Masykur H Mansyur
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Dpk Unsika Karawang

A.      Pengertian

Pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan dengan (kata) Islam yaitu pendidikan Islam, sebagai suatu sistem keagamaan mempunyai karakteristik tersendiri yang khas yang membedakannya dengan karakter pendidikan pada umumnya dengan tujuan agar supaya mengembangkan individu dan masyarakat.  Identitas yang membuat sistem pendidikan tersebut adalah dapat membangun manusia seutuhnya yang seimbang dan terintegrasi antara jasmani, rohani dan kalbu dalam rangka memanusiakan manusia dalam menghadapi kehidupan dunia dan akhirat. Ciri yang membuat manusia semakin dekat dengan pencipta-Nya yaitu Allah SWT.
Karakter pendidikan Islam adalah pendidikan yang mempunyai ciri-ciri khusus sebagaimana diuraikan diatas.
Menurut Malik Fadjar dalam H.A.R. Tilaar, bahwa lembaga pendidikan Islam adalah lembaga yang mempunyai ciri khas tersendiri, lebih lanjut beliau mengatakan; lembaga madrasah (pendidikan Islam) tidak dapat digantikan dengan lembaga lain, karena madrasah mempunyai visi misi dan karakteristik yang sangat khas dalam masyarakat dan bangsa Indonesia baik dilihat dari segi kebudayaan, pendidikan, politik bahkan ekonomi[1].
B.  Macam-macam Karakteristik Pendidikan Islam
Karakteristik-karakteristik pendidikan Islam menurut Azyumardi Azra terdiri dari:
Karakteristik pertama pendidikan Islam adalah penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah SWT. Karakteristik kedua adalah pengakuan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang. Karakteristik ketiga adalah pengamalan ilmu pengetahuan atas dasar tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat manusia.[2]
Karakteristik pendidikan Islam adalah aqidah tauhid. Kenyataan inilah yang menjadikan pendidikan Islam memiliki karakteristik khusus dibanding dengan pendidikan lainnya. Karena wahyu dalam al-Qur’an dan hadits mengandung penjelasan mengenai ajaran tauhid. Dan yang terpenting adalah selain tauhid  sebagai sentralnya, wahyu merupakan sumber pokok dalam ajaran Islam. Dengan demikian pendidikan Islam dipandu oleh sumber yang jelas dan transenden, yaitu wahyu. Jadi tidak diserahkan kepada pengalaman manusia semata, apalagi kepada spekulasi manusia seperti dapat dilihat dari prosedur penyusunan konsep-konsep pendidikan sekuler.
Diantara ajaran-ajaran Islam yang pokok yang berkaitan dengan usaha-usaha pendidikan ialah tentang alam semesta, manusia dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu karakteristik pendidikan Islam pada dasarnya mewujudkan ajaran Islam dalam kerangka yang dapat membedakan dengan karakteristik pendidikan di luar Islam.
Menurut Maksum Mukhtar karakteristik pendidikan Islam pada dasarnya dapat dilihat dari dua sisi pokok yaitu; Pertama aspek-aspek fundamental yang menggambarkan dasar dan tujuan pendidikan Islam sehingga membedakannya dengan pendidikan non Islam, dan kedua kandungan utama pendidikan Islam yang menjadi substansi untuk dikembangkan dalam kurikulumnya. Sepanjang lembaga atau satuan pendidikan seperti madrasah mempertimbangkan kedua aspek diatas, maka dapat dikatakan tetap konsisten dengan karakteristik pendidikan islam[3].

Menurut Al-Syaikh Muhammad Aman bin Ali al-Jamiy mengatakan bahwa karakteristik pendidikan Islam adalah “membentuk manusia shalih”[4]. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa: Adapun Islam, ia mempunyai cara khusus dalam menyiapkan individu yang shalih dan ia mempunyai sarana yang khusus pula, dimana ia mengambil mahluk yang bernama manusia ini dengan keseluruhannya, dengan jasad, ruh dan akalnya tanpa menyia-nyiakan ruh demi jasad atau akal dan sebaliknya[5].
Berdasarkan berbagai hal tersebut, maka dalam karakteristik pendidikan Islam secara khusus dalam tulisan ini  menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1.      Pencarian ilmu pengetahuan.
Dalam ajaran Islam mencari ilmu adalah wajib hukumnya bagi setiap orang. Demikian juga dengan penguasaan dan pengembangannya. Itulah sebabnya Ibnu Taimiyah mengatakan “belajar agama adalah fardlu kifayah kecuali untuk beberapa hal adalah fardlu ain, seperti belajar, dan mengetahui tentang apa-apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah kepadanya”[6].
Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُفَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ يُونُسَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ قَالَ حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ خَطِيبًا يَقُولُ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ….. رواه البخاري
BUKHARI - 69) : Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin 'Ufair Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab dari Yunus dari Ibnu Syihab berkata, Humaid bin Abdurrahman berkata; aku mendengar Mu'awiyyah memberi khutbah untuk kami, dia berkata; Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah faqihkan dia terhadap agama….. . (H.R. Bukhari)[7].
       Dengan demikian setiap orang yang menghendaki kebajikan pada dirinya, maka hendaklah ia memahami agamanya. Barang siapa yang tidak belajar memahami agamanya, berarti dia tidak menghendaki kebajikan bagi dirinya. 
Jika umat Islam mengabaikan tradisi ilmu yang benar sebagaimana digariskan dalam al-Qur’an disatu sisi, dan  melakukan aktivitas budaya santai, budaya hedonis, budaya jalan pintas terus dikembangkan disisi lain, maka hanyalah mimpi saja bagi umat Islam dalam menguasai persaingan global dewasa ini. Dalam perspektif Islam haruslah menjadikan aktivitas keilmuan sebagai aktivitas utama umat Islam. Sehingga kedudukan ilmu sangat sentral dalam Islam, sehingga Allah memerintahkan agar aktivitas pencarian ilmu, pengembangan penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan itu tidak boleh berhenti tapi harus terus menerus sebagai proses yang berkesinambungan, dan berlangsung seumur hidup. Inilah yang kemudian dikenal denagan istilah life long education dalam sistem pendidikan modern.
Karena kedudukannya yang sangat mulia, maka ilmu juga memiliki tujuan yang mulia pula yaitu untuk mencapai kebahagiaan.
     Adian Husaini mengatakan bahwa tujuan utama dari ilmu dalam Islam adalah untuk “ mengenal Allah SWT, dan meraih kebahagiaan (sa’adah), sebab  ilmu mengkaji tentang “ayat-ayat” (tanda-tanda) – baik ayat kauni atau qauli – yang menjadi petunjuk bagi yang ditandai, yaitu Allah Sang Pencipta”[8].
     Oleh karena itu pendidikan Islam harus diperioritaskan dari bidang lain. Sebab menurut Hamid Fahmi Zarkasyi bahwa “peradaban Islam itu bangkit berdasarkan ilmu pengetahuan”[9]. Lebih lanjut beliau mengatakan agar pendidikan Islam maju yang perlu dilakukan adalah;
Pertama, perlu dukungan semua pihak baik finansial atau politik. Kedua, tujuan pendidikan Islam tidak hanya diarahkan mencari pekerjaan, tapi untuk mencetak insan kamil. Ketiga, pendidikan Islam harus diorientasikan kepada pengkajian turath dalam berbagai bidang, baik ilmu naqliyah ataupun ilmu aqliyah, namun turath perlu dipahami dalam konteks kekinian[10].
            Sebagai ibadah, dalam pencarian, penguasaan dan pengambangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam sangat menekankan pada nilai-nilai akhlak. Dalam konteks ini kejujuran, sikap tawadlu’ dan menghormati sumber pengetahuan merupakan prinsip utama yang perlu dipegangi setiap ilmu.
1.           2.  Pengkuan akan Potensi Manusia.
       Umat Islam wajib memanfaatkan dengan sekuat tenaga untuk mencari ilmu. Selain pahanya yang sangat besar, ilmu juga menjadi landasan keimanan dan landasan amal. Dalam al-Qur’an banyak ayat yang menjelaskan tentang iman dan amal shaleh.  Setiap pencari ilmu dipandang sebagai mahluk Tuhan yang perlu dihormati dan disantuni agar  potensi yang dimilikinya dapat teraktualisasi dengan sebaik-baiknya. Kecuali itu, pencari ilmu akan dimudahkan jalannya ke surga. Para malaikat akan menghormatinya dengan meletakkan sayap-sayapnya. Seluruh mahluk yang ada di bumi sampai ikan-ikan yang ada di laut terdalam sekalipun, akan memohonkan ampunan. Itu disebabkan kemuliaan mereka jika dibandingkan dengan orang-orang yang ahli ibadah yang kurang ilmunya, ibarat bulan purnama ditengah gugusan bintang-bintang. Mereka itu semua adalah pewaris Nabi. Hal ini sesuai dengan sabda nabi Saw.
عَنْ كَثِيرِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ:كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ أَبِي الدَّرْدَاءِ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ أَتَيْتُكَ مِنْ الْمَدِينَةِ مَدِينَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَدِيثٍ بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَدِّثُ بِهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَمَا جَاءَ بِكَ تِجَارَةٌ قَالَ لَا قَالَ وَلَا جَاءَ بِكَ غَيْرُهُ قَالَ لَا قَالَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ طَالِبَ الْعِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانِ فِي الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ.رواه إبن ماجه
IBNUMAJAH - 219) : Dari Katsir bin Qais ia berkata; "Ketika aku sedang duduk di samping Abu Darda di masjid Damaskus, tiba-tiba datang seseorang seraya berkata; "Hai Abu Darda, aku mendatangi anda dari kota Madinah, kota Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam karena satu hadits yang telah sampai kepadaku, bahwa engkau telah menceritakannya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam! " Lalu Abu Darda bertanya; "Apakah engkau datang karena berniaga?" Katsir bin Qais menjawab; "Bukan, " Abu Darda` bertanya lagi, "Apakah karena ada urusan yang lainnya?" Katsir bin Qais menjawab; "Bukan, " Katsir bin Qais berkata; "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa meniti jalan untuk mencari ilmu, Allah akan permudahkan baginya jalan menuju surga. Para Malaikat akan membentangkan sayapnya karena ridla kepada penuntut ilmu. Dan seorang penuntut ilmu akan dimintakan ampunan oleh penghuni langit dan bumi hingga ikan yang ada di air. Sungguh, keutamaan seorang alim dibanding seorang ahli ibadah adalah ibarat bulan purnama atas semua bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang sangat besar[11].
       Tidak ada satu peradaban yang bangkit tanpa didahului oleh bangkitnya tradisi ilmu, termasuk peradaban Islam. Rasulullah telah memberikan contoh dalam hal ini, dimana ditengah masyarakat jahiliyah beliau berhasil mewujudkan masyarakat yang sangat tinggi tradisi ilmunya. Yang oleh Adian Husaini menyebutkan; 
Tradisi ilmu yang didorong oleh ayat-ayat al-Qur’an telah mengubah sahabat-sahabat Nabi SAW dari orang-orang jahiliyah menjadi orang-orang yang senang dengan ilmu pengetahuan dan berakhlak mulia, mengubah genersi-generasi Arab jahiliyah yang tidak diperhitungkan dalam pergolakan dunia menjadi pemimpin-pemimpin kelas dunia yang disegani di seluruh kawasan dunia saat itu[12].
       Semangat mereka para sahabat dalam memburu ilmu pengetahuan semakin tinggi, berkat pemahaman terhadap al-Qur’an yang banyak ayat-ayatnya mendorong agar umat Islam menggunakan akalnya.
3.                  3. Pengamalan Ilmu Pengetahuan
       Pengetahuan yang didapat bukan hanya untuk diketahui dan dikembangkan,  melainkan sekaligus dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, terdapat konsistensi antara apa-apa yang diketahui dengan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam Islam, mengetahui suatu ilmu pengetahuan sama pentingnya dengan pengalamannya secara konkrit sehingga dapat terwujud kemaslahatan umat. Kedudukan seorang yang berilmu (alim) dalam Islam dihargai tinggi bila orang itu mengamalkan ilmunya. Mengamalkan ilmu dengan cara mengajarkan ilmu  itu kepada orang lain adalah suatu pengamalan yang paling dihargai oleh Islam.
       Peradaban Islam sendiri berdiri di atas landasan ilmu, yaitu ilmu yang bermanfaat yang memberikan kebajikan kepada manusia seluruhnya. Dalam mengamalkan ilmu itu tentunya didasarkan pada amal dan pengabdian pada Allah, sehingga setiap muslim sudah berada dalam ilmu yang berdasarkan petunjuk al-Qur’an sebagai wahyu yang lengkap dan terakhir, sehingga ia sudah mencukupi sebagai bimbingan dan keselamatan manusia; dan tidak ada ilmu selainnya, kecuali yang didasarkan atasnya dan merujuk kepadanya.
       Berbeda dengan Barat yang merumuskan pandangan terhadap kebenaran dan realitas berdasarkan pada kebudayaan. Al-Attas mengatakan “Barat merumuskan pandangannya terhadap kebenaran dan realitas bukan berdasarkan kepada ilmu wahyu dan dasar-dasar keyakinan agama, tetapi berdasarkan pada tradisi kebudayaan yang diperkuat oleh dasar-dasar filosofis”[13].
       Karena itu, ilmu sejatinya haruslah berlandaskan etika dan moral, hal ini sesuai dengan pandangan Osman Bakar sebagai berikut:
Bahwa penguasaan terhadap sains dan teknologi dengan mengenyampingkan nilai-nilai moral dan spiritual yang dijunjung tinggi, merupakan salah satu kemalangan besar dizaman kita ini. Kemalangan itu lebih besar lagi jika obsesi tersebut menyangkut kekuasaan materi semata[14].
Jadi ilmu merupakan sumber orisinal pendidikan Islam yang sejalan dengan kehidupan modern sekarang ini.
Ali al-Jumbulati mengatakan, jika sistem pendidikan tidak berlandaskan iman dan ilmu, maka tidak akan mampu merealisasikan kebahagiaan hidup manusia dengan sempurna. Oleh karena dengan sistem ini pendidikan akan mampu merealisasikan ketenangan dan kemantapan jiwa anak serta menghormati kepribadian individual[15]. Pengamalan ilmu pengetahuan dilakukan  atas dasar rasa tanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat.
       Ilmu yang diraih seharusnya membuat manusia lebih tawadlu’ dan ikhlas dalam perbuatan, dan membuat ilmuwan itu sendiri semakin takut kepada Allah SWT. Ilmu yang tidak disertai dengan tindakan yang baik bukanlah ilmu dalam arti yang sebenarnya. Karena ilmu yang sebenarnya tidak terbatas pada retorika semata tapi dipraktikkan sesuai tuntunan ajaran agama. Sehingga menjadi bagian ibadah kepada Allah SWT.  Kalau tidak dipergunakan untuk beribadah kepada Allah adalah serendah-rendahnya ilmu.
C.     Kesimpulan
1.      Ilmu pendidikan Islam mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan karakteristik pendidikan selain pendidikan Islam
2.      Pendidikan Islam mempunyai landasan tersendiri yaitu berlandaskan tauhid
3.      Tujuan utama ilmu dalam Islam adalah kebahagiaan dan ibadah kepda Allah SWT
Wallahua’lam bi-alshawaab.
  
DAFTAR PUSTAKA
Abi Abdullah Muhammad bin Ismail, Imam Bukhari, Shahih Bukhari,  Damaskus Beirut: Dâr Ibnu Katsir, Cet. I. 2002.
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam dan Secularisme, Bandung: Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan Cetakan Bahasa Indonesia, 2010.
Al-Jamaly, Ali Al-Syaikh Muhammad Aman bin  Ali. Khosho’ish al-Tarbiyah al-Islamiyyah, Terj. Fuad. Karakteristik Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Ar-Rayyan, 2009,
Al-Jumbulati, Ali. Dan Abdul Futuh al-Tuwâinisi, Dirasatun Muqâratun fi al-Tarbiŷah al-Islamiŷah, Terj. H.M.Arifin, Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. II, 2002.
Al-Qazwini, Abu Abdilah Muhammad Ibnu Yazid, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah Jilid I, Beirut: Dar al-Fikri, 1998
Azra, Azyumardi, Editor Idris Thaha. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, Jakarata: UIN Jakarta Kerja Sama dengan Kencana Prenada Media Group, 2012,
Fahmy Zarkasyi, Hamid,  Misykat; Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi, Jakarta: ININSTS, 2012,
 H.A.R. Tilaar, H.A.R. Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 2010
Husaini. Adian, Filsafat Ilmu, Perspektif Barat dan Islam, Jakarta: Gema Insani, 2013,
 Husani, Adian. Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, Jakarta: Cakrawala Publihsing bekerjasama dengan Adabi Press, 2012.
Ibnu Taimiyah. Public Duties in Islam, the Institution of the Hisba, Terj. Arif Maftuhin Dzofir. Tugas Negara menurut Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004.
Muhtar,Maksum Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, Cet. III, 2001,
Osman,  Bakar. Tawhid and Science; Islamic Prespectives on Religion and Science, Terj. Yulianto Liputo dan MS. Nasrulloh, Tauhid dan Sains, Prespektif Islam tentang Agama dan Sains, Edisi Kedua da Revisi, Bandung: Pustaka Hidayah, 2008.


[1] H.A.R. Tilaar. Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 2010, hlm. 169.
[2] Azyumardi Azra, Editor Idris Thaha. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, Jakarata: UIN Jakarta Kerja Sama dengan Kencana Prenada Media Group, 2012, hlm. 10.
             [3] Maksum Muhtar, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, Cet. III, 2001, hlm. 28.
[4] Al-Syaikh Muhammad Aman bin A li al-Jamiy. Khosho’ish al-Tarbiyah al-Islamiyyah, Terj. Fuad. Karakteristik Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Ar-Rayyan, 2009, hlm. 9.
[5] Ibid. hlm. 10.
[6] Ibnu Taimiyah. Public Duties in Islam, the Institution of the Hisba, Terj. Arif Maftuhin Dzofir. Tugas Negara menurut Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004. Hlm. 33.
[7] Al-Bukhari, Abi Abdullah Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari,  Damaskus Beirut: Dâr Ibnu Katsir, Cet. I. 2002.
[8] Adian Husaini. Filsafat Ilmu, Perspektif Barat dan Islam, Jakarta: Gema Insani, 2013, hlm. 32.
[9] Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat; Refleksi tentang Islam, Westernisasi dan Liberalisasi, Jakarta: ININSTS, 2012, hlm. 127.
[10] Ibid, hlm. 127-128.
[11]Ibnu Mâjah Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Qazwini. Sunan Ibnu Mâjah Jilid I, Beirut: Dar al-Fikr, 1995. Hlm. 81.
[12] Adiah Husaini. Pendidikan Islam Membentuk…... hlm 110.
[13] Syed Muhammad Naquib al-Attas. Islam and….., hlm. 171.
[14] Osman Bakar. Tawhid and Science; Islamic Prespectives on Religion and Science, Terj. Yulianto Liputo dan M.S. Nasrulloh, Tauhid dan Sains, Prespektif Islam tentang Agama dan Sains, Edisi Kedua dan Revisi, Bandung: Pustaka Hidayah, 2008, hlm. 384.
[15] Ali al-Jumbulati dan Abdul Futuh al-Tuwaanisi, Dirasatun Muqâranatun fi al-Tarbiyah al-Islamiyyah, Terj. H.M Arifin. Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. II, 2002, hlm. 3.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.