Khutbah
Jum’at
Tahun
Baru Hijriah 1440 H Momentum Muhasabah
Oleh
Masykur H Mansyur (IAIN Syekh Nurjati Cirebon DPK Unsika Karawang)
Selasa 11 September yang baru lalu telah terjadi pergantian tahun,
yaitu tahun 1439 H-menuju 1440 H. Hijrah Rasulullah saw yaitu perpindahan dari
Makkah menuju Madinah telah berlalu empat belas abad lamanya. Hijrah yang
dilakukan oleh baginda Rasulullah bersama para shahabatnya bukan sekedar
perpindahan biasa, tapi mengandung nilai/ motivasi adalah memperoleh ridho
Allah SWT. itulah sebabnya yang dimaksud dengan hijrah menurut Dr Ahzami Samiun
Jazuli dalam bukunya Hijrah Dalam Pandangan Al-Qur’an menyatakan bahwa
hijrah bukan berarti perpindahan tempat dari satu negeri ke negeri yang
lain. Hijrah juga bukan perjalanan mencari sesuap nasi dari negeri yang gersang
menuju negeri yang subur. Sesungguhnya hijrah adalah perjalanan yang dilakukan
oleh setiap mukmin karena kebenciannya terhadap berbagai bentuk
penjajahan, belenggu yang menghalangi kebebasan untuk mengekspresikan keimanan,
serta untuk kemaslahatan.
Bagi bangsa Indonesia, tahun baru hijriah dapat menjadi momentum
menuju bangsa yang lebih baik lagi, untuk menggapai hal tersebut setiap warga
Indonesia harus bisa beralih menjadi pribadi-pribadi yang siap bekerja keras.
Maka, apa pun tantangan ke depan bisa dihadapi secara bersama-sama, dan setiap
masyarakat mampu berkontribusi dalam membangun Indonesia ke arah yang lebih
baik. “Dengan kerja keras dan berharap rahmat dan ridha-Nya, demi kebaikan
bangsa dan Negara
Tahun baru
Islam 1440 Hijriyah merupakan babak baru bagi umat Islam di Indonesia karena
masyarakat akan dihadapkan pada agenda pemilihan umum legislatif dan pilpres
yang bertepatan dengan tahun 2019 Masehi. Perbedaan pilihan politik jangan sampai
membuat umat Islam yang sejatinya ibarat satu tubuh menjadi tercerai-berai. Kalau
berbeda pilihan, jangan saling menghina, jangan saling menghujat, jangan saling
membenci. Perbedaan sikap politik seharusnya menjadi khasanah demokrasi dalam
dunia Islam, khususnya Indonesia, dan harus dimaknai dengan damai dan meriah,
bukan justru saling bermusuhan. Dan mari kita berhijrah menuju Indonesia yang
maju, menjadi negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur.
Ketika Rasul saw menyampaikan kepada Abubakar bahwa Allah
memerintahkannya untuk berhijrah, dan mengajak sahabatnya itu untuk berhijrah
bersama. Abubakar menangis kegeringan. Dan seketika itu juga ia membeli dua
ekor unta dan menyerahkannya kepada Rsul saw, untuk memilih yang
dikehendakinya. Terjadilah dialog berikut.
“Aku tidak akan mengendari unta yang bukan milikku” kata Nabi
“Unta ini kuserahkan untukmu”kata Umar
“Baiklah, tapi aku akan membayar harganya” kata Nabi
Setelah Abubakar bersi keras agar unta itu diterima sebagai hadiah,
namun Nabi saw tetap menolak, Abubakar pada akhirnya setuju untuk menjualnya.
Pertanyaannya, mengapa Nabi bersi keras untuk membelinya?, dan bukankah sebelum
ini ~ bahkan sesudahnya ~ Nabi saw selalu menerima hadiah dan pemberian
Abubakar?. Disini terdapat suatu pelajaran yang sangat berharga. Pelajaran yang
dimaksud menurut Prof. Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan
al-Qur’an yaitu;
Rasulullah ingin
mengajarkan bahwa untuk mencapai suatu usaha besar, dibutuhkan pengorbanan
maksimal dari setiap orang. Beliau bermaksud berhijrah dengan segala daya yang
dimilikinya, tenaga, pikiran dan materi bahkan dengan jiwa dan raga beliau.
Dengan membayar harga unta itu, Nabi mengajarkan kepada Abubakar ra, dan kepada
kita bahwa dalam mengabdi kepada Allah, janganlah mengabaikan sedikit
kemampuanpun, selama kita masih memiliki kemampuan itu. Allah berfirman, dalam
al-Qur’an surat al-Alaq 96 : [8].
إِنَّ
إِلَىٰ رَبِّكَ ٱلرُّجۡعَىٰٓ ٨
Sesungguhnya
hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu)
Peristiwa pergantian tahun baru ini sejatinya mengingatkan bahwa
jatah hidup kita di dunia ini semakin berkurang, meskipun secara angka usia
kita bertambah.
Seorang ulama besar Imam hasan al-Bashri berkata; wahai anak Adam
sesungguhnya kalian bagian dari hari, apabila suatu hari berlalu, berlalu
pulalah sebagian hidupmu. Dengan pemaknaan seperti itu, kita jadikan sebagai
momentum untuk muhasabah atau dengan istilah yang sering didengar yaitu evaluasi
diri. Sebagai pribadi mukmin tentu beharap untuk dapat menjalani tahun baru
tersebut dengan yang lebih baik bagi kehidupan, dan bahkan tentu juga menjadi harapan seluruh umat Islam
di dunia.
Yang menjadi pertanyaan adalah hal apa saja yang perlu dievaluasi
setelah kita lewati tahun 1439 H yang lalu. Yang perlu dievaluasi adalah bukan
hanya karier, harta, jabatan, atau urusan duniawi lainnya yang perlu dievalusi,
justru yang terpenting adalah evaluasi tingkat ketakwaan kita kepada Allah SWT.
al-Qur’an surat Ali Imran 3 [101].
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم
مُّسۡلِمُونَ ١٠٢
102.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam
Prof. Hamka menjelaskan bahwa ayat-ayat telah dibacakan kepada kamu
dan Rasulpun ada hidup diantara kamu dan kamupun telah beriman, telah percaya
bahwa Allah itu memang ada. Dialah yang memberikan nikmat karunia kepada kamu.
Oleh sebab itu,janganlah kamu cukupkan kepada Allah itu hanya sekedar tahu dan
percaya akan ada-Nya. Hendaklah lebih dari itu; yaitu terasa hubungan yang erat
dengan Dia. Erat se-erat-eratnya, sehingga Allah jangan hanya semata-mata
terpikir oleh otak, melainkan terasa dalam jiwa. Jangan sampai terputus
hubungan dengan Dia, melainkan dipelihara terus menerus. Itulah yang dinamai
taqwa.
Al-Qur’an
surat al-Hujurat 49 [13]
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ
إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ
لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
13.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal
Lebih
lanjut dalam surat al-Thalaq 2-3
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ
يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا ٢ وَيَرۡزُقۡهُ
مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan keluar
Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Cara mengevaluasi taqwa seseorang menurut Prof Yunahar Ilyas Pengurus
MUI Pusat bisa dilihat dari tiga aspek yaitu iman, Islam, dan ihsan.
Pertama, tinggi
rendahnya keimanan dapat dilihat dari sisi tauhid, seperti memastikan tidak
adanya perbuatan syirik, su’uzan, atau kemusyrikan yang dilakukan pada tahun
sebelumnya.
Kedua, evaluasi
tentang Islam. Islam intinya adalah rukun Islam, seperti tentang shalat yang
dikerjakan selama ini sudah tertib atau belum? Jika sudah tertib, istiqamah
berjamaah atau tidak? Lalu, bisakah memaknai shalat itu bagi kehidupan? Itu
semua harus dipastikan untuk mengetahui tingkat keislaman. Karena orang yang
dapat melaksanakan shalat dengan baik, tentu jauh dari perbuatan keji dan
mungkar. Jika seseorang masih melakukan kemungkaran, dapat dipastikan shalatnya
belum efektif dan belum berpengaruh dalam kehidupannya.
Ketiga, evaluasi
tentang ihsan, yaitu akhlak, baik akhlak pribadi, sosial, maupun akhlak di
ruang umum. Akhlak pribadi dilihat dari kebiasaan seseorang, apakah sudah
sesuai ajaran Islam atau belum. Selanjutnya adalah akhlak publik, yaitu
mengevaluasi perilaku saat berada di tempat umum, seperti jalan raya, ruang-ruang
umum, baik saat antri, buang sampah, maupun bertegur sapa. Terakhir, akhlak
sosial. Ini penting agar seseorang mampu mengetahui akhlaknya bagi sesama, baik
kepada orang miskin, anak telantar, yatim, dll.
Wallahu a’lam bi al-shawaab.