Guru Profesional Abad 21
Oleh Masykur H Mansyur[1]
Disampaikan pada Acara Bimbingan Teknis bagi Guru PAI se-Kabupaten
Bekasi
Hotel Grand Cikarang Rabu, 18 Juli 2018
A.
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan,
sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab
tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang.
Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan
manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti
yang luhur dan moral yang baik.
Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia salah
satu cara yang paling efektif serta pilihan yang paling tepat ialah
meningkatkan mutu pendidikan nasional. Guru merupakan salah satu faktor penentu
untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Dengan menjadi guru yang
profesional maka pelaksanaan pendidikan nasional dapat ditingkatkan mutunya,
dan hanya dengan pelaksanaan pendidikan nasional yang bermutu maka kualitas
manusia dapat ditingkatkan. Dengan manusia yang berkualitas inilah bangsa
Indonesia akan mempunyai daya saing yang memadai di abad 21.
Pada abad 21 nanti tantangan guru tidak ringan, akan tetapi
semakin berat. Di sisi lain tugas guru tidak sederhana tetapi semakin kompleks.
Untuk menghadapi tantangan yang semakin berat dan tugas yang semakin kompleks
itulah maka profesionalisme guru harus dapat ditingkatkan dari yang sudah ada
selama ini.
Peranan guru sangat penting dan merupakan salah satu kunci
utama keberhasilan pembangunan pendidikan. Sejalan dengan era globalisasi, ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat cepat dan makin canggih,
dengan peran yang makin luas maka diperlukan guru yang mempunyai karakter.
Berawal dari proses pendidikan guru, yang nantinya akan menghasilkan tenaga
guru yang profesional dan berkarakter.
Pada abad 21 nanti, ketika profesionalisme guru menjadi
prasyarat utama dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional maka hal-hal
yang berkait dengan upaya peningkatan kualitas guru harus sudah bisa
diklarifikasi. Dengan kata lain pada abad 21 sistem kesejahteraan guru di
Indonesia haruslah dapat ditangani secara lebih baik sehingga benar-benar
sebanding dengan beratnya tantangan serta kompleksnya tugas, begitu pula sistem
pengadaan, pengelolaan, dan pengembangan karir guru harus ditangani secara baik
pula sehingga dapat memotivasi guru untuk berperilaku secara profesional demi
mewujudkan para guru abad 21 .
B.
Profesionalisme
Guru
Profesional
dapat juga diartikan sebagai seorang yang mempunyai keahlian, atau tenaga ahli.
Bisa juga diartikan sebagai seorang tenaga ahli. Profesionalisme
guru adalah suatu tingkat penampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan
sebagai guru yang didukung dengan keterampilan dan kode etik[2]
Piet A. Sahertian mengatakan bahwa istilah profesi adalah
symbol dari suatu pekerjaan dan selanjutnya menjadi pekerjaan itu sendiri[3]
Profesional dalam Islam khususnya di bidang pendidikan,
seseorang harus- benar-benar mempunyai kualitas keilmuan pendidikan dan
keinginan yanh memadai guna menunjang tugas jabatan profesinya, serta tidak
semua orang bisa melakukan tugas dengan baik. Karena
itu jika ada suatu urusan/pekerjaan itu diserahkan pada yang bukan ahlinya,
maka tunggulah kehancurannya. Ini adalah sebuah hadits Nabi saw yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagai berikut:
Nabi
bersabda Jika amanah itu disia-siakan, tunggulah kehancurannya, ditanyakan
kepada Nabi “Apakah yang dimaksud dengan menyia-nyiakan amanah”, Nabi menjawab
إذا وُسِّدَ الأمرُ إلى غير أهله فانْتَظِرِ الساعةَ
Dalam
al-Qur’an surat al-Isra, 17 [84]
قُلۡ
كُلّٞ يَعۡمَلُ عَلَىٰ شَاكِلَتِهِۦ فَرَبُّكُمۡ أَعۡلَمُ بِمَنۡ هُوَ أَهۡدَىٰ
سَبِيلٗا
٨٤
84. Katakanlah:
"Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka
Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya
Dalam Islam ada dua kesalehan yaitu
kesalahan pribadi dan kealehan sosial. Dalam suatu pekerjaan tertentu misalnya
dalam manajemen dan produktivitas, ada kemungkinan terjadi seseorang sangat shaleh
kepribadiannya, namun tidak pada tempatnya untuk menjadi pemimpin/manajer
tertentu. Contoh pada zaman Nabi adalah sahabat Abu Dzarr, beliau
berkepribadian sangat shaleh, namun diakui oleh Nabi, bahwa ia termasuk sebagai orang yang lemah untuk menjalankan
amanah yang berkaitan dengan orang lain, termasuk urusan yang bersifat publik.
Ada sebuah hadits Nabi riwayat Imam
Muslim mengenai Abu Dzarr ini dikatakan Wahai Abu Dzarr, aku menganggap kamu
sebagai orang lemah, dan aku menyukaimu sebagaimana aku menyukai diriku sendiri.
[Namun], janganlah kamu memimpin dua orang [atau lebih] dan jangan pula
mengelola harta anak yatim” [4]
Hadis ini harus dipahami sebagai
ajaran Islam, bukan sekedar cerita tentang Abu Dzarr, sehingga harus dimaknai
yang mencakup, sebagai berikut:
1.
Larangan
Nabi kepada Abu Dzarr ini berlaku juga terhadap orang-orang yang mempunyai
kualifikasi atau ciri-ciri sama dengannya, meskipun orangnya shaleh. Yaitu
mereka yang lemah, yang tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan
kepemimpinan dan manajemen, meskipun perilaku pribadinya sangat shaleh. Ini
meliputi pekerjaan-pekerjaan yang non-teknis, seperti manajemen, kepemimpinan,
jabatan tertentu, dan sejenisnya. Sebagai contoh, untuk menyelesaikan
kasus-kasus yang ada, maka tidak cukup hanya dengan keshalehan personal, tanpa
ada kemampuan dan keberanian untuk menyelesaikannya.
2.
Pekerjaan-pekerjaan
yang sifatnya atau jenisnya teknis, harus diberikan kepada mereka yang memang ahlinya
dan menguasai terhadap pekerjaan tersebut. Orang-orang yang menduduki jabatan,
namun tidak sesuai dengan kemampuan dan keahliannya berarti mis matched atau
salah tempat. Hal seperti ini adalah tidak sesuai dengan keahliannya.
Penjelasan kedua nomor diatas sangat
sejalan dengan profesionalisme, yang otomatis erat sekali kaitannya dengan
pengembangan SDM. “Profesionalisme mengandung pengertian komitmen untuk
menjalankan amanah sesuai dengan jenis tugas dan pekerjaan yang diembannya”[5].
Kalau contoh Abu Dzarr tersebut berkaitan dengan urusan publik, namun
profesionalisme juga meliputi urusan jenis-jenis pekerjaan atau profesi yang
sekitarnya menuntut keahlian dan kedisiplinan untuk menjalankan tugas tersebut,
sesuai dengan kaidah-kaidah tentang jenis pekerjaannya. Sebagai contoh, untuk
bidang teknisi sebuah perusahaan, haruslah diserahkan kepada ahlinya sesuai
dengan jenis teknik yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut agar dapat
berjalan sesuai dengan tuntutan kualitas sebuah perusahaan. Jika menyerahkan
tugas teknisi tertentu kepadda orang yang tidak mengetahui tentang teknisi,
berarti tidak sesuai dengan profesionalisme. Ini berarti tidak terjadi komitmen
terhadap amanah yang diberikan, berupa teknik dari sebuah perusahaan tersebut.
Ini juga berarti telah melanggar the right man on the right place
(menempatkan orang pada tugas yang tepat, sesuai dengan keahliannya) atau
terjadi wudh’u al-syai’ fi ghayr mahallih (menempatkan sesuatu tidak
pada tempatnya) dan terjadi idza wusida al-amru ila ghayyr ahlih tadi.
Profesionalisme juga mengandung arti
komitmen atau menepati janji untuk mempraktekkan keahliannya. Meskipun
seseorang pandai, namun tidak ada komitmen untuk mempraktekkan keahliannya,
maka ia tidak lagi professional. Dan biasanya profesionalisme juga sangat
memperhatikan penampilan sebagai seorang professional, sesuai dengan bidangnya.
Dalam pembicaraan mengenai SDM, penampilan menjadi hal yang sangat diperlukan. [6].
C.
Karakteristik Guru Profesional
Pada
suatu kesempatan ada seorang ustadz
bertanya kepada KH. Abdullah Syukri Zarkasyi (pengasuh pondok modern
gontor), apa rahasia agar institusi pendidikan maju dan diminati masyarakat?
Kyai
Syukri tersenyum dan tertawa kecil mendengar pertanyaan itu kemudian beliau
menjwab dengan pepatah Arab yang masyhur terkait dengan guru dan pembelajaran.
المآ
دَّةُ مُهِمَّةٌ وَلكِنَّ الطَّرِيْقَةَ اَهَمُّ مِنَ المآدَّةِ
Materi pembelajaran adalah
sesuatu yang penting, tetapi metode pembelajaran jauh lebih penting dari materi
pembelajaran.
Jadi sebagus apapun materi pembelajaran,
namun jka metode pembelajarannya kurang baik, maka dapat dipastikan hasilnya
kurang maksimal. Kemudian beliau melanjutkan dengan bait berikutnya
الطريقةُ
مُهِمَّةٌ ولكنَّ المُدَرِّسَ اَهَمُّ مِنَ الطَّرِيْقَةِ
Metode pembelajaran adalah sesuatu
yang lebih penting, tetapi guru lebih penting dari metode pembelajaran. Hal ini
dapat difahami sebagus apapun metode pembelajaran, tapi jika guru yang
bersangkutan tidak mampu mengajar dengan metode tersebut, maka hasilnya-pun
sama, tidak akan maksimal. kemudian beliau menyampaikan ungkapan yang sangat
inspiratif yaitu
المُدَرِّسُ
مُهِمٌّ ولكنْ روحَ المُدَرِّسِ اَهَمُّ مِنَ المُدَرِّسِ
Guru adalah sesuatu yang
penting tapi jiwa guru jauh lebih penting dari seorang guru itu sendiri. Ini
merupakan ungkapan yang mempunyai arti yang sangat mendalam, dimana jiwa guru
jauh lebih penting, ibarat kata kekuatan batin lebih perioritas daripada
kekuatan lahir.
KH.Syukri menjelaskan bahwa
cara membangun jiwa adalah dengan cara meningkatkan kedekatan kita kepada Allah
(الفقرب الي الله) . dengan melakukan amalan-amalan wajib,
ditambah dan disempurnakan dengan amalan-amalan sunah. Bayangkan jika kita mengajar
dengan jiwa niat kita ikhlas dalam mengajar membembing dan mendidik
murid ikhlas dalam menasihati. Disiplin ketika mengajar, dalam
kehadiran, menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran. Berakhlaq baik
kepada mereka, mendo’akan mereka disetiap selesai shalat kita,
atau bahkan mendo’akan mereka di sepertiga malam kita. Insya Allah ilmu dan
nasihat-nasihat yang kita berikan terpancar murni dari relung hati dan jiwa.
Maka para murid akan lebih mudah menerima ilmu dan nasihat-nasihat kita. Karena
yang berasal dari jiwa, akan diterima oleh jiwa, yang bersumber dari hati akan
diterima oleh hati.
Sebagai guru professional,
tentunya memiliki karakteristik tersendiri. Karakter yang dimaksud di sini
adalah sikap atau perilaku yang dimainkan oleh guru itu sendiri. Karakteristik
guru adalah segala tindak tanduk atau sikap dan perbuatan guru baik di sekolah
maupun di lingkungan masyarakat. Misalnya, sikap guru dalam meningkatkan
pelayanan, meningkatkan pengetahuan, memberi arahan, bimbingan dan motivasi
kepada peserta didik, cara berpakaian, berbicara, dan berhubungan baik dengan
peserta didik, teman sejawat, serta anggota masyarakat lainnya[7]
Adapu
beberapa karakteristik guru professional adalah;
1.
Taat pada peraturan
perundang-undangan
2.
Memelihara dan meningkatkan
organisasi profesi
3.
Membimbing peserta didik (ahli dalam
bidang ilmu pengetahuan dan tugas mendidik).
4.
Cinta terhadap pekerjaan
5.
Memiliki otonomi/ mandiri dan rasa
tanggung jawab
6.
Menciptakan suasana yang baik di tempat
kerja (sekolah)
7.
Memelihara hubungan dengan teman
sejawat (memiliki rasa kesejawatan/ kesetiakawanan
Disamping
karakteristik tersebut secara khusus guru juga mempunyai beberapa ciri pokok
profesi. Adapun ciri pok profesi guru sebagaimana di kemukakan oleh Ahmad
Sunasi dalam D.Deni Koswara Halimah yaitu;
Pertama, pekerjaan itu mempunyai fungsi dan signifikansi sosial
karena diperlukan mengabdi kepada masyarakat. Di pihak lain, pengakuan
masyarakat merupakan syarat mutlak bagi suatu profesi, jauh lebih penting dari
pengakuan pemerintah.
Kedua, profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh
melalui pendidikan yang lama dan intensif serta dilakukan dalam lembaga
tertentu yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan (accountable). Proses
memperoleh keterampilan ini bukan hanya rutin, mealainkan bersifat pemecahan
masalah, jadi dalam suatu profesi, independent judgement berperan dalam
mengambil keputusan bukan sekedar menjalankan tugas.
Ketiga, Profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu (a systematic body
of knowledge) bukan sekedar serpihan atau common sense.
Keempat, ada kode etik yang menjadi pedoman perilaku anggotanya
beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik. Pengawasan
terhadap ditegakkannya kode etik dilakuka oleh organisasi profesi.
Kelima, sebagai konsekwensi dari layanan yang diberikan kepada
masyarakat, maka anggota profesi baik secara perorangan maupun secara kelompok
memperoleh imbalan finansial[9]
D.
Kompetensi Guru Profesional
Kompetensi guru yaitu kemampuan seorang guru
untuk merespon tugas-tugasnya secara tepat. Sedangkan profesional dapat
diartikan sebagai ahli. Dengan demikian kompetensi profesional guru
adalah guru yang ahli dalam merespon tugas-tugasnya secara tepat. Sehingga dapat dipahami bahwa guru yang
mempunyai kompetensi professional adalah juga guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus
dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai guru dengan kemampuan maksimal.
Seorang guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki
kompetensi tersendiri agar dapat menuju pendidikan yang berkualitas, efektif,
dan efisien, serta mencapai tujuan pembelajaran.
Untuk memiliki
kompetensi tersebut guru perlu membina diri secara baik, karena fungsi guru
adalah membina dan mengembangkan kemampuan peserta didik secara profesional
dalam proses belajar mengajar[10]
Kompetensi guru
adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
Mengingat guru merupakan bidang profesi, maka pelaksanaan tugasnya
harus didasarkan pada prinsip-prinsip profesionalitas. Prinsip-prinsip tersebut
sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen
1.
Memiliki bakat,
minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
2.
Memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak
mulia
3.
Memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas
4.
Memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
5.
Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
6.
Memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
7.
Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesinalan secara berkelanjutan dengan belajar
sepanjang hayat
8.
Memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan
9.
Memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
Macam-macam
Kompetensi Guru
Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, bahwa kompetensi guru meliputi; kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribdian, kompetensi sosial dan kompetensi professional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi.
Yang dimaksud
dengan Kompetensi Pedagogik ialah kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik.
Yang dimaksud
dengan Kompetensi Kepribadian ialah kemampuan kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Yang dimaksud
dengan Kompetensi Profesional ialah kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam.
Yang dimaksud
dengan Kompetensi Sosial ialah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, semua guru, orang
tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
E.
Tantangan
Guru Kedepan.
Pertanyaannya
adalah mengapa tugas guru itu berat?.Hal ini dapat dipahami karena dari zaman
dulu sampai sekarang bahkan sampai kapanpun tugas guru itu pada umumnya adalah
mengajar, mendidik dan membimbing peserta didik untuk menyosong masa depan yang
lebih baik. Beratnya tugas guru [baca pendidik] sebagaimana dalam pasal 39 ayat
[2] UU No 20 tahun 2003 bahwa pendidik merupakan tenaga professional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama.
RH.
Hanat dalam A.Malik Fadjar mengatakan, sebagai kepala sekolah harus memaklumi
terhadap semakin menurunnya kalangan guru dalam mengemban tugas keguruannya.
Malahan hampir-hampir bisa dikatakan hilang. Maka sebutan gurupun sepertinya
menjadi kurang tepat. Mengapa? Karena mereka rata-rata lebih banyak hanya
sebagai pengajar. Padahal fungsi guru lebih dari sekedar mengajar. Guru itu
fungsinya mengajar, mendidik dan membimbing. Bagaimana bisa disebut sebagai
guru, kalau sifat-sifat membimbing dan mendidiknya sudah tidak menyatu[11].
Guru diyakini sebagai salah satu faktor yang menentukan tingkat
keberhasilan anak didik dalam melakukan proses transformasi ilmu pengetahuan
dan teknologi serta internalisasi nilai etika, moral dan agama. Adalah Thomas
Lickona seorang professor pendidikan di Cortland University. Ia merupakan
Mantan presiden Asosiasi Pendidikan Moral, anggota Dewan untuk Karakter
Kemitraan Pendidikan, dan penulis delapan buku tentang pengembangan karakter,
ia berbicara di seluruh dunia pada pengembangan nilai-nilai moral dan
pengembangan karakter. Sebagaimana dikutip oleh Ratna Megawangi
menyatakan ada 10 tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai, karena kalau
tanda-tanda itu sudah ada berarti suatu bangsa sedang menuju jurang kehancuran.
Adapun tanda-tanda zaman dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya kekerasan dikalangan
remaja,
2. Penggunaan kata-kata dalam bahasa
yang memburuk.
3. Pengaruh peer group yang kuat dalam
tindakan kekerasan.
4. meningkatnya perilaku merusak diri
seperti penggunaan narkoba, alcohol, dan sex bebas sebagai biang penyakit HIV.
5. Semakin kaburnya pedoman moral baik
dan buruk.
6. Menurunnya etos kerja.
7. semakin rendahnya rasa hormat kepada
orangtua dan guru.
8. Rendahnya rasa tanggungjawab.
9. Membudayanya tindakan (perilaku)
tidak jujur.
10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian
diantara sesama,[12].
Daniel H Pink sebagaiaman dikutip Zulfikri Anas dalam Republika
“Guru Sang Pembelajar” menyebutkan masa depan (abad ke 21 menuju abad ke 22)
sebagai era konseptual yang membutuhkan kemampuan high concept (berpikir
tingkat tinggi) dan high touch (sentuhan tingkat tinggi). Orang yang
bisa eksis di abad itu adalah mereka yang tidak lagi mengandalkan pola pikir
linier karena pola piker linier hanya mampu menyelesaikan persoalan sederhana[13].
Setali tiga uang dengan itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Muhajir Effendy pada acara “Porseni PGRI (21 sampai dengan 25 Agustus 2016)
mengatakan bahwa tantangan guru masa depan adalah memenuhi kompetensi abad 21,
yaitu mampu berpikir kritis atau critical thinking, mampu
berkomunikasi dengan baik dengan para pemangku kepentingan pendidikan melalui
berbagai perangkat media. Selain itu guru juga harus mengikuti perkembangan
teknologi informasi, mampu berkreasi dalam mempersiapkan materi belajar yang menyenangkan
dan mampu berkolaborasi dalam proses pembelajaran. Dia juga mengatakan guru
harus bisa menjadi pembelajar, mau terus belajar dan mengembangkan diri. Guru
yang memiliki kemauan kuat untuk terus belajar dan berkarya akan menghasilkan
generasi pembelajar sepanjang hayat yang dapat meberikan kontribusi yang
terbaik bagi masyarakat di sekelilingnya. Dia berharap Indonesia menjadi bangsa
yang berbudaya, cerdas, bermutu, berkarakter dan mampu meningkatkan daya saing
dalam era globalisasi[14].
Memperhatikan
pandangan Mendikbud dan Daniel H Pink tersebut di atas tidaklah berlebihan
apabila para pemerhati pendidikan senantiasa mengarahkan perhatiannya pada
persoalan guru dan keguruan. Tentang masa depan sekarang ini sebagaimana
Mendikbud Muhajir Effendy, cirinya adalah ditandai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta deras
nya
informasi. Oleh karena itu kualitas guru harus terus ditingkatkan. Karen
a
pendidikan harus berorientasi pada masa depan. Hal ini pernah diungkapkan oleh
Alvin Toffler “education must shift in to the future tense” (pendidikan
harus berorientasi pada perubahan masa depan)[15].
Wallahu a'lam bi al-shawaab.
مشكور منصور
[1]
Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon DPK Unsika Karawang
[2]
Yunus Abubakar, Syarifah Nurjaya, Profesi Keguruan, Surabaya, AprintA, 2009,
hlm 10
[3]
Mangku Negara AAP, Manajemen Sumber Daya manusia Perusahaan, Bandung, Remaja
Rosda Karya 2001, hlm. 67
[4]
Bisa jadi dalam masalah pengelolaan harta anak yatim, bukan saja dalam
pengertian ketidak mampuannya dalam hal manajemen, namun juga bisa berarti
lemahnya menahan harta, lantaran ia sangat dermawan.
[5] A.
Qodri Azizy, Melawan Globalisasi Reinterpretasi ajaran Islam,
[6]
Ibid
[7] Yunus Abu Bakar dan Syarifan Nurjan, Profesi
Keguruan, Surabaya, AprintA, 2009 hlm, 3- 6
[8] Mujarodah.blogspot.com/2013/06/makalah-profesionalisme-guru.html,
di unduh Selasa, 17 Juli 2018 pukul, 16.25 WIB
[9]
Deni Koswara Halimah, Seluk Beluk Profesi Guru, Bandung, Bumi Mekar 2008, hlm.
36
[11]
H.A.Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam (Ed. Mustofa Syarif,
Juanda Abubakar), Jakarta, Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan
Naskah Indonesia, 1998, hlm. 210-111.
[12]
Ratna Megawangi, Semua Berakar pada Karakter Isu-isu Permasalahan Bangsa,
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007, hlm. 57
[13]
Zulfikri Anas (Peneliti Indonesia Bermutu, Pembina Yayasan Perguruan al-Iman
Citayam Bogor), Guru Sang Pembelajar, Republika, Selasa 27 September
2016.
[14]
Republika online, Dyah Ratna Meta Novia dan Andi Nur Aminah, Ini Tantangan
Guru Masa Depan Versi Mendikbud, Selasa 23 Agustus 2016. Di unduh 25
Agustus 2016. 2:26 PM.
[15]
A.Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, ….., hlm. 213.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar