Guru Profesional Abad 21



Guru Profesional Abad 21
Oleh Masykur H Mansyur[1]
Disampaikan pada Acara Bimbingan Teknis bagi Guru PAI se-Kabupaten Bekasi
Hotel Grand Cikarang Rabu, 18 Juli 2018

A.      PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.
Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia salah satu cara yang paling efektif serta pilihan yang paling tepat ialah meningkatkan mutu pendidikan nasional. Guru merupakan salah satu faktor penentu untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Dengan menjadi guru yang profesional maka pelaksanaan pendidikan nasional dapat ditingkatkan mutunya, dan hanya dengan pelaksanaan pendidikan nasional yang bermutu maka kualitas manusia dapat ditingkatkan. Dengan manusia yang berkualitas inilah bangsa Indonesia akan mempunyai daya saing yang memadai di abad 21.
Pada abad 21 nanti tantangan guru tidak ringan, akan tetapi semakin berat. Di sisi lain tugas guru tidak sederhana tetapi semakin kompleks. Untuk menghadapi tantangan yang semakin berat dan tugas yang semakin kompleks itulah maka profesionalisme guru harus dapat ditingkatkan dari yang sudah ada selama ini.
Peranan guru sangat penting dan merupakan salah satu kunci utama keberhasilan pembangunan pendidikan. Sejalan dengan era globalisasi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat cepat dan makin canggih, dengan peran yang makin luas maka diperlukan guru yang mempunyai karakter. Berawal dari proses pendidikan guru, yang nantinya akan menghasilkan tenaga guru yang profesional dan berkarakter.
Pada abad 21 nanti, ketika profesionalisme guru menjadi prasyarat utama dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional maka hal-hal yang berkait dengan upaya peningkatan kualitas guru harus sudah bisa diklarifikasi. Dengan kata lain pada abad 21 sistem kesejahteraan guru di Indonesia haruslah dapat ditangani secara lebih baik sehingga benar-benar sebanding dengan beratnya tantangan serta kompleksnya tugas, begitu pula sistem pengadaan, pengelolaan, dan pengembangan karir guru harus ditangani secara baik pula sehingga dapat memotivasi guru untuk berperilaku secara profesional demi mewujudkan para guru abad 21 .

B.       Profesionalisme Guru
Profesional dapat juga diartikan sebagai seorang yang mempunyai keahlian, atau tenaga ahli. Bisa juga diartikan sebagai seorang tenaga ahli. Profesionalisme guru adalah suatu tingkat penampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan sebagai guru yang didukung dengan keterampilan dan kode etik[2]
Piet A. Sahertian mengatakan bahwa istilah profesi adalah symbol dari suatu pekerjaan dan selanjutnya menjadi pekerjaan itu sendiri[3]
Profesional dalam Islam khususnya di bidang pendidikan, seseorang harus- benar-benar mempunyai kualitas keilmuan pendidikan dan keinginan yanh memadai guna menunjang tugas jabatan profesinya, serta tidak semua orang bisa melakukan tugas dengan baik. Karena itu jika ada suatu urusan/pekerjaan itu diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. Ini adalah sebuah hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagai berikut:
Nabi bersabda Jika amanah itu disia-siakan, tunggulah kehancurannya, ditanyakan kepada Nabi “Apakah yang dimaksud dengan menyia-nyiakan amanah”, Nabi menjawab
إذا وُسِّدَ الأمرُ إلى غير أهله فانْتَظِرِ الساعةَ
Dalam al-Qur’an surat al-Isra, 17 [84]
قُلۡ كُلّٞ يَعۡمَلُ عَلَىٰ شَاكِلَتِهِۦ فَرَبُّكُمۡ أَعۡلَمُ بِمَنۡ هُوَ أَهۡدَىٰ سَبِيلٗا ٨٤
84. Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya
Dalam Islam ada dua kesalehan yaitu kesalahan pribadi dan kealehan sosial. Dalam suatu pekerjaan tertentu misalnya dalam manajemen dan produktivitas, ada kemungkinan terjadi seseorang sangat shaleh kepribadiannya, namun tidak pada tempatnya untuk menjadi pemimpin/manajer tertentu. Contoh pada zaman Nabi adalah sahabat Abu Dzarr, beliau berkepribadian sangat shaleh, namun diakui oleh Nabi, bahwa ia termasuk  sebagai orang yang lemah untuk menjalankan amanah yang berkaitan dengan orang lain, termasuk urusan yang bersifat publik.
Ada sebuah hadits Nabi riwayat Imam Muslim mengenai Abu Dzarr ini dikatakan Wahai Abu Dzarr, aku menganggap kamu sebagai orang lemah, dan aku menyukaimu sebagaimana aku menyukai diriku sendiri. [Namun], janganlah kamu memimpin dua orang [atau lebih] dan jangan pula mengelola harta anak yatim” [4]
Hadis ini harus dipahami sebagai ajaran Islam, bukan sekedar cerita tentang Abu Dzarr, sehingga harus dimaknai yang mencakup, sebagai berikut:
1.      Larangan Nabi kepada Abu Dzarr ini berlaku juga terhadap orang-orang yang mempunyai kualifikasi atau ciri-ciri sama dengannya, meskipun orangnya shaleh. Yaitu mereka yang lemah, yang tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan kepemimpinan dan manajemen, meskipun perilaku pribadinya sangat shaleh. Ini meliputi pekerjaan-pekerjaan yang non-teknis, seperti manajemen, kepemimpinan, jabatan tertentu, dan sejenisnya. Sebagai contoh, untuk menyelesaikan kasus-kasus yang ada, maka tidak cukup hanya dengan keshalehan personal, tanpa ada kemampuan dan keberanian untuk menyelesaikannya.
2.      Pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya atau jenisnya teknis, harus diberikan kepada mereka yang memang ahlinya dan menguasai terhadap pekerjaan tersebut. Orang-orang yang menduduki jabatan, namun tidak sesuai dengan kemampuan dan keahliannya berarti mis matched atau salah tempat. Hal seperti ini adalah tidak sesuai dengan keahliannya.
Penjelasan kedua nomor diatas sangat sejalan dengan profesionalisme, yang otomatis erat sekali kaitannya dengan pengembangan SDM. “Profesionalisme mengandung pengertian komitmen untuk menjalankan amanah sesuai dengan jenis tugas dan pekerjaan yang diembannya”[5]. Kalau contoh Abu Dzarr tersebut berkaitan dengan urusan publik, namun profesionalisme juga meliputi urusan jenis-jenis pekerjaan atau profesi yang sekitarnya menuntut keahlian dan kedisiplinan untuk menjalankan tugas tersebut, sesuai dengan kaidah-kaidah tentang jenis pekerjaannya. Sebagai contoh, untuk bidang teknisi sebuah perusahaan, haruslah diserahkan kepada ahlinya sesuai dengan jenis teknik yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut agar dapat berjalan sesuai dengan tuntutan kualitas sebuah perusahaan. Jika menyerahkan tugas teknisi tertentu kepadda orang yang tidak mengetahui tentang teknisi, berarti tidak sesuai dengan profesionalisme. Ini berarti tidak terjadi komitmen terhadap amanah yang diberikan, berupa teknik dari sebuah perusahaan tersebut. Ini juga berarti telah melanggar the right man on the right place (menempatkan orang pada tugas yang tepat, sesuai dengan keahliannya) atau terjadi wudh’u al-syai’ fi ghayr mahallih (menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya) dan terjadi idza wusida al-amru ila ghayyr ahlih tadi.
Profesionalisme juga mengandung arti komitmen atau menepati janji untuk mempraktekkan keahliannya. Meskipun seseorang pandai, namun tidak ada komitmen untuk mempraktekkan keahliannya, maka ia tidak lagi professional. Dan biasanya profesionalisme juga sangat memperhatikan penampilan sebagai seorang professional, sesuai dengan bidangnya. Dalam pembicaraan mengenai SDM, penampilan menjadi hal yang sangat diperlukan. [6].
C.    Karakteristik Guru Profesional
Pada suatu kesempatan ada seorang ustadz  bertanya kepada KH. Abdullah Syukri Zarkasyi (pengasuh pondok modern gontor), apa rahasia agar institusi pendidikan maju dan diminati masyarakat?
Kyai Syukri tersenyum dan tertawa kecil mendengar pertanyaan itu kemudian beliau menjwab dengan pepatah Arab yang masyhur terkait dengan guru dan pembelajaran.
المآ دَّةُ مُهِمَّةٌ وَلكِنَّ الطَّرِيْقَةَ اَهَمُّ مِنَ المآدَّةِ
Materi pembelajaran adalah sesuatu yang penting, tetapi metode pembelajaran jauh lebih penting dari materi pembelajaran.
Jadi sebagus apapun materi pembelajaran, namun jka metode pembelajarannya kurang baik, maka dapat dipastikan hasilnya kurang maksimal. Kemudian beliau melanjutkan dengan bait berikutnya
الطريقةُ مُهِمَّةٌ ولكنَّ المُدَرِّسَ اَهَمُّ مِنَ الطَّرِيْقَةِ
Metode pembelajaran adalah sesuatu yang lebih penting, tetapi guru lebih penting dari metode pembelajaran. Hal ini dapat difahami sebagus apapun metode pembelajaran, tapi jika guru yang bersangkutan tidak mampu mengajar dengan metode tersebut, maka hasilnya-pun sama, tidak akan maksimal. kemudian beliau menyampaikan ungkapan yang sangat inspiratif yaitu
المُدَرِّسُ مُهِمٌّ ولكنْ روحَ المُدَرِّسِ اَهَمُّ مِنَ المُدَرِّسِ
Guru adalah sesuatu yang penting tapi jiwa guru jauh lebih penting dari seorang guru itu sendiri. Ini merupakan ungkapan yang mempunyai arti yang sangat mendalam, dimana jiwa guru jauh lebih penting, ibarat kata kekuatan batin lebih perioritas daripada kekuatan lahir.
KH.Syukri menjelaskan bahwa cara membangun jiwa adalah dengan cara meningkatkan kedekatan kita kepada Allah (الفقرب الي الله) . dengan melakukan amalan-amalan wajib, ditambah dan disempurnakan dengan amalan-amalan sunah. Bayangkan jika kita mengajar dengan jiwa niat kita ikhlas dalam mengajar membembing dan mendidik murid ikhlas dalam menasihati. Disiplin ketika mengajar, dalam kehadiran, menyiapkan dan melaksanakan pembelajaran. Berakhlaq baik kepada mereka, mendo’akan mereka disetiap selesai shalat kita, atau bahkan mendo’akan mereka di sepertiga malam kita. Insya Allah ilmu dan nasihat-nasihat yang kita berikan terpancar murni dari relung hati dan jiwa. Maka para murid akan lebih mudah menerima ilmu dan nasihat-nasihat kita. Karena yang berasal dari jiwa, akan diterima oleh jiwa, yang bersumber dari hati akan diterima oleh hati.
Sebagai guru professional, tentunya memiliki karakteristik tersendiri. Karakter yang dimaksud di sini adalah sikap atau perilaku yang dimainkan oleh guru itu sendiri. Karakteristik guru adalah segala tindak tanduk atau sikap dan perbuatan guru baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Misalnya, sikap guru dalam meningkatkan pelayanan, meningkatkan pengetahuan, memberi arahan, bimbingan dan motivasi kepada peserta didik, cara berpakaian, berbicara, dan berhubungan baik dengan peserta didik, teman sejawat, serta anggota masyarakat lainnya[7]
Adapu beberapa karakteristik guru professional adalah;
1.      Taat pada peraturan perundang-undangan
2.      Memelihara dan meningkatkan organisasi profesi
3.      Membimbing peserta didik (ahli dalam bidang ilmu pengetahuan dan tugas mendidik).
4.      Cinta terhadap pekerjaan
5.      Memiliki otonomi/ mandiri dan rasa tanggung jawab
6.      Menciptakan suasana yang baik di tempat kerja (sekolah)
7.      Memelihara hubungan dengan teman sejawat (memiliki rasa kesejawatan/ kesetiakawanan
8.      Taat dan loyal kepada pemimpin[8]
Disamping karakteristik tersebut secara khusus guru juga mempunyai beberapa ciri pokok profesi. Adapun ciri pok profesi guru sebagaimana di kemukakan oleh Ahmad Sunasi dalam D.Deni Koswara Halimah yaitu;
Pertama, pekerjaan itu mempunyai fungsi dan signifikansi sosial karena diperlukan mengabdi kepada masyarakat. Di pihak lain, pengakuan masyarakat merupakan syarat mutlak bagi suatu profesi, jauh lebih penting dari pengakuan pemerintah.
Kedua, profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan yang lama dan intensif serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan (accountable). Proses memperoleh keterampilan ini bukan hanya rutin, mealainkan bersifat pemecahan masalah, jadi dalam suatu profesi, independent judgement berperan dalam mengambil keputusan bukan sekedar menjalankan tugas.
Ketiga, Profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu (a systematic body of knowledge) bukan sekedar serpihan atau common sense.
Keempat, ada kode etik yang menjadi pedoman perilaku anggotanya beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik. Pengawasan terhadap ditegakkannya kode etik dilakuka oleh organisasi profesi.
Kelima, sebagai konsekwensi dari layanan yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi baik secara perorangan maupun secara kelompok memperoleh imbalan finansial[9]

D.  Kompetensi Guru Profesional
Kompetensi guru yaitu kemampuan seorang guru untuk merespon tugas-tugasnya secara tepat. Sedangkan profesional dapat diartikan sebagai ahli. Dengan demikian kompetensi profesional guru adalah guru yang ahli dalam merespon tugas-tugasnya secara tepat. Sehingga dapat dipahami bahwa guru yang mempunyai kompetensi professional adalah juga guru yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.
Seorang guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki kompetensi tersendiri agar dapat menuju pendidikan yang berkualitas, efektif, dan efisien, serta mencapai tujuan pembelajaran. Untuk memiliki kompetensi tersebut guru perlu membina diri secara baik, karena fungsi guru adalah membina dan mengembangkan kemampuan peserta didik secara profesional dalam proses belajar mengajar[10]
Kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Mengingat guru merupakan bidang profesi, maka pelaksanaan tugasnya harus didasarkan pada prinsip-prinsip profesionalitas. Prinsip-prinsip tersebut sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
1.      Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
2.      Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia
3.      Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas
4.      Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
5.       Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan
6.      Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja
7.      Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesinalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat
8.       Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan
9.      Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Macam-macam Kompetensi Guru
       Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa kompetensi guru meliputi; kompetensi pedagogik, kompetensi kepribdian, kompetensi sosial dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Yang dimaksud dengan Kompetensi Pedagogik ialah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Yang dimaksud dengan Kompetensi Kepribadian ialah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Yang dimaksud dengan Kompetensi Profesional ialah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam.
Yang dimaksud dengan Kompetensi Sosial ialah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, semua guru, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

E.   Tantangan Guru Kedepan.
Pertanyaannya adalah mengapa tugas guru itu berat?.Hal ini dapat dipahami karena dari zaman dulu sampai sekarang bahkan sampai kapanpun tugas guru itu pada umumnya adalah mengajar, mendidik dan membimbing peserta didik untuk menyosong masa depan yang lebih baik. Beratnya tugas guru [baca pendidik] sebagaimana dalam pasal 39 ayat [2] UU No 20 tahun 2003 bahwa pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama.
RH. Hanat dalam A.Malik Fadjar mengatakan, sebagai kepala sekolah harus memaklumi terhadap semakin menurunnya kalangan guru dalam mengemban tugas keguruannya. Malahan hampir-hampir bisa dikatakan hilang. Maka sebutan gurupun sepertinya menjadi kurang tepat. Mengapa? Karena mereka rata-rata lebih banyak hanya sebagai pengajar. Padahal fungsi guru lebih dari sekedar mengajar. Guru itu fungsinya mengajar, mendidik dan membimbing. Bagaimana bisa disebut sebagai guru, kalau sifat-sifat membimbing dan mendidiknya sudah tidak menyatu[11].
Guru diyakini sebagai salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan anak didik dalam melakukan proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta internalisasi nilai etika, moral dan agama. Adalah Thomas Lickona seorang professor pendidikan di Cortland University. Ia merupakan Mantan presiden Asosiasi Pendidikan Moral, anggota Dewan untuk Karakter Kemitraan Pendidikan, dan penulis delapan buku tentang pengembangan karakter, ia berbicara di seluruh dunia pada pengembangan nilai-nilai moral dan pengembangan karakter. Sebagaimana dikutip oleh Ratna Megawangi menyatakan ada 10 tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai, karena kalau tanda-tanda itu sudah ada berarti suatu bangsa sedang menuju jurang kehancuran. Adapun tanda-tanda zaman dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya kekerasan dikalangan remaja,
2. Penggunaan kata-kata dalam bahasa yang memburuk.
3. Pengaruh peer group yang kuat dalam tindakan kekerasan.
4. meningkatnya perilaku merusak diri seperti penggunaan narkoba, alcohol, dan sex bebas sebagai biang penyakit HIV.
5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk.
6. Menurunnya etos kerja.
7. semakin rendahnya rasa hormat kepada orangtua dan guru.
8. Rendahnya rasa tanggungjawab.
9. Membudayanya tindakan (perilaku) tidak jujur.
10.  Adanya rasa saling curiga dan kebencian diantara sesama,[12].

Daniel H Pink sebagaiaman dikutip Zulfikri Anas dalam Republika “Guru Sang Pembelajar” menyebutkan masa depan (abad ke 21 menuju abad ke 22) sebagai era konseptual yang membutuhkan kemampuan high concept (berpikir tingkat tinggi) dan high touch (sentuhan tingkat tinggi). Orang yang bisa eksis di abad itu adalah mereka yang tidak lagi mengandalkan pola pikir linier karena pola piker linier hanya mampu menyelesaikan persoalan sederhana[13].

Setali tiga uang dengan itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendy pada acara “Porseni PGRI (21 sampai dengan 25 Agustus 2016) mengatakan bahwa tantangan guru masa depan adalah memenuhi kompetensi abad 21,
yaitu mampu berpikir kritis atau critical thinking, mampu berkomunikasi dengan baik dengan para pemangku kepentingan pendidikan melalui berbagai perangkat media. Selain itu guru juga harus mengikuti perkembangan teknologi informasi, mampu berkreasi dalam mempersiapkan materi belajar yang menyenangkan dan mampu berkolaborasi dalam proses pembelajaran. Dia juga mengatakan guru harus bisa menjadi pembelajar, mau terus belajar dan mengembangkan diri. Guru yang memiliki kemauan kuat untuk terus belajar dan berkarya akan menghasilkan generasi pembelajar sepanjang hayat yang dapat meberikan kontribusi yang terbaik bagi masyarakat di sekelilingnya. Dia berharap Indonesia menjadi bangsa yang berbudaya, cerdas, bermutu, berkarakter dan mampu meningkatkan daya saing dalam era globalisasi[14].

Memperhatikan pandangan Mendikbud dan Daniel H Pink tersebut di atas tidaklah berlebihan apabila para pemerhati pendidikan senantiasa mengarahkan perhatiannya pada persoalan guru dan keguruan. Tentang masa depan sekarang ini sebagaimana Mendikbud Muhajir Effendy, cirinya adalah ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta deras

nya informasi. Oleh karena itu kualitas guru harus terus ditingkatkan. Karen
a pendidikan harus berorientasi pada masa depan. Hal ini pernah diungkapkan oleh Alvin Toffler “education must shift in to the future tense” (pendidikan harus berorientasi pada perubahan masa depan)[15].
Wallahu a'lam bi al-shawaab.
مشكور منصور







[1] Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon DPK Unsika Karawang
[2] Yunus Abubakar, Syarifah Nurjaya, Profesi Keguruan, Surabaya, AprintA, 2009, hlm 10
[3] Mangku Negara AAP, Manajemen Sumber Daya manusia Perusahaan, Bandung, Remaja Rosda Karya 2001, hlm. 67
[4] Bisa jadi dalam masalah pengelolaan harta anak yatim, bukan saja dalam pengertian ketidak mampuannya dalam hal manajemen, namun juga bisa berarti lemahnya menahan harta, lantaran ia sangat dermawan.
[5] A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi Reinterpretasi ajaran Islam,
[6] Ibid
[7] Yunus Abu Bakar dan Syarifan Nurjan, Profesi Keguruan, Surabaya, AprintA, 2009 hlm, 3- 6
[8] Mujarodah.blogspot.com/2013/06/makalah-profesionalisme-guru.html, di unduh Selasa, 17 Juli 2018 pukul, 16.25 WIB
[9] Deni Koswara Halimah, Seluk Beluk Profesi Guru, Bandung, Bumi Mekar 2008, hlm. 36
[10] Djam’an Satori, dkk, Profesi Keguruan. Jakarta, Universitas Terbuka, 2010 hlm 2

[11] H.A.Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam (Ed. Mustofa Syarif, Juanda Abubakar), Jakarta, Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia, 1998, hlm. 210-111.
[12] Ratna Megawangi, Semua Berakar pada Karakter Isu-isu Permasalahan Bangsa, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007, hlm. 57
[13] Zulfikri Anas (Peneliti Indonesia Bermutu, Pembina Yayasan Perguruan al-Iman Citayam Bogor), Guru Sang Pembelajar, Republika, Selasa 27 September 2016.
[14] Republika online, Dyah Ratna Meta Novia dan Andi Nur Aminah, Ini Tantangan Guru Masa Depan Versi Mendikbud, Selasa 23 Agustus 2016. Di unduh 25 Agustus 2016. 2:26 PM.
[15] A.Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, ….., hlm. 213.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.