Dalam Islam, sikap optimisme merupakan perilaku dari
orang yang beriman, dan merupakan wujud dari keyakinan kepada Allah. Karena
Allah adalah sebaik-baiknya penolong dan pelindung. Salah satu sikap optimis ini pernah
disampaikan oleh Rasulullah saw kepada Abubakar ketika perjalanan hijrah
dimulai. Ketika itu Abubakar mulai merasa khawatir. Di dalam gua Tsur tempat beliau berdua bersembunyi dari
kejaran orang-orang Qurasy yang ingin membunuhnya. Dari dalam Gua Tsur, mereka
menyaksikan ada beberapa orang pengejar dengan pedang terhunus. Seandainya
mereka melihat ke dalam lubang gua, tentu Rasulullah bersama Abubakar
ditangkap. Abubakar tak sanggup menahan
kerisauan dan mengungkapkannya kepada sahabatnya, Muhammad Rasulullah. Namun,
bukan perasaan gentar yang dilontarkan oleh baginda atas perasaan Abubakar,
justru sebaliknya, beliau menegaskan “jangan takut dan khawatir bahwa
sesungguhnya Allah bersama kita”, ujar beliau mantap.
Optimis adalah sebuah ungkapan yang menunjukkan kepada
sebuah kepercayaan diri yang muncul dari dalam hati atas tindakan yang akan
kita lakukan, dengan harapan mendapatkan yang baik dan menguntungkan. Ketika
dalam diri kita ada rasa optimis dalam menatap masa depan, maka dengan
sendirinya akan muncul suatu kekuatan (mental) untuk menggapainya.. Dan jika pada
suatu saat nanti ada tantangan tentu kita sudah siap (mental) menghadapinya. Jadi
orang yang optimis adalah orang yang memiliki keyakinan kuat bahwa dia bisa
meraih apa yang menjadi cita-citanya di masa depan, walaupun terdapat berbagai
rintangan. Atau dengan kata lain bersikap optimis adalah sebuah spirit dan energi positif untuk meraih prestasi tinggi dan
cita-cita mulia bagi seorangmikmin.
Sikap optimis ini tergambar dalam firman Allah SWT dalam
al-Qur’an surat Yusuf 12 [87]
يَٰبَنِيَّ ٱذۡهَبُواْ
فَتَحَسَّسُواْ مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَاْيَۡٔسُواْ مِن رَّوۡحِ ٱللَّهِۖ
إِنَّهُۥ لَا يَاْيَۡٔسُ مِن رَّوۡحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡقَوۡمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ ٨٧
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita
tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang
kafir".
Perhatikan juga al-Hijr 15 [56] bahwa orang yang berputus
asa adalah orang yang dzalim.
قَالَ وَمَن يَقۡنَطُ مِن
رَّحۡمَةِ رَبِّهِۦٓ إِلَّا ٱلضَّآلُّونَ ٥٦
Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa
dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat"
Itulah sebabnya bahwa orang yang beriman selalu optimis
dalam setiap urusan dalam menata masa depan yang lebih baik. Sebaliknya Islam
melarang bersikap pesimis. Sebab sifat pesimis adalah karakter bagi orang kafir
dan orang dzalim.
Dalam hadits Rasulullah saw bersabda bahwa yang dimaksud
dengan sifat optimis itu adalah al-kalimat al-shalihat sebagaimana
sabdanya;
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " لَا طِيَرَةَ وَخَيْرُهَا الْفَأْلُ " قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا
الْفَأْلُ قَالَ: " الْكَلِمَةُ الصَّالِحَةُ يَسْمَعُهَا أَحَدُكُمْ "
Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata: Rasulullah saw.
bersabda: Tidak ada rasa tiyarah (firasat buruk dan kesialan), dan yang lebih
baik dari itu adalah rasa optimis. Maka ditanyakanlah kepada beliau: Apa yang
dimaksud dengan rasa optimis?, Beliau bersabda: Yaitu kalimat baik yang sering
didengar oleh salah seorang dari kalian.” (H.R. Ahmad).
Salah satu ciri orang yang optimis adalah setiap melakukan
pekerjaan ia melakukannya dengan sepenuh hati dan perasaan senang, mensyukuri
keberhasilannya dan mengevaluasi kekurangannya, betapapun beratnya pekerjaan
itu. Seberat apapun penderitaan hidup, tetaplah optimis untuk menatap
rahmat-Nya. Berharaplah tiada henti untuk mendapatkan kemurahan Allah yang Maha
Pengasih. Sikap mental seperti inilah yang menghantarkan manusia pada
kebahagiaan hidup yang dicita-citakan. Sebagai orangyang beriman hendaknya
selalu optinmis dalam menempuh kehidupan ini. Sebab Allah SWT tidak akan
membebani manusia di luar batas kemampuannya, sebagaimana firman-Nya dalam
al-Qur’an surat al-Baqarah 2 [286].
لَا
يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَعَلَيۡهَا مَا ٱكۡتَسَبَتۡۗ
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ رَبَّنَا وَلَا
تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرٗا كَمَا حَمَلۡتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِنَاۚ
رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦۖ وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ
لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآۚ أَنتَ مَوۡلَىٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ
٢٨٦
Artinya; Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari
kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum
kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami
apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir"
Dengan demikian, rasa optimis dalam menata kehidupan ini
sudah lebih dari cukup untuk menjadi landasan, agar kita senantiasa memiliki
harapan dan optimisme dalam hidup, dengan optimis maka apa yang menjadi tujuan
dalam hidup mampu diwujudkan dengan baik, walaupun mungkin tidak semuanya yang direncnakan
dapat terwujud namun setidaknya kita sudah bersusaha dengan dasar pondasi
optimis.
بارك
الله لي ولكم
Wallahu a’lam bi al-shawaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar