Khutbah Jum’at Optimis Menatap Masa Depan Oleh: Masykur H.Mansyur (IAIN Syekh Nurjati Cirebon DPK Unsika Karawang)



Dalam Islam, sikap optimisme merupakan perilaku dari orang yang beriman, dan merupakan wujud dari keyakinan kepada Allah. Karena Allah adalah sebaik-baiknya penolong dan pelindung. Salah satu sikap optimis ini pernah disampaikan oleh Rasulullah saw kepada Abubakar ketika perjalanan hijrah dimulai. Ketika itu Abubakar mulai merasa khawatir. Di dalam gua Tsur tempat beliau berdua bersembunyi dari kejaran orang-orang Qurasy yang ingin membunuhnya. Dari dalam Gua Tsur, mereka menyaksikan ada beberapa orang pengejar dengan pedang terhunus. Seandainya mereka melihat ke dalam lubang gua, tentu Rasulullah bersama Abubakar ditangkap. Abubakar tak sanggup  menahan kerisauan dan mengungkapkannya kepada sahabatnya, Muhammad Rasulullah. Namun, bukan perasaan gentar yang dilontarkan oleh baginda atas perasaan Abubakar, justru sebaliknya, beliau menegaskan “jangan takut dan khawatir bahwa sesungguhnya Allah bersama kita”, ujar beliau mantap.
Optimis adalah sebuah ungkapan yang menunjukkan kepada sebuah kepercayaan diri yang muncul dari dalam hati atas tindakan yang akan kita lakukan, dengan harapan mendapatkan yang baik dan menguntungkan. Ketika dalam diri kita ada rasa optimis dalam menatap masa depan, maka dengan sendirinya akan muncul suatu kekuatan (mental) untuk menggapainya.. Dan jika pada suatu saat nanti ada tantangan tentu kita sudah siap (mental) menghadapinya. Jadi orang yang optimis adalah orang yang memiliki keyakinan kuat bahwa dia bisa meraih apa yang menjadi cita-citanya di masa depan, walaupun terdapat berbagai rintangan. Atau dengan kata lain bersikap optimis adalah sebuah spirit dan energi positif untuk meraih prestasi tinggi dan cita-cita mulia bagi seorangmikmin.
Sikap optimis ini tergambar dalam firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat Yusuf  12 [87]
يَٰبَنِيَّ ٱذۡهَبُواْ فَتَحَسَّسُواْ مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَاْيۡ‍َٔسُواْ مِن رَّوۡحِ ٱللَّهِۖ إِنَّهُۥ لَا يَاْيۡ‍َٔسُ مِن رَّوۡحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡقَوۡمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ ٨٧
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".
Perhatikan juga al-Hijr 15 [56] bahwa orang yang berputus asa adalah orang yang dzalim.
قَالَ وَمَن يَقۡنَطُ مِن رَّحۡمَةِ رَبِّهِۦٓ إِلَّا ٱلضَّآلُّونَ ٥٦
Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat"
Itulah sebabnya bahwa orang yang beriman selalu optimis dalam setiap urusan dalam menata masa depan yang lebih baik. Sebaliknya Islam melarang bersikap pesimis. Sebab sifat pesimis adalah karakter bagi orang kafir dan orang dzalim.
Dalam hadits Rasulullah saw bersabda bahwa yang dimaksud dengan sifat optimis itu adalah al-kalimat al-shalihat sebagaimana sabdanya;
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " لَا طِيَرَةَ وَخَيْرُهَا الْفَأْلُ " قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا الْفَأْلُ قَالَ: " الْكَلِمَةُ الصَّالِحَةُ يَسْمَعُهَا أَحَدُكُمْ "
Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada rasa tiyarah (firasat buruk dan kesialan), dan yang lebih baik dari itu adalah rasa optimis. Maka ditanyakanlah kepada beliau: Apa yang dimaksud dengan rasa optimis?, Beliau bersabda: Yaitu kalimat baik yang sering didengar oleh salah seorang dari kalian.” (H.R. Ahmad).
Salah satu ciri  orang yang optimis adalah setiap melakukan pekerjaan ia melakukannya dengan sepenuh hati dan perasaan senang, mensyukuri keberhasilannya dan mengevaluasi kekurangannya, betapapun beratnya pekerjaan itu. Seberat apapun penderitaan hidup, tetaplah optimis untuk menatap rahmat-Nya. Berharaplah tiada henti untuk mendapatkan kemurahan Allah yang Maha Pengasih. Sikap mental seperti inilah yang menghantarkan manusia pada kebahagiaan hidup yang dicita-citakan. Sebagai orangyang beriman hendaknya selalu optinmis dalam menempuh kehidupan ini. Sebab Allah SWT tidak akan membebani manusia di luar batas kemampuannya, sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an surat al-Baqarah 2 [286].
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَعَلَيۡهَا مَا ٱكۡتَسَبَتۡۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرٗا كَمَا حَمَلۡتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦۖ وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآۚ أَنتَ مَوۡلَىٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٢٨٦
Artinya; Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir"
Dengan demikian, rasa optimis dalam menata kehidupan ini sudah lebih dari cukup untuk menjadi landasan, agar kita senantiasa memiliki harapan dan optimisme dalam hidup, dengan optimis maka apa yang menjadi tujuan dalam hidup mampu diwujudkan dengan baik, walaupun mungkin tidak semuanya yang direncnakan dapat terwujud namun setidaknya kita sudah bersusaha dengan dasar pondasi optimis.
بارك الله لي ولكم
Wallahu a’lam bi al-shawaab.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.