Pada paruh kedua minggu ini sudah mulai tampak kita saksikan spanduk dengan ungkapan marhaban ya ramadhan atau selamat datang bulan ramadhan. begitupun di WA, facebook, dan lain-lain. lalu apa sesungguhnya marhaban ya ramadhan tersebut ?.
Kata Marhaban
sebagaimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) di artikan sebagai kata
seru (aktif) untuk menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat
datang). Sama halnya dengan kata “ahlan wa sahlan” yang juga berarti selamat datang.
Walaupun keduanya mempunyai pengertian yang sama “selamat datang”
tetapi penggunaannya berbeda. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan al-Qur’an
(p.512) menjelaskan para ulama tidak menggunakan ahlan wa sahlan untuk
menyambut datangnya bulan ramadlan, melainkan “marhaban ya ramadlan”. Kata “ahlan”
terambil dari kata ahl
yang berarti "keluarga", sedangkan sahlan berasal dari kata sahl yang berarti mudah.
Juga berarti "dataran rendah"
karena mudah dilalui,
tidak seperti "jalan mendaki". Ahlan
wa sahlan, adalah ungkapan
selamat datang, yang dicelahnya
terdapat kalimat tersirat yaitu, "(Anda
berada di tengah) keluarga dan (melangkahkan kaki di) dataran rendah
yang mudah."
Masih menurut Quraish Shihab, kata marhaban terambil dari
kata rahb yang
berarti "luas" atau "lapang", sehingga marhaban menggambarkan bahwa
tamu disambut dan diterima dengan dada
lapang, penuh kegembiraan, serta dipersiapkan
baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Dari akar kata
yang sama dengan "marhaban", terbentuk kata rahbat yang antara lain berarti "ruangan luas
untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna
melanjutkan perjalanan." Marhaban ya Ramadhan berarti
"Selamat datang Ramadhan" mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang
dada, penuh kegembiraan; tidak
dengan menggerutu dan
menganggap kehadirannya "mengganggu
ketenangan" atau suasana
nyaman kita.
Marhaban ya
Ramadhan, kita ucapkan
untuk bulan suci itu, karena kita
mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju
Allah Swt.
Dalam menyambut bulan suci ramadlan
tahun 1439 H. 2018, ini ada baiknya menyimak apa yang disampaikan oleh baginda
Rasulullah saw dalam sebuah hadits sebagai berikut:
Diriwayatkan
dari Salman r.a., ia berkata, “Rasulullah saw, pernah menyampaikan khutbah
kepada kami pada akhir bulan Sya’ban. Beliau bersabda;
Wahai saudara-saudara sekalian, bulan yang agung dan penuh berkah
sudah hampir tiba, bulan yang didalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik
dari seribu bulan, bulan yang puasanya ditetapkan oleh Allah sebagai kewajiban
dan shalat tahajudnya sebagai ibadah sunnah. Barang siapa melakukan sebuah amal
sunnah di dalamnya, maka ia seperti orang yang menunaikan sebuah amal fardhu di
luarnya; dan barang siapa melakukan sebuah amal fardhu di dalamnya, maka dia
terhitung seperti orang yang menunaikan tujuh puluh amal fardhu di luarnya. Dia
adalah bulan kesabaran, dan pahala kesabaran adalah surga. Dia adalah bulan
penghiburan (kepada kaum miskin). Pada bulan tersebut rezeki seorang mu’min
bertambah. Barang siapa memberi buka kepada seorang yang berpuasa, niscaya
dosa-dosanya akan diampuni, dirinya akan dibebaskan dari neraka, dan dia
mendapat pahala seperti orang yang berpuasa tersebut tanpa berkurang sedikit pun
pahalanya.
Para sahabat berkata, “Wahai
Rasulullah, tidak semua orang punya harta untuk memberi buka kepada orang yang
berpuasa”! Rasululah bersabda, Allah memberi pahala ini kepada siapa pun yang
memberi buka kepada orang yang berpuasa, meskipun hanya dengan sebutir kurma,
seteguk air putih, atau campuran susu.
Bagian awal bulan ini adalah rahmat, bagian tengahnya adalah
ampunan dosa, dan bagian akhirnya adalah pembebasan dari neraka. Barang siapa
memberi budaknya keringanan dari pekerjaan pada bulan ini, niscaya Allah akan
mengampuni dosanya dan membebaskan dari neraka. Perbanyaklah melakukan empat
perkara dalam bulan ini, dua diantaranya untuk membuat Tuhan kalian ridha, dan
dua lagi pasti kalian perlukan. Dua perkara untuk membuat Tuhan kalian ridha
adalah mengucapkan syahadat laa ilaaha illa-llah (tiada Tuhan selain
Allah) dan beristighfar, sedangkan dua perkara yang pasti kalian perlukan
adalah memohon surga kepada Allah dan berlindung kepada-Nya dari neraka. Barang
siapa memberi minum kepada orang yang berpuasa, niscaya Allah akan memberinya
minum dari telagaku, sehingga dia tidak akan haus lagi sampai dia masuk surga.
Menurut Wahbah az-Zuhaily dalam kitab Fiqh Islam wa Adillatuhu (2011: 24-26,
Vol. 3). Bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Huzaimah dalam Shahihnya,
lalu dia berkomentar hadits ini shahih. Dia meriwayatkan dari jalur Baihaqi.
Abusy Syaikh ibnu Hayyan juga meriwayatkan dalam ats-Tsawaab secara ringkas
dari mereka berdua (at-Targhib wat-Tarhib 2/94-95). Demikian az-Zuhaily.
Sungguh lengkap sudah apa yang
dikhutbahkan oleh baginda Rasulullah saw, tentang berbagai kemuliaan yang
diperuntukkan bagi manusia yang melaksanakan ibadah, baik ibadah sunah maupun
ibadah wajib di bulan ramadhan ini. Begitu amat pentingnya bulan ramadhan ini
sampai-sampai Nabi Muhammad saw pernah bersabda;
لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ
ما فيِ شَهرِ رَمَضَانَ لَتَمَنَّى اَنْ يَكُوْنَ شَهْرُ رَمَضاَنَ سَنَةً
ِِِArtinya, seandainya manusia
mengetahui besarnya pahala yang tersedia di bulan ramadhan, niscaya dia
berharap bulan ramadhan itu sepanjang tahun, (hadits riwayat Bukhari dan Muslim
dari Abi Hurairah).
Puasa
Ramadhan diwajibkan setelah kiblat dialihkan ke ka’bah pada tanggal 10 Sya’ban
tahun 2 H. Tepatnya satu setengah tahun setelah Nabi berhijrah ke Madinah. Nabi
saw menjalani puasa Ramadhan selama Sembilan tahun.
Wahbah
Az-Zuhaili dalam kitab Fiqh Islam wa Adilatuhu. Orang yang mengingkari
kewajiban puasa Ramadhan terhitung kafir dan diperlakukan seperti orang murtad,
jadi dia diminta bertaubat. Jika sudi bertaubat dia diampuni. Adapun orang yang
meninggalkan puasa karena malas, tanpa ada udzur, dan tidak mengingkari
kewajibannya, maka dia terhitung fasik, bukan kafir.
Berdasarkan
dalil al-Qur’an, sunnah dan ijma’ puasa bulan ramadhan merupakan rukun dan
fardhu (kewajiban dalam Islam).
Dalilnya
al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 2 :[183, 185]]
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن
قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٨٣
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ
أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ
سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ
بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا
هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ١٨٥
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di
negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur
Dalam hadits disebutkan “ seorang laki-laki berambut kusut
menghadap Nabi saw, lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah jelaskan kepada saya puasa
yang diwajibkan Allah atas diri saya,’ Beliau bersabda, ‘Puasa bulan Ramadhan.’
Orang itu bertanya, ‘Adakah yang lain?’ Beliau menjawab, “Tidak ada”, kecuali
jika kau ingin melakukan puasa sunnah. ‘Dia berkata, ‘Jelaskan kepada saya
zakat yang diwajibkan atas diri saya, ‘Beliau kemudian menjelaskan kepada
syari’at Islam. Setelah itu dia berkata, Demi Allah yang telah memuliakan Anda,
saya tidak akan melakukan amal yang sunnah, tetapi saya tidak akan mengurangi
amal yang diwajibkan Allah atas diri saya’,
Nabi lantas bersabda;
فقال النبَّيُِّ اَفْلَحَ إِنْ
صَدَقَ أَوْدَخَلَ الْجَنَّةَ إِنْ
صَدَقَ
Beruntunglah dia jika ucapannya itu tadi benar, atau, Dia pasti
masuk surga jika ucapannya tadi benar. (Muttafaq alaih
Wallahu
a’lam bi al-shawaab. khutbah jum'at dibacakan di Kantor Kemenag Kab. Karawang, 11 Mei 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar