Bahaya Ujub Oleh Masykur H Mansyur Kaprodi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) Unsika Karawang.




            Ujub merupakan satu dari sekian banyak akhlaq tercela. Ujub sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Ghazali dalam Mukhtashor Ihya’ Ulumuddin yaitu kesombongan batin atas kesempurnaan ilmu atau amal yang digambarkannya melalui lisan maupun perbuatan (tindakan). Jika merasa khawatir, bahwa kesempurnaan itu akan lenyap, maka ia bukan disebut sebagai orang yang berlaku ujub. Dan jika merasa gembira karena menganggap kesempurnaan tersebut sebagai nikmat yang datang dari Allah, maka ini juga bukan termasuk orang yang berlaku ujub. Melainkan sebagai orang yang merasa gembira atas anugerah yang Allah Ta’ala berikan kepadanya. Dan jika ia memandang kesempurnaan tersebut sebagai sifat tanpa memperhatikan bahwa hal itu bisa lenyap dan tidak juga memperhatikan kepada siapa yang telah memberikannya, melainkan hanya terpaku pada sifat itu sendiri, maka sikap seperti ini termasuk yang membinasakan.
            Umul Mu’minin Siti Aisyah pernah ditanya “kapan seseorang dikatakan tidak baik?” beliau menjawab “ketika ia menganggap dirinya paling baik”.
Jawaban Siti Aisyah sungguh padat dan singkat, tapi mempunyai makna yang luas dan mendalam. Itulah yang dimaksud dengan ujub yaitu salah satu dari akhlaq tercela. Secara sederhana ujub diartikan sebagai terpesona atau kagum terhadap kebaikan diri sendiri.
Bagaimanapun hebatnya orang yang sok menyombongkan diri, tetap saja ia adalah termasuk orang yang lemah, dan dia berada dalam jurang kehancuran.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Tabrani dari Annas.

 عن أنس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan), dan ujub (takjub pada diri sendiri).
            Tercatat dalam sejarah Islam bahwa ujub atau sombong karena merasa kuat pernah terjadi pada masa Rasululah saw. Dalam perang Hunain jumlah pasukan muslim sangatlah banyak yaitu sekitar 12.000 orang. Karena merasa jumlah yang sangat banyak, sebagian sahabat sebelum perang dimulai sudah merasa menang.
Hal itu tertuang dalm surah al_Taubah 9 {25]
لَقَدۡ نَصَرَكُمُ ٱللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٖ وَيَوۡمَ حُنَيۡنٍ إِذۡ أَعۡجَبَتۡكُمۡ كَثۡرَتُكُمۡ فَلَمۡ تُغۡنِ عَنكُمۡ شَيۡ‍ٔٗا وَضَاقَتۡ عَلَيۡكُمُ ٱلۡأَرۡضُ بِمَا رَحُبَتۡ ثُمَّ وَلَّيۡتُم مُّدۡبِرِينَ ٢٥
25. Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.
Prof. Hamka dalam Tafsir al-Azhar menjelaskan bahwa, perasaan tentara Islam ketika berangkat adalah sedikit abai. Abu Bakar sendiri-pun nyaris lalai melihat banyak bilangan itu, sehingga terloncat dari mulutnya. Kita tidak akan dapat dikalahkan lagi, lantaran sedikit. Artinya bahwa bilangan kita telah banyak, lebih dari 12.000 orang. Sedangkan yang lainpun se-akan-akan ada perasan begitu.Hawazin dan Tsaqif akan dapat kita kalahkan. Sedangkan Quraisy yang lebih kuat telah kita kalahkan. Apalagi orang-orang Mekkah yang baru beberapa minggu saja memeluk Islam, dengan berbesar hati ikut pergi perang sebab merasa tidak akan kalah dan akan mendapat banyak laba harta rampasan karena menurut Muhammad saw. Maka, berangkatlah tentara besar itu meninggalkan Mekkah menuju negeri orang Hawazin dan Tsaqif itu.
Karena mereka sudah merasa menang sebelum perang, akhirnya mereka lalai dari incaran dan siasat musuh. Ketika sampai di lembah Hunain, pasukan Islam diserang musuh dari segala penjuru termasuk dilereng-lereng bukit yang sangat strategis. Dengan laihainya pasukan Malik bin Auf menggelontorkan batu-batu besar dan diserang dengan tombak dan anak panah, sehingga pasukan Islam lari tunggang langgang, kocar kacir. Timbul panic dan kegugupan luar biasa sehingga barisan yang tadinya teratur menjadi kocar-kacir berderai-derai.
Namun  tiba-tiba muncul lagi kegembiraan di hati pemimpin-pemimpin Mekah. Rasulullah saw menguatkan kembali persatuan diantara umat Islam. Setelah melakukan instropeksi dan konsolidasi, serta atas pertolongan Allah SWT, akhirnya peperangan ini dimenagkan oleh kaum muslimin.
            Ada ujub yang disebabkan oleh keyakinan dan perilaku. Orang ujub biasanya merasa paling benar dan suci dibandingkan dengan orang lain, karena orang semacam ini menanggap dirinya sudah melkasanakan ajaran agama sesuai dengan tuntutan. Ada lagi, orang ujub juga, merasa paling pintar dalam hal agama, sehingga tidak memberi ruang orang lain untuk bicara soal agama. Orang ujub semacam ini bisa menilai orang dari sisi siapa yang bicara, bukan dari sisi apa yang menjadi isi pembicaraannya. Ujub ini muncul dari orang yang tinggi semangat atau motivasi keagamaannya, tapi miskin ilmu, pada sisi yang lain muncul pada orang pandai, tapi miskin akhlaqnya.
            Allah SWT mengingatkan kita dalam al-Qur’an surat al-Najm 53 [32]
…..فَلَا تُزَكُّوٓاْ أَنفُسَكُمۡۖ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَنِ ٱتَّقَىٰٓ ٣٢
32. maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.
Termasuk larangan menyombongkan diri sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Isra 38
وَلَا تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّكَ لَن تَخۡرِقَ ٱلۡأَرۡضَ وَلَن تَبۡلُغَ ٱلۡجِبَالَ طُولٗا ٣٧
37. Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung
Siapa orang sombong itu ?. Orang sombong adalah orang yang tak tahu siapa dirinya.Bersifat angkuh karena dia telah lupa bahwa hidup manusia di dunia ini hanyalah bersifat sementara. Kelak akan mati, akan kembali masuk ke tanah dan kembali jadi tanah, tinggal tulang-tulang yang berserekan dan menakutkan.
Oleh sebab itu, seorang mukmin sejati ialah seorang yang tahu diri, lalu ditempatkan dirinya itu pada tempat yang sebenarnya. Itulah yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai sifat tawadhu’. Atau tegakla yang sederhana, ukurlah kekuatan diri, seperti hadits Rasulullah saw.
مَاهَلَكَ امْرُؤٌ عَرَفَ قَدْرَ نَفْسِهِ
Tidaklah akan celaka orang yang mengerti kedudukan dirinya.
Wallahu a’lam bi al-shawaab
.










Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.