BERKACA PADA PERISTIWA MENINGGALNYA GURU BUDI



            Berbagai kasus yang terjadi di lembaga pendidikan akhir-akhir ini cukup menghentak kesadaran kita bangsa Indonesia. Kasus guru dipenjara karena tuntutan orang tua murid, kasus guru dipukul oleh orang tua murid, dan terakhir ini kasus guru meninggal akibat dianiaya oleh muridnya sendiri.
            Adalah Ahmad Budi Cahyono seorang guru honorer di SMAN I Torjun Sampang Madura meninggal dunia akibat dianiaya oleh muridnya sendiri yang berinisial HI. Kejadian meninggalnya guru tersebut terjadi pada 1 Pebruari 2018. Suatu peristiwa yang menghebohkan dunia pendidikan kita, peristiwa  ini terjadi di lingkungan sekolah. Kasus pemukulan oleh siswa HI terjadi saat guru Budi menyampaikan pelajaran kesenian. Kisah Pak Budi seperti diceritakan oleh pak Amat sang Kepala Sekolah, saat itu pak Budi masih terlihat sehat. tapi, orangnya memang tampak lesu. Peristiwanya sendiri terjadi pada hari Kamis (1/2) siang pukul 13.00 WIB. Pak Amat sendiri mengaku kalau Pak Budi sempat menceritakan kejadian di ruang kelas XII itu kepada dirinya. Selanjutnya menurut beliau hari Kamis (1/2) sore Pak Budi dibawa oleh keluarganya ke Rumah Sakit di Surabaya karena tidak sadarkan diri.
Saat itu HI tertidur di dalam kelas, dan Pak Budi langsung menghampiri yang bersangkutan, mencoret wajahnya dengan tinta. Namun, HI tidak terima dan langsung memukul guru Budi mengenai bagian pelipis wajahnya. Namun Pak Budi tidak melawan. Ia mengalah atas perlakuan siswanya HI.
Aksi yang dilakukan oleh HI tidak sampai di situ. Seusai pulang sekolah, siswa itu menunggu guru Budi di Jalan Raya Jrengik dan kembali menganiaya sang guru. Sesampainya di rumahnya, Pak Budi tiba-tiba pingsan dan langsung dirujuk ke RS Dr Soetomo Surabaya. Hasil diagnosa dokter menyebutkan yang bersangkutan mengalami mati batang otak dan semua organ dalam sudah tidak berfungsi. Kasat Reskrim Polres Sampang AKP Heri Kusnanto menyatakan, telah menangkap siswa HI, pelaku pengsniayaan terhadap guru seni rupa di SMA Negeri 1 Torjun Sampang, Madura, Kamis (1/2) sekitar pukul 24.00 WIB di rumahnya di Dusun Brekas, Desa Tonjun, Kecamatan Torjun, Sampang. [1]
            Salah satu tugas guru adalah memberikan nasihat kepada murid-muridnya agar murid melaksanakan kegiatannya sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh gurunya, bukan sebaliknya mengabaikan, apalagi membantah dan melawan kepada gurunya-selama apa yang diperintahkan oleh guru tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Runtuhnya Moralitas Pendidikan
            Tidaklah berlebihan apa yang disampaikan oleh Prof Mahfud MD menanggapi kejadian tersebut, bahwa wafatnya Budi semata-mata karena runtuhnya moralitas pendidikan. Banyak anak-anak sudah tidak menghormati orang tua. Kondisi ini menjadi tantangan semua kalangan ke depan."Orangtua, masyarakat, tokoh masyarakat dan pondok pesantren memiliki tugas sentral untuk membangun mentalitas pendidikan dan penguatan ahlak, budi pekerti sejak dini kepada anak-anak".
            Sudah sering terjadi kisah semacam ini. Pada bulan November tahun 2017 yang lalu cukup dihebohkan dengan kelakuan anak SMAN 1 SP Padang, Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan yang menusuk seorang guru honorer dengan kunci motor. Pada Oktober 2017 seorang guru SMAN 1 Kendari Sulawesi Tenggara, juga dianiaya murid dan orangtuanya hingga mesti dirawat di rumah sakit. Pada bulan yang sama, seorang guru SDN Pelahari 7 Tanah Laut Kalimanta Selatan, juga dianiaya orang tua murid. Pada bulan September 2017, seorang guru pesantren Syekh Abdurauf Asingkily juga dianiaya oleh orang tua santri di Pangkalan Sulampi Kabupaten Aceh Singkil. Sedangkan pada Juni 2017 seorang uru SMPN 11 Kota Bima NTB harus dirawat di rumah sakit setelah dikeroyok wali murid.[2]
            Bebagai macam reaksipun mengalir atas kejadian meninggalnya guru Budi tersebut. Sebut saja misalnya siswa SMP al-Irsyad Purwokerto bergantian naik podium setelah selesai upacara bendera. Tidak sepantasnya seorang pelajar menganiaya gurunya seperti itu. Guru bahkan seharusnya diperlakukan dengan hormat karena telah meberikan ilmunya kepada kita. Kata Agung Vario Elma Putra, siswa kelas VII, dihadapan ratusan kawan-kawanya.[3] Ucapan tulus seperti yang disampaikan oleh siswa tersebut hendaknya meresap dalam hati sanubari peserta didik. Demikian juga dikalangan pendidik itu sendiri hendaknya memberikan contoh yang baik agar anak didiknya berprilaku hormat kepada guru. Begitupun kepada orang tua agar memperhatikan perkembangan jiwa dari anak-anaknya.
Novi Puspita Candra Dosen Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta bahwa yang menyebabkan perilaku murid pelaku kekerasan, dari kacamata perkembangan anak, sistem pendidikan yang memberi perhatian porsi besar pada nilai dan akademik telah menggerus area otak anak-anak remaja Indonesia di area frefrontal cortex. Frefrontal cortex adalah bagian yang bekerja secara kritis menentukan sikap yang tepat atau tidak dalam menghadapi sebuah situasi. Karena sistem pendidikan Indonesia hanya memfasilitasi kerja otak di low order thinking, yaitu menghafal dan memahami, belum sampai mengkritisi dan mengevaluasi. Anak remaja terkesan seperti robot di sekolah. Karena itu pendidikan berkontribusi terhadap akar kekerasan. Beliau merekomendasikan adanya perubahan paradigma pendidikan yang berfokus tidak hanya pada sisi akademis, tapi juga kompetensi abad 21 dan karakter sosial dan emosional. Kasus ini perlu adanya pendekatan promotif jangka panjang adanya penciptaan lingkungan pembelajaran baik di sekolah ataupun rumah yang menyenangkan, positif aman, menantang dan berhubungan dengan kehidupan riil.[4].
            Menurut ajaran Islam salah satu sikap seorang penuntut ilmu itu harus bersikap hormat kepada guru akan petunjuk-petunjuknya, serta bersabar dalam mengendalikan apa-apa yang diinginkan. Syekh al-Zarnuji dalam Kitab Ta’lim Muta’alim mengatakan saya pernah dibacakan sya’ir Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah, menjelaskan ada enam perkara yang dijelaskan secara ringkas.
ألآ لاتَنَالُ العِلْمَ إلاَّ بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمَوْعِهَا بِبَيَانِ ذَكاَءٍ وَحِرْصٍٍ وَاسْتطِبَارٍ
وَبُلْغَةٍ وَإِرْشَادٍ وَطُوْلِ زَمَانِ
Artinya, Ingatlah kamu tidak akan memperoleh ilmu pengetahuan kecuali dengan enam perkara yang akan kujelaskan semua kepadamu secara ringkas; yaitu kecerdasan, minat yang besar, kesabaran, bekal yang cukup, petunjuk guru dan waktu yang lama.[5]
            Dalam ajaran Islam penghormatan kepada guru sangat ditekankan, bukan hanya figur guru itu sendiri, tapi juga keluarga dan kerabatnya Hal ini merupakan bagian dari ta’zhim al-‘ilm atau mengagungkan ilmu. Menghormati seseorang karena keilmuannya adalah bagian dari menghormati ilmu. Karena itu di dalam Islam sangat dilarang untuk menyakiti guru, apalagi menganiaya bahkan membunuhnya seperti yang terjadi baru-baru ini “Siapa yang menyakiti gurunya, maka ia pasti terhalang keberkahan ilmunya, dan hanya sedikit saja ilmunya bermanfaat.”
            Kenapa sosok seorang guru begitu mulia dihadapan Allah. Allah SWT menjelaskan dalam al-Qur’an surat Fathir 35 [28].
ۗ إِنَّمَا يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ ٢٨
… Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
            Yang dimaksud dengan ulama disini adalah ulama secara umum, yaitu orang-orang yang berilmu,atau berpengetahuan, ada ungkapan yang sering kita dengar “Bukanlah seseorang dikatakan alim karena dia banyak menghafal hadits. Tapi alim sejati adalah yang banyak khasyyah atau takutnya kepada Allah SWT”. Prof. Hamka dalam Tafsir al-Azhar mejelaskan bahwa yang dimaksud dengan ulama disini adalah “bukan hanya sekedar orang yang tahu hukum-hukum agama secara terbatas, dan bukan hanya orang yang mengaji kitab fiqh, dan bukan pula ditentukan oleh jubbah dan serban besar. Malahan kadang-kadang perjalanan sejarah telah kerap kali agama terancam bahaya karena ulah serban besar”[6].
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
            Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo (Jokowi) dalam acara Rembuk Nasional Pendidikan dan kebudayaan (RNPK) di Pusdiklat Kemendikbud, Bojongsari Depok Selasa 6 Pebruari baru lalu, ikut berbicara terhadap kasus pemukulan guru di Sampang yang berakibat fatal itu. “Kejadian itu menunjukkan pendidikan karakter bagi murid masih menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan, ini harus menjadi catatan besar kita, ada apa ini, kenapa ini terjadi?”. Aksi yang membuat seorang guru meninggal dunia hanya satu dari ragam kejelekan budi pekerti murid sekolah.
Menyimak apa yang dilakukan oleh kalangan remaja kita dewasa ini tentang berbagai kenakalan yang dilakukan oleh mereka, seperti tawuran, bullying dan kriminalitas yang mereka lakukan, kita boleh menilai apakah bangsa kita sudah dekat dengan kehancuran ? padahal sebagian dari ciri-ciri tersebut memang sudah terlihat di depan mata kita. Dengan demikian harus bagaimana bangsa ini?. 
Pendidikan karakter bukanlah hal baru dalam sejarah manusia. Orang tua dengan berbagai cara, sejak dahulu kala sebelum adanya lembaga pendidikan formal yang bernama sekolah, seperti sekarang, sudah berusaha mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang baik menurut norma yang berlaku dalam adat istiadat dan budaya mereka.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter bahwa yang dimaksud dengan Penguatan Pendidikan karakter adalah; Gerakkan pendidikan dibawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakkan Nasional Revolusi Mental (GNRM)[7]
Pendidikan karakter di Indonesia di lembagakan, dengan lahirnya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, Dalam peraturan ini bahwa yang bertanggung jawab dalam penguatan pendidikan karakter adalah tanggung jawab bersama keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Adapun tujuan penguatan pendidikan karakter yaitu;
1.    Membangun dan membekali peserta didik sebagai generasi emas Indonesia tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan;
2.    Mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik dengan dukungan pelibatan publik yang dilakukan melalui pendidikan jalur formal, non formal dan informal dengan memperhatikan keragaman budaya Indonesia; dan
3.    Merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, masyarakat dsn lingkungan keluarga dalam mengimplementasikan PPK [8].
Munculnya kembali gagasan pendidikan karakter di Indonesia, bisa dimaklumi, sebab selama ini pendidikan belum berhasil menghasilkan manusia yang berkarakter. Pendidikan kita baru bisa mengahasilkan peserta didik yang bisa menjawab soal-soal ujian dengan benar, berotak cerdas, tapi tidak diiringi dengan moral yang baik. Itulah sebabnya lebih dari satu abad yang lalu dalam sebuah kuliah di Harvard University, Ralph Waldo Emerson menegaskan, “Karakter lebih tinggi dari kecerdasan”.[9]
Memang benar, nilai di atas kertas seperti raport dan IPK (Indeks Prestasi Kumolatif) terlihat bagus dan memuaskan, akan tetapi ketika peserta didik tidak mampu menerapkan ilmu yang mereka dapatkan apa gunanya ilmu yang mereka punya? Pendidikan bukan hanya transfer ilmu tanpa aktualisasi ilmu, akan tetapi harus diimplementasikan sebagaimana do’a yang diajarkan oleh Rasulullah saw;
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَ رِزْقًا طَيِّباً وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat,  rizki yang baik serta amal yang diterima. (HR. Ibn Majjah dari shahabiyah Ummu Salamah ra).
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Lystiarti pernah menyampaikan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang dicanangkan pemerintah belum masuk ke kelas. Karena itu praktik-prktik kekerasan masih kerap terjadi di lingkungan sekolah. Selama ini PPK lebih banyak tertuang dalam penilaian rapor siswa saja. Bukan diimplementasikan dan ditanamkan secara riil dalam proses belajar kepada siswa, sungguh pendidikan karakter yang menyedihkan. Insiden tewasnya guru di SMAN 1 Torjun Sampang Madura menjadi cermin rendahnya pendidikan karakter.
Meskipun dalam kasus ini, memang diakui juga banyak faktor yang perlu dievaluasi. Salah satunya, minimnya kemampuan guru melakukan pendekatan kepada siswa yang berprilaku menyimpang. Mungkin saja cara yang dlakukan guru dalam mengatasi misbehavior seperti yang terjadi di Sampang Madura kurang tepat.

Loss of Adab
Pendidikan adab merupakan salah satu pendidikan yang paling utama diberikan kepada seorang anak. Bahkan (seharusnya), sebelum mendalami ilmu, seseorang harus terlebih dahulu mempelajari adab. Dan hal ini pulalah yang dilakukan oleh para salaf dan ulama terdahulu. Pendidikan menurut al-Attas “penyemaian dan penanaman adab dalam diri seseorang – ini disebut dengan ta’dib”[10]
Pentingnya pendidikan adab ini sebagaimana KH. M.Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Aadabul ‘Aalim wal-Muta’allim (Edisi Indonesia, Etika Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Titian Wacana 2007), Beliau mengutip hadits Rasulullah tentang hak anak atas orang tuanya, yaitu
حَقُّ الْوَلَدِ عَلَى وَالِدِهِ أَنْ يُحْسِنَ اسْمَهُ وَيُحْسِنَ مِنْ مَرْضَعِهِ وَيُحْسِنَ أَدَبَهُ
Hak seorang anak atas orang tuanya adalah mendapatkan nama yang baik, pengasuhan yang baik, dan adab yang baik.
            Dalam  hadits yang lain disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw pernah bersabda untuk memuliakan anak-anak dan perbaikan adab mereka, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah
اَكْرِمُوا أَوْلاَدَكُمْ وَأَحْسِنُوا أَدَبَهُمْ
Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka.
لَأَنْ يُؤَدِّبَ الرَّجُلُ وَلَدَهُ أَوْأَحَدُكُمْ وَلَدَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَتَصَدَّقَ كُلَّ يَوْمٍ بِنِصْفِ صَاعٍ (مسند أحمد)
Jika seseorang mendidik anaknya (menjadikan anak-anaknya beradab), maka itu lebih baik baginya dari pada bersedekah setiap harinya setengah sha’.
Dalam kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali kita akan semakin terbantu dalam melaksanakan konsep pendidikan adab.
Kitab itu membahas masalah adab dengan cukup detail. Mulai dari adab bangun tidur, masuk kamar mandi, berwudhu, mandi, bertayamum, pergi ke masjid, masuk masjid, bahkan adab-adab selepas terbit matahari sampai ke waktu gelincir matahari.
Kemudian ada adab hendak tidur, sholat, adab-adab imam dan makmum, adab hari Jum’at, sampai adab berpuasa.
Selanjutnya ada-adab terhadap Allah Ta’ala, terhadap guru, adab sebagai murid, adab terhadap orang tua dan adab-adab kepada seluruh manusia. Adab terhadap orang yang tidak dikenal, adab dengan sahabat karib dan adab dengan orang-orang yang dikenal (tetapi bukan sahabat).
            Adab murid kepada guru sebagaimana Imam al-Ghazali menjelaskan “Sebagai seorang murid kita harus menghormati guru. Usahakan muridlah dulu yang mengucapkan salam. Kurangi banyak bicara yang asbun (asal bunyi) di hadapannya. Berdirilah apabila guru berdiri. Jangan mengatakan kepadanya,“si Fulan berkata begini (yang berlawanan)”. Jangan bertanya kepada teman-teman ketika dihadapan guru. Jangan “cengengesan” (banyak ketawa dan senyum-senyum) ketika berbicara dengannya. Jangan mengutarakan hal-hal yang berlawanan dengan pendapatnya dan jangan menarik bajunya ketika hendak berdiri. Jangan meminta penjelasan kepada sang guru ketika di tenah jalan dan jangan menambah hal-hal yang membosankan”[11]
            Sepertinya pendidikan adab saat ini mulai longgar, bahkan ada beberapa diantara siswa yang bertindak diluar batas kewajaran seperti yang terjadi dewasa ini. Salah satu contohnya adalah meninggalnya bapak guru Budi di Sampang Madura akibat dianiaya oleh muridnya sendiri. Pada hal ulama kita sangat memperhatikan pendidikan adab tersebut.
            Suatu ketika Imam Syafi’i pernah ditanya oleh seseorang: “Sejauh manakah perhatianmu terhadap adab?. Beliau menjawab: setiap kali telingaku menyimak suatu pengajaran budi pekerti, meski hanya satu huruf, maka seluruh organ tubuhku akan ikut merasakan (mendengarnya) seolah-olah setiap organ itu memiliki alat pendengaran (telinga). Demikianlah perumpamaan hasrat dan kecintaanku terhadap pelajaran budi pekerti”. Beliau ditanya lagi, “Lalu bagaimanakah usaha-usaha dalam mencari adab itu?” Beliau menjawab, “Aku akan senantiasa mencarinya laksana usaha seorang ibu yang mencari anak satu-satunya yang hilang”[12].
            Ibn al-Mubarak lebih mengutamakan adab  dari pada ilmu dengan mengatakan;
نَحْنُ إليَ قَلِيلٍ مِنَ الْأَدَبِ أَحْوَجَ مِنَّا إِليَ كَشِيْرٍ مِنَ العِلْمِ
Mempunyai adab meskipun sedikit lebih kami butuhkan dari pada banyak ilmu pengetahuan.
            K.H.Hasyim Asy’ari memberikan kesimpulan dalam masalah adab ini. Dengan tegas beliau menyampaikan “Kaitannya dengan masalah adab ini, sebagian ulama lain menjelaskan, “Konsekuensi dari pernyataan tauhid yang telah diikrarkan seseorang adalah mengharuskannya beriman kepada Allah (yakni dengan membenarkan dengan meyakini Allah tanpa sedikitpun keraguan). Karena, apabila ia tidak memiliki keimanan itu, tauhidnya tidak dianggap sah. Demikian pula keimanan, jika keimanan tidak dibarengi dengan pengamalan syariat (hokum-hukum Islam) dengan baik, maka sesungguhnya ia belum memiliki keimanan dan tauhid yang benar. Begitupun dengan pengamalan syariat, apabila ia mengamalkannya tanpa dilandasi adab, maka pada hakikatnya ia belum mengamalkan syariat, dan belum dianggap beriman serta bertauhid kepada Allah”[13]
            Dalam hal ini adab bukan sekedar sopan santun, melainkan sangat terkait dengan iman dan ibadah dalam Islam. Dengan demikian betapa luhurnya kedudukan adab dalam Islam. Karena diyakini tanpa adab dan prilaku terpuji tidak akan diterima oleh Allah SWT. segala amal dan ibadah kita. Bahkan lebih jauh dari sekedar materi adab tersebut, pendidikan adab akan menjauhkan anak-anak kita dari cara berpikir dan sikap buruk. Sebab, dalam setiap adab selalu ditekankan pikiran positif dengan keyakinan kuat dan bulat.
                Peristiwa kurang hormatnya murid kepada guru sudah lama dikhawatirkan oleh pakar pendidikan. Thomas Lickona Profesor dari Cortland University mengungkapkan bahwa ada tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai, karena kalau tanda-tanda itu sudah ada, sebuah bangsa akan menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda itu adalah; 1). Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja. 2). Penggunaan kata-kata dan bahasa yang memburuk. 3). Pengaruh peer-group yang kuat dalam tindakan kekerasan. 4). Meningkatnya perilaku yang merusak diri, seperti narkoba, seks bebas dan alkohol. 5). Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk. 6). Penurunan etos kerja. 7). Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru. 8). Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga Negara. 9). Ketidak jujuran yang begitu membudaya. 100. Rasa saling curiga dan kebencian dianatara sesama.[14].
Menyimak apa yang dilakukan oleh kalangan remaja kita dewasa ini tentang berbagai kenakalan yang dilakukan oleh mereka, seperti tawuran, bullying dan kriminalitas yang mereka lakukan, kita boleh menilai apakah bangsa kita sudah dekat dengan kehancuran ? padahal sebagian dari ciri-ciri tersebut memang sudah terlihat di depan mata kita. Dengan demikian harus bagaimana bangsa ini?. 
Menurut Prof al-Attas, loss of adab umat Islam yakni hilangnya disiplin, mulai disiplin badan, pemikiran, dan jiwa. Seorang yang beradab menurut Al-Attas, adalah orang yang memahami dan mengakui posisinya yang tepat dengan dirinya sendiri, masyarakat dan sekelilingnya. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa secara konperehensif ketiadaan adab disebabkan oleh dua faktor; yaitu faktor eksternal dan internal. Penyebab eksternal “disebabkan oleh tantangan religious-kultural dan sosial-politik dari kebudayaan Barat. Sedangkan yang internal tampak dalam tiga bentuk fenomena yang saling berhubungan, yaitu kekeliruan dan kesalahan dalam memahami ilmu dan aplikasinya, ketiadaan adab dan munculnya pemimpin-pemimpin yang tidak layak memikul tanggung jawab secara benar dalam segala bidang”[15].

Wallahu a’lam bi al-Shawaab.





Daftar Pustaka

Adian Husaini,  Pendidikan Islam Memebentuk manusia Berkarakter dan Beradab, Jakarta, diterbitkan bersama Cakrawala Publishing dan Adabi Press, 2012,
Al-Ghazali, Adab fi al-Din, Terj.  A.M.Basalamah, Adab Dalam Agama, Jakarta: Gema Insani Press, 2000,
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid 7, Jakarta Gema Insani Press, 2015
Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter
R Laeny Susilawati dan Reni Ridarineni, Republika Koran, Momentum Evaluasi Pendidikan, Selasa 6 Pebruari 2018,
Ratna Megawangi, Semua Berakar pada Karakter, Isu-isu Permasalahan Bangsa, Jakarta, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007
Republika Koran Eko Widianto dan Andrian Saputra, Simpati Mengalir Untuk Pak Guru Budi, Selasa, 6 Pebruari 2018
Republika Koran, Eko Widiatno dan Andrian Saputra, Simpati Mengalir Untuk Pak Guru Budi, Selasa, 6 Pebruari 2018,
Republika Online,  Guru Budi Sempat Ceritakan Pemukulan Dirinya, Jum’at 2 Pebruari 2018.
Syekh al-Zarnuji, Ta’lim Muta’alim,  Terj, Ahmad Sunarto, Etika Menuntut Ilmu, Bandung, Husaini, t.t,
Thomas Lickona, Caracter Matters: How to Help Our Children Develop Good Judgment, Integrity, and Other Essential Virtues, Terj. Juma Abu Wamaungo & Jean Antunes Rudolf Zien,  Caracter Matters Persoalan Karakter Bagaimana Membantu Anak Mengembangkan Penilaian yang Baik, Integritas dan Kebajikan Penting Lainnya, Jakarta: Bumi Aksara, 2016,
Wan Mohd Wan Daud, the educational Philoshopy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas Terj, Hamid Fahmi dkk, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, Syed M., Bandung, MIzan, 2003











[1] Republika Online,  Guru Budi Sempat Ceritakan Pemukulan Dirinya, Jum’at 2 Pebruari 2018.
[2] Eko Widiatno dan Andrian Saputra, Republika, Koran, Simpati Mengalir Untuk Pak Guru Budi, Selasa, 6 Pebruari 2018, hal  1 kolom 5 dan hal. 9 kolom 5-6.
[3] Eko Widianto dan Andrian Saputra, Republika, Koran, , Simpati Mengalir Untuk Pak Guru Budi, Selasa, 6 Pebruari 2018, hal  1 kolom 5
[4] R Laeny Susilawati dan Reni Ridarineni, Republika Koran, Momentum Evaluasi Pendidikan, Selasa 6 Pebruari 2018, hal. 8 kolom 1-3.
[5] Syekh al-Zarnuji, Ta’lim Muta’alim,  Terj, Ahmad Sunarto, Etika Menuntut Ilmu, Bandung, Husaini, t.t, hal. 29.
[6] Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid 7, Jakarta Gema Insani Press, 2015, hlm. 373.
[7] Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter Bab I, pasal 1 ayat [1].
[8] Peraturan Presiden Republik Indonesia, Nomor 87 Tahun 2017, tentang Penguatan Pendidikan Karakter pasal 2..
[9] Thomas Lickona, Caracter Matters: How to Help Our Children Develop Good Judgment, Integrity, and Other Essential Virtues, Terj. Juma Abu Wamaungo & Jean Antunes Rudolf Zien,  Caracter Matters Persoalan Karakter Bagaimana Membantu Anak Mengembangkan Penilaian yang Baik, Integritas dan Kebajikan Penting Lainnya, Jakarta: Bumi Aksara, 2016, hlm. 12
[10] Wan Mohd Wan Daud, the educational Philoshopy and Practice of Syed Muhammad Nauib al-Attas Terj, Hamid Fahmi dkk, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, Syed M. Naquib al-Attas, Bandung, MIzan, 2003 hlm. 174.
[11] Al-Ghazali, Adab fi al-Din, Terj.  A.M.Basalamah, Adab Dalam Agama, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, hlm. 21.
[12] Adian Husaini,  Pendidikan Islam Memebentuk manusia Berkarakter dan Beradab, Jakarta, diterbitkan bersama Cakrawala Publishing dan Adabi Press, 2012, hlm. 61.
[13] Adian Husaini,  Pendidikan Islam….., hlm. 61-62.
[14] Ratna Megawangi, Semua Berakar pada Karakter, Isu-isu Permasalahan Bangsa, Jakarta, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007, hlm. 57.
[15] Wan Mohd Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam…, hlm. 198

Oleh Masykur H Mansyur (IAIN Syekh Nurjati Cirebon DPK Unsika Karawang).

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.