Pelajaran yang bisa dipetik dari Keluarga Nabi Syu'aib a.s


 




Pelajaran dari Keluarga Nabi Syu'aib
Oleh:: Masykur H.Mansyur

Negeri Madyan adalah tujuan pelarian yang dilakukan oleh Nabi Musa as, setelah lari dari Mesir menghindari pengejaran yang dilakukan oleh tentara Fir’aun. Negeri Madyan adalah negeri yang terletak di sebelah selatan dari negeri Syam (Syuriah sekarang) dan sebelah utara negeri Hejaz (Saudi Arabia sekarang). Sesampainya di negeri Madyan dijumpainya sebuah sumur atau telaga yang dikerumuni oleh manusia yang mengambil air untuk memberi minum binatang ternak mereka atau buat minum mereka sendiri. Tak jauh dari kerumunan orang-orang tersebut tampak dua orang gadis sedang berdiri menunggu hingga giliran kerumunan orang-orang bubar. Lalu Musa bertanya, apa kesulitan kalian berdua ini, lalu kedua anak gadis perempuan itu bercerta, kami tidak bisa mengambil air sampai mereka semua selesai mengambilnya, sementara ayah kami sudah sangat tua. Tanpa pikir panjang lagi Musa (mengangkat batu yang besar penutup sumur itu, Sangking besarnya batu tersebut membutuhkan 10 (sepuluh) orang laki-laki untuk memindahkan batu itu, – karena kalau sudah selesai mengambil air para penduduk menutup sumur tersebut), disuruhnya kedua perempuan itu meminumkan kambing-kambing itu semua sepuas-puasnya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. Dalam sebuah hadits, ….Nabi Musa mengangkat batu besar yang menutup sumur tersebut. Batu itu hanya dapat diangkat oleh 10 orang laki-laki. Musa memerikasa batu tersebut, lalu mengangkatnya dan memindahkannya. Kemudian diberi minumlah domba-domba (ternak-ternak) itu hingga kenyang. Hadits dari Abu Bakar bin Abi Syaibah yang meriwayatkan dari Umar bin Khatab.

Setelah selesai memberi minum ternaknya, lalu mereka berdua kembali ke rumahnya. Dan menceritakan kejadiannya bahwa ada seorang pemuda yang menolong mereka. Setelah mendengar informasi dari kedua anaknya, maka Nabi Syu’aib mengutus salah seorang dari kedua putrinya untuk mengundang Nabi Musa menemui ayahnya yaitu Nabi Syuaib as[1].
            Dalam al-Qur’an surat al-Qashshas 28: [25] disebutkan bahwa salah seorang dari kedua gadis yang disuruh oleh ayahnya untuk mengundang Nabi Musa itu berjalan dengan malu-malu.Tujuan mengundang Nabi Musa adalah untuk membalas kebaikan Nabi Musa.
فَجَآءَتۡهُ إِحۡدَىٰهُمَا تَمۡشِي عَلَى ٱسۡتِحۡيَآءٖ قَالَتۡ إِنَّ أَبِي يَدۡعُوكَ لِيَجۡزِيَكَ أَجۡرَ مَا سَقَيۡتَ لَنَاۚ فَلَمَّا جَآءَهُۥ وَقَصَّ عَلَيۡهِ ٱلۡقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفۡۖ نَجَوۡتَ مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ ٢٥
25. Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu´aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu´aib berkata: "Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu"[2]

Putri Nabi Syu’aib ini tidak termasuk tipe wanita salfa’ (gadis yang tidak terlalu berani pada laki-laki). Rasa malu gadis tersebut dibalas oleh Nabi Musa dengan penuh bijak dan sangat berwibawa agar ia berjalan di belakang Nabi Musa untuk menjaga pandangan dari bisikan hati dari hal-hal yang dihembuskan oleh setan dan hawa nafsu. Harga diri (muru’ah) seorang lelaki muslimlah yang telah mendorong Nabi Musa untuk menjaga hati dan juga ‘iffah (kesucian diri) gadis tersebut.

Atas usaha Nabi Musa, maka kedua gadis tersebut meminta kepada ayahnya (Nabi Syu’aib) agar mengambil Musa sebagai pekerja untuk menggambala ternak mereka. Alasannya Musa sangat kuat dan dapat dipercaya (jujur).
            Ternyata ayah sang gadis bermaksud menawarkan Nabi Musa untuk menikahi salah seorang dari putrinya. Tawaran itupun lalu kemudian diterima oleh Nabi Musa dengan penuh arif bijaksana, yaitu pengabdian selama 8 sampai 10 tahun sebagai mas kawin atau mahar dari pernikahan tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Qashshas 28: [27].
قَالَ إِنِّيٓ أُرِيدُ أَنۡ أُنكِحَكَ إِحۡدَى ٱبۡنَتَيَّ هَٰتَيۡنِ عَلَىٰٓ أَن تَأۡجُرَنِي ثَمَٰنِيَ حِجَجٖۖ فَإِنۡ أَتۡمَمۡتَ عَشۡرٗا فَمِنۡ عِندِكَۖ وَمَآ أُرِيدُ أَنۡ أَشُقَّ عَلَيۡكَۚ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ ٢٧
27. Berkatalah dia (Syu´aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik"[3]

Nabi Musa menerima tawaran pernikahan tersebut dan terjadilah aqad nikah, yakni ijab dan qabul sehingga beliau menjalani janjinya dengan baik dan disempurnakannya janji itu selama 10 (sepuluh) tahun.
Hamka mengatakan. Janji pembayaran mas kawin dengan cara bilangan tahun ini sungguh amat bijaksana sekali. Sebab Musa adalah seorang yang tengah melarikan diri ke Madyan. Kalau ia segera pulang ke Mesir jiwanya dalam bahaya. Kalau dia berdiam di Madyan sekian tahun, moga-moga ada perubahan-perubahan yang akan terjadi di Mesir dalam tahun-tahun yang dia lalui itu.[4].
Dari petikan kisah ini, ada beberapa pelajran berharga yang dapat kita petik untuk modal kehidupan yang makin kompleks dewasa ini.
Pertama; Nabi Syu’aib telah dapat mengambil keputusan yang berani dan bijaksana yaitu menikahkan seorang puterinya dengan pemuda asing yang tidak mempunyai apa-apa selain agama yang kuat. Faktor agama ini adalah faktor penentu bagi siapapun orang tua yang akan menikahkan anak-anaknya. Oleh karena itu faktor agamalah yang seharusnya menjadi pertimbangan pokok dalam mencarikan jodoh bagi anak-anak kaum muslimin.
Dalam sebuah hadits disebutkan  apabila datang kepadamu seorang pemuda yang kamu sukai maka nikakanlah ia dengan (putrimu), karena kalau tidak akan menimbulkan fitnah. Rasul bersabda: hadits dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam al-Turmudzi.



عن أبى هريرة قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيض  
 Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika seseorang melamar (anak perempuan dan kerabat) kalian, sedangkan kalian ridha agama dan akhlaknya (pelamar tersebut), maka nikahkanlah dia (dengan anak perempuan atau kerabat kalian). Jika tidak, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar (H.R.Abu  Isa al-Tirmidzi). [5]
Selain itu faktor yang menyebabkan Nabi Syu’aib menikahkan puterinya dengan Musa adalah karena bantuannya kepada  kedua putrinya mengambilkan air untuk binatang ternaknya, sebab hanya 10 orang yang kuat yang bisa membuka tutup sumur, ini menandakan bahwa Nabi Musa adalah seorang pekerja keras, dan loyalitas pengabdiannya yang ia jalankan selama 10 tahun.

Kedua; Zaman sekarang ini memang sudah agak jarang orang tua menjodohkan anak perempuannya dengan lelaki pilihan orang tua. Tapi bukanlah suatu yang ganjil ketika ada orang tua yang masih menjodohkan anak perempuannya kepada seorang pemuda yang ia kagumi pribadi dan agamanaya. Dalam sebuah riwayat dikisahkan. Ketika Hafshah binti Umar menjadi janda lantaran wafatnya Khunais bin Hudzafah As Sahmi -termasuk salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan ia wafat di Madinah-, Maka Umar bin Al Khaththab ra menawarkan puterinya Hafshah kepada Usman bin Affan. Usman mengatakan "Aku akan berfikir terlebih dahulu." Lalu aku pun menunggu beberapa malam, kemudian ia menemuiku dan berkata, "Aku telah mengambil keputusan, bahwa aku tidak akan menikah untuk hari-hari ini." Kemudian aku menemui Abubakar,"Jika kamu mau, maka aku akan menikahkanmu dengan Hafshah." Namun ia tidak memberi jawaban apa pun padaku. Maka aku menunggu selama beberapa malam, dan akhirnya ia pun dikhithbah oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka aku menikahkannya dengan beliau. Kemudian Abu Bakar menemuiku dan berkata, "Sepertinya kamu merasa kecewa saat menawarkan Hafshah padaku." Umar berkata; Aku berkata, "Ya." Abu Bakar berkata, "Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk menerima tawaranmu, kecuali bahwa aku tahu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menyebutnya. Dan aku tidak mau membuka rahasia Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan sekiranya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meninggalkannya, niscaya aku akan menerimanya." (BUKHARI - 4728) : [6]
Ketiga; Nabi Syu’aib berhasil mendidik puterinya dengan pendidikan yang baik sehingga menumbuhkan karakter yang baik pula. Hal ini tampak pada sifat malu yang ditunjukkan oleh putri Nabi Syuaib saat mengundang Nabi Musa. Dalam kata lain adalah seorang gadis yang pandai menjaga diri dari fitnah.
Keempat: Putri Nabi syuaib dikenal dengan gadis yang cerdas. Hal ini ditandai dengan memberikan saran yang tepat kepada ayahnya, Nabi Syu’ab, yaitu dengan memberikan upah kepada Nabi Musa. Ia berkata kepada ayahnya, “sesungguhnya orang yang terbaik yang akan mendapat upaha adalah laki-laki yang kuat dan dapat dipercaya”. Ini menjadi dasar bahwa dalam memilih tenaga kerja apapun profesinya adalah orang yang kuat dan mempunyai kemampuan yang memadai pada satu sisi dan orang yang dapat dipercaya pada sisi yang lain.


[1] Ada perbedaan pendapat dikalangan ulama ahli tafsir  tentang orang tua yang dimaksud adalah Nabi Syua’aib atau bukan. Imam Hasan al Bishri termasuk yang berpendapat bahwa orang tua tersebut adalah Nabi Syuaib. Demikian juga  Ibnu Abi Hatim meriwayatkan suatu riwayat dari Imam Malik bin Annas bahwa orang tua itu adalah Nabi Syu’aib. Ada juga yang berpendapat orang tua itu bukan Nabi Syu’aib melainkan anak dari saudara Nabi Syu’aib (kemenakan beliau). Ada juga ynag berpendapat bahwa orang tua itu salah seorang mukmin pengikut beliau. Baca : Hamka Tafsir al-Azhar  Jilid  6, Jakarta: Gema Insani Press, 2015,hlm. 593
[2] Departemen Agama  RI: Al-Qur’an dan Terjemahnya, Edisi Revisi tahun 2006, hlm. 547.
[3] Departemen Agama RI: ….. hlm, 547
[4] Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid 6, hlm. 595
[5] Lidwa Pustaka Kitab Hadits 9 Imam, hadits riwayat Imam Tirmidzi, hadits ke 1004.
[6] Lidwa Pustaka Kitab Hadits 9 Imam, hadits riwayat Imam Buchari, hadits ke 4728.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.