Bismillahirrahmanirrahim
Pada Acara Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) ke-72 Kamis, 9
Pebruari tahun 2017 yang digelar di Lapangan Polda Maluku, Ambon, Presiden Joko
Widodo yang hadir bersama Ibu Iriana Joko Widodo mengangkat tema hoax, berita
bohong, yang makin mengganggu di media sosial. Baik, Facebook, Twitter, Path,
Instagram, Youtube, yang makin digandrungi netizen muda di tanah air. Lebih lanjut
beliau mengatakan, inilah yang menjadi PR besar media mainstream. Karena itu,
Presiden Jokowi meminta masyarakat Indonesia Pers Indonesia beradaptasi untuk
memerangi hoax yang terus membanjiri medsos. Mereka juga bisa mengancam media
mainstream atau media utama. Presiden menyadari, informasi hoax itu sudah
semakin meresahkan, karena menyesatkan publik. Menurutnya, media mainstream
harus mampu beradaptasi. Pasalnya, mereka yang tidak mampu beradaptasi memiliki
kecenderungan akan berguguran. Ia mengatakan, media arus utama (mainstream)
harus bisa meluruskan pemberitaan yang 'bengkok Seperti diketahui, menurut
beliau, digitalisasi proses komunikasi membuat semua orang bisa menjadi
produsen berita. Semuanya bisa memberitakan apa yang dilihat, dialami. Hal ini
terjadi di media sosial (medsos).
Kata “Hoax” seringkali kita dengar belakangan ini baik melalui
internet, televisi maupun dari
media sosial lainnya. Hoax baca howks, berarti olok-olok (an), cerita bohong,
memperdayakan.
Menurut Wikipedia Hoax adalah Pemberitaan palsu (bahasa
Inggeris: hoax) adalah informasi yang sesungguhnya
tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya.
Jadi dapat dikatakan bahwa hoax adalah kebohongan yang dilakukan oleh
seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan secara terencana untuk mengecoh
dan menipu orang lain. Bisa menjadi fatal jika berita hoax ini membuat orang
lain celaka. Celakanya lagi akan semakin parah apabila hoax menciptak konflik
dan perpecahan di kalangan masyarakat.
Mungkin di antara sebagian orang masih ingat dengan Adolf Hitler, dia adalah
pemimpin partai Nazi di Jerman. Menurut Komaruddin Hidayat (Kompas 8 Januari
2019, Hoaks dan Agama) Pencipta hoaks yang legendaris adalah Adolf Hitler,
pemimpin partai Nazi Jerman. Pada 1939, melalui radio Nasional, Hitler
berpidato bahwa tentara Jerman diserang oleh tentara Polandia pada pukul 05.45
waktu setempat dan Hitler berjanji untuk membalasnya. Akhirnya terungkap bahwa
berita itu adalah hoaks yang sengaja diciptakan sebagai dalih ambisi dan nafsu
Hitler untuk menyerang Polandia.
Dalam Islam-pun
pernah terjadi berita bohong atau berita palsu. Al-Qur’an menginformasikan
seandainya ada berita maka hendaklah tabayun. Al-Qur’an surat al-Hujurat 49 [ 6
] Allah berfirman
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٖ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن
تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَٰلَةٖ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَٰدِمِينَ
٦
6. Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
Menurut riwayat
Said yang diterimanya dari Qatadah bahwa pada suatu hari Nabi saw. mengutus
al-Walid bin Uqbah untuk memungut sedekah (zakat) kepada Bani Musthaliq, yang
telah mengaku tunduk kepada Nabi dan telah memeluk agama Islam. Sesampai
al-Walid di negeri Bani Musthaliq itu maka maksudnya memungut zakat itu tidaklah
berhasil dengan baik. Lalu al-Walid segera pulang ke Madinah dan melaporkan
kepada Nabi saw. bahwa Bani Musthaliq itu telah murtad dari Islam. Lalu
Rasusullah saw. mengutus Khalid bin
al-Walid bersama seperangkatan tentara datang ke negeri itu. Tetapi kedatangan
itu janganlah menghebohkan dan disuruh beliau menyelidiki terlebih dahulu
dengan saksama dan teliti dan jangan terburu-buru mengambil sikap keras. Khalid
langsung melaksanakan perintah itu dan dia datang ke tempat itu pada malam
hari, sehingga tidak ada orang yang tahu. Setelah itu dikirimnyalah beberapa
orang spion masuk ke dalam kampung itu untuk menyelidiki lebih mendalam dan
lebih dekat. Setelah beberapa lamanya, spion-spion itupun datang membawa
laporan bahwa penduduk kampung Bani Musthaliq itu menjalankan agama Islam
dengan baik, kedengaran adzan dan shalat berjama’ah pada waktunya. Setelah itu
spion itupun datang kembali kepada Khalid membawa laporan, berita bahwa
orang-orang itu murtad adalah berita bohong belaka. Jelas sekali bahwa mereka
tetap dalam Islam. Khalid-pun segera melaporkan segala hasil penyelidikannya
itu kepada Nabi. Maka turunlah ayat ini, memberi ingat bahwa jika datang orang
fasik membawa berita hendaklah selidiki lebih dahulu dengan saksama, jangan
sampai suatu kaum menderita suatu malapetaka dengan tidak semena-mena, padahal
bukan kesalahannya. Kalau hal ini kejadian, tentulah kamu juga akan menyesal,
Nabi sandiri sampai berkata,
التَأَنِّي
مِنَ اللَّهِ وَالعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ
Menyelidiki dengan tenang adalah dari Allah dan
tergopoh-gopoh adalah dari setan.
Demikian
Prof. Hamka menuturkan tentang asbabun nuzul dari ayat 6 surat al-Hujurat [ 49
].
Dalam salah
satu hadits Nabi pernah dikatakan bahwa fitnah itu lebih keji dan lebih
berbahaya dari pembunuhan. Perbuatan pembunuhan itu merupakan suatu dosa (sin)
dan sekaligus merupakan kejahatan sosial (crime). Pada kasus dan konteks
tertentu, fitnah bisa saja salah satunya berupa hoax, korbannya jauh lebih
besar terhadap pembunuhan seseorang. Dalam pembunuhan lebih mudah dipersempit
pelaku dan korbannya. Namun hoax yang sengaja dibesarkan untuk menipu massa
korbannya juga bisa massif.
Yang
dikhawatirkan adalah kebohongan yang menimbulkan keresahan dan perpecahan di
kalangan masyarakat. Prof. Mahfud MD dalam acara Dialog bersama Pimpinan Pusat
(PP) Muhammadiyah dengan Gerakkan Suluh Kebangsaan, pada Kamis, 10/1/2019 di Gedung
Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, mengatakan keresahan seperti itu muncul
karena banyak kebohongan dalam dunia politik, di dunia politik kebohongan
menyangkut soal agama, kemiskinan, kebijakan pemerintah dan macam-macam. Lebih lanjut
beliau mengatakan, jika yang dikemukakan orang-orang adalah fakta, tidak
masalah. Namun jika yang dikemukakan adalah kebohongan atau hoaks dalam bentuk
pemalsuan berita, harus dilawan, termasuk praktik pengadaan atau peniadaan
berita dari fakta sebenarnya juga harus dilawan.
Membuat berita bohong, sangat berbahaya dampaknya. Beliau memberikan
contoh runtuhnya Mesir, Libya, Tunisia
dan sejumlah Negara lainnya berawal dari berita hoaks.
Beliau menambahkan bahwa untuk mencegah berita hoaks, semua pihak
harus mengkampanyekan anti hoaks. Harapannya hoaks tidak terjadi lagi. Tapi kalau
(hoaks) sudah terjadi, cara mengatasinya melalui tindakan represif, tangkap
orangnya (yang menyebarkan hoaks), dihukum sesuai bunyi Undang-undang. Kalau ada
elit politik ikut menyebarkan (hoaks), elitnya di tangkap juga.
Terkait dengan
situasi sekarang ini apalagi menjelang pemilu berita-berita hoax berseliweran
diberbagai media sosial. Kita sebagai masyarakat awam tentu tidak tahu siapa
yang memproduksi dari hoax tersebut. Apa tujuan disebarkannya berita hoax
tersebut, produsen hoax itu sendiri dari kubu yang mana, kita pun tidak tahu,
apakah mereka juga mempunyai aktivitas di politik atau sekedar mencari uang
berdasarkan pesanan, lagi-lagi rakyat tidak tahu, dan lain sebagainya. Jadi
pihak yang memanipulasi informasi bisa jadi siapa saja, baik itu dari peserta
Pemilu ataupun masyarkat awam yang ingin menimbulkan kegaduhan dan kekacauan.
Komaruddin
Hidayat, dosen pada Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah menulis di koran
Kompas pada Selasa tanggal 8 Januari 2019 pada halaman 6 Opini dengan judul
Hoaks dan Agama, mengatakan “saya sendiri pernah mendengar cerita, para pegiat
dan kreator hoaks itu sesungguhnya bersahabat, tetapi mereka bekerja untuk bos yang
berbeda. Mereka sengaja menciptakan peperangan fiktif lewat media sosial semata
untuk menaikkan pemasukkan uang dan mencari kepuasan pribadi ketika
produk-produk kebohongannya itu dilahap masyarakat serta menjadi topik bahasan dalam media televisi”.
Benar saja,
ternyata berita hoax menjadi tranding topik dan bahasan di media massa. Berita
hoax yang paling baru adalah kasus hoax atau informasi bohong terkait 7 (tujuh)
kontainer berisi surat suara Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang telah
dicoblos. Berita tentang kasusu ini terus menggelinding dan viral di media
sosial. Kasus ini terus menyedot perhatian publik sejak Rabu, tanggal 2 Januari
2019 yang lalu.
Pertanyaannya
adalah bagaimana sikap kita dalam menyikapi adanya berita bohong (hoax)
tersebut? Hemat penulis ada beberapa cara untuk mengantisipsi adanya berita
hoax, yaitu;
1.
Sebagaimana
ayat surat al-Hujurat 49 [6] di atas yaitu kita diperintahkan untuk memeriksa
dan meneliti kebenaran dari suatu berita. Oleh sebab itu dihimbau kepada semua
pihak untuk tidak mudah terpancing secara emosional yang berlebihan apabila
muncul informasi-informasi yang tidak jelas sumber dan kebenarannya.
2.
Sebagai
bagian dari anggota masyarakat yang cenderung menggunakan media sebagai sarana
menyampaikan informasi untuk tidak gampang melakukan pesan berantai (broadcast)
terhadap informasi yang belum jelas kebenarnnya.
3.
Hendaknya
kita sebagai anggota masyarakat berprilaku bijak di media sosial. Sehingga
media sosial dapat digunakan untuk hal-hal positif/maslahat, bukan untuk
hal-hal yang negatif/mafsadat.
4.
mengikuti
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan
Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial.
Di
antara isi fatwa MUI dalam ketentuan hukum disebutkan
a.
Dalam
bermuamalah dengan sesama, baik dalam kehidupan riil maupun kehidupan sosial,
setiap muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (Mu’asyarah
bil ma’ruf), persaudaraan (ukhuwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq)
serta mengajak kepada kebaikan (al-amr bi al-ma’ruf), dan mncegah
kemungkaran (al-nahyu ‘an al-munkar)
b.
Setiap
muslim yang bermuamalah melalui media sosial wajib memperhatikan hal-hal
sebagai berikut;
1)
Senantiasa
meningkatkan keimanan dan ketakwaan tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan.
2)
Mempererat
ukhuwah (persaudaraan) baik ukhuwah Islamiyah (persaudaraan
ke-Islaman), ukhuwah wathoniyah (persaudaraan ke-bangsaan), maupun ukhuwah
insaniyah (persaudaraan ke-manusiaan)
3)
Memperkokoh
kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antar umat
beragama dengan pemerintah.
c.
Setiap
muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk
1)
Melakukan
ghibah, fitnah namimah dan penyebaran permusuhan.
2)
Melakukan
bullying ujaran kebencian dan permusuhan atas dasar suku,agama, rasa
atau antar golongan.
3)
Menyebarkan
hoax, serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti
tentang kematian orang yang masih hidup.
4)
Menyebarkan
materi pornografi, kemaksiatan dan segala hal yang terlarang secara syar’i.
5)
Menyebarkan
konten yang benar tapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.
Kemudian
agar terhindar dari informasi hoax, sebagai umat Islam hendaknya berprilaku
jujur. Banyak kisah yang menjelaskan tentang bagaimana berprilaku jujur
tersebut. Berikut ini salah satu kisah prilaku jujur seperti yang diperankan
oleh Nuh bin Maryam dan seorang budak yang bernama Mubarok.
Di
Kota al-Marwa, hiduplah seorang yang bernama Nuh bin Maryam, ia seorang kepala
Negara dan sekaligus Jaksa Agung di kota tersebut. Kecuali itu dia juga seorang
yang kaya harta dan memiliki budak sebagai pesuruhnya.
Suatu
ketika ia berkata kepada budaknya, wahai Mubarak !, jagalah kebun anggurku,
peliharalah, siramilah sampai waktunya panen tiba. Selanjutnya Mubarakpun
tinggal dikebun anggur milik sang majikan dan memeliharanya.
Setelah beberapa bulan
kemudian, sng majikan datang ke kebunnya dan memanggil budaknya yang bernama
Mubarak, ambilkan aku setangkai anggur kata Nuh bin Maryam kepada Mubarak, aku
ingin sekali mencicipi anggur hasil pemeliharaanmu. Seketika itu Mubarak
bergegas memetik setangkai anggur dan memberikan anggur tesebut kepada tuannya.
Namun apa yang terjadi ?, setelah tuannya memakan sebutir anggur tersebut iapun
membuangnya sambil berkata. Ini asam Mubarak ?, dengan nada kecewa sang majikan
kembali memerintahkan sang budak itu sambil berkata carikan anggur yang manis.
Mubarak-pun kembali memetik anggur dan memberikannya kepada tuannya. Ini juga
asam, carikan yang manis ! kata-kata itu kembali keluar dari mulut sang
majikan. Mubarak-pun kembali mengambil anggur untuk yang ke tiga kalinya,
ternyata masih asam juga, tampak wajah sang majikan kecewa berat setelah
memakannya, ini asam Mubarak !.
Akhirnya majikannya marah sambil berkata, apakah engkau tidak bisa
membedakan mana anggur yang manis dan asam ?. lalu Mubarak berkata “wahai
tuanku, aku tidak dapat membedakannya tuan, sebab, aku tak pernah mencicipinya”.
Mendengar jawabannya itu, alangkah herannya sang majikan dan berkata, “engkau
tidak pernah mencicipinya ?, pada hal kau sudah sekian lama aku tugaskan
menjaga kebun ini”, ya tuan jawab Mubarak, Engkau menugaskan aku untuk
menjaganya, bukan untuk mencicipinya, karenanya aku tidak berani mencicipinya
walaupun satu buah kembali Mubarak menjawab.
Nuh bin Maryam akhirnya tida jadi marah. Persoalan tidak
mendapatkan anggur yang manis hilang begitu saja dari ingatannya. Ia berdiam
sejenak dan merenung dengan penuh kekaguman atas sikap dan kejujuran sang
penjaga kebunnya. Belum pernah ia mendapat seseorang yang lebih jujur dan
memegang amanah melebihi budak di hadapannya ini. Akhirnya Mubarak dimerdekakan
dan diberikan harta yang berkecukupan untuk bekal kehidupannya.
Dari kisah ini,
kita dapat melihat bagaimana kejujuran dalam diri Mubarak yang di balut dengan spirit keimanan
dan ketaqwaan. Komitmen dalam mengemban amanah yang diberikan oleh majikannya,
ia jaga dengan penuh sikap totalitas dan tanggung jawab yang tinggi didasarkan
karena ketaatan kepada Allah SWT, bukan karena pamrih, pencitraan dan pujian
dari manusia.
Terkait dengan
sikap dan prilaku jujur ini Rasulullah saw bersabda
عَنْ عَبْدُ اللَّهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّي اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى
إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ
يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ
وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى
إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ
عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا ( رواه مسلم)
“Hendaklah
kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan
pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika
seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan
dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari
berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan
kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan
berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.”
Dengan demikian, perilaku sosial
seorang mukmin sudah sewajarnya dapat memperkuat tekad untuk selalu berubah
pada peruahan yang lebih baik dan selalu bersikap jujur dalam mengemban setiap
amanah yang diterimanya, terlebih dalam kondisi bangsa yang sedang mengalami
krisis ketidak jujuran, seperti mewabahnya kasus korupsi dan penyebaran berita
bohong. Dengan kejujuran, sejatinya upaya membangun bangsa dan Negara akan
lebih mudah untuk menggapai kebenaran, kemuliaan, kemaslahatan dan keberkahan
dari Allah SWT.
Seraya berharap
dan bermohon kepada Allah SWT, semoga di zaman media sosial ini jangan sampai
umat Islam juga menjadi bagian dari penyebar berita hoax. Karena
dimaklumi, terkadang masyarakat kita masih
banyak yang terbawa emosi ketika mendapatkan berita, sehingga disebarkan tanpa
dipikirkan terlebih dahulu.
Wallahu a’lam
bi al-shawaab
Alhamdulillah cocok dengan berita sekarang....
BalasHapus