Salam,
hamdalah, shalawat, taqwa,
Imam al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin mengatakan tawakal adalah
menyandarkan diri kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar
kepada-Nya dalam kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa
dan hati yang tenang.
Artinya tawakal merupakan manifestasi dari keyakinan dalam hati
yang memberikan motivasi kepada manusia dengan kuat untuk menggantungkan
harapan kepada Allah SWT dan menjadi tolok ukur tingkat keimanan seseorang
kepada Allah SWT. dengan kata lain di samping Islam mendidik umatnya berikhtiar
dulu untuk kemudian berusaha. Hanya semata-mata tergantung kepada Allah itulah
tawakal yang sesungguhnya. Dalam hal ini setiap muslim menyerahkan iman dan
keyakinannya kepada Allah dalam semua urusan, maka pada suatu saat nanti mereka
akan menemukan keajaiban tawakal. Hanya kepada Allah orang mukmin bertawakal.
Dalam surat Ali
Imran [122]
إِذۡ
هَمَّت طَّآئِفَتَانِ مِنكُمۡ أَن تَفۡشَلَا وَٱللَّهُ وَلِيُّهُمَاۗ وَعَلَى ٱللَّهِ
فَلۡيَتَوَكَّلِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ١٢٢
Artinya
ketika dua golongan dari padamu ingin (mundur) karena takut, padahal Allah
adalah penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu hendaklah kepada Allah saja
orang-orang mukmin bertawakkal
Penekanan dari tawakal bukan berarti tinggal diam,
tanpa kerja dan usaha, bukan menyerahkan semata-mata kepada keadaan dan nasib
dengan sekedar berpangku tangan duduk manis dan menanti apa-apa yang akan
terjadi. Bukan merupakan maksud dari tawakkal yang diajarkan oleh al-Qur’an
kalau demikian kedaannya, melainkan bekerja keras dan berjuang untuk mencapai
suatu tujuan. Kemudian baru menyerahkan diri kepada Allah supaya tujuan itu
tercapai berkat, rahmat dan dan inayah-Nya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda dari Ja’far bin
Umar ia berkata telah datang seorang laki-laki yang mengendarai unta, kepada
Rasulullah ia berkata “Wahai Rasulullah apakah aku membiarkan unta ini dan
bertawakal kepada Allah” ? atau melepaskan lalu bertawakal kepada Allah ?.
Rasul menjawab tambatlah unta itu lalu bertawakallah. H.R. Ibnu Hibban
عن
جعفر بن عمرو بن أمية عن أبيه قال: قال رجل للنبي صلى الله عليه وسلم أرسل ناقتي
وأتوكل قال: "اعقلها
وتوكل"
Imlementasi dari hadits ini adalah sekiranya
kita perhatikan hadits tersebut, maka jelas bahwa Rasulullah SAW memerintahkan
agar seseorang berusaha atau berikhtiar terlebih dahulu baru kemudian
bertawakal. Artinya, manusia tidak boleh berdiam diri, berpangku tangan, berenak-enakan,
atau bermalas-malasan, sementara urusannya diserahkan begitu saja kepada Allah
SWT. hal ini diperkuat dalam firman Allah pada surat Ali Imran [159]
Allah berfirman dalam surat Ali Imra [159]
فَبِمَا
رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ
مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ
فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ
١٥٩
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya
Hikmah Tawakal
Pertama, orang yang bertawakal kepada Allah akan mendapat perlindungan,
pertolongan dan bahkan anugerah dari Allah SWT sebagaimana ditegaskan di dalam
Surah Al-Anfal, ayat 49, yang berbunyi:
وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ
فَإِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٞ ٤٩
"Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana"
Orang-orang
yang senantiasa bertawakal kepada Allah dalam setiap urusannya, Allah akan
menunjukkan bukti keperkasaan dan kebijaksanaan-Nya. Tentu kita ingat bagaimana
ketika Rasulullah hendak dibunuh dengan diacungi sebilah pedang terhusnus oleh
seorang kafir Quraisy bernama Suraqah bin Malik.
Kisah
ini diceritakan oleh Dr. Syekh Abdul Fattah Abu Guddah, dalam ta’liq atas kitab
Risalah al-Mustarsyidin, bahwa ada seorang tabi’in Abu Mu’allaq beliau menyewa
kuda dengan kusirnya, tiba-tiba kusirnya melewati daerah yang banyak tulang
belulang dan tengkorak manusia, dan berhenti di situ. Saat itu dia langsung
ingin membunuh Abu Mu’allaq. Abu Mu’allaq bilang bahwa dia akan menyerahkan
selruh hartanya, tapi biarkan dia pergi bebas, tapi sang kusir tetap bersi
keras akan membunuhnya. Ia berkata; hartamu adalah hartaku dan aku tetap akan
membunuhmu, Abu Mu’allaq hanya ingin minta supaya dibolehkan shalat empat
rakaat sebelum dibunuh, dan ia dibolehkan shalat, dan akhirnya shalatlah Abu
Mu’allaq dan di akhir sujudnya beliau berdo’a
يَاوَدُوْدُ يَاذَالْعَرْشِ
الْمَجِيْدِ يَافَعَّالُ لِمَا يُرِيْدُ أَسْأَلُكَ بِعِزَّتِكَ الَّتِي
لاَتُرَامُ وَبِمُلْكِكَ الَّذِيْ
لاَ يُضَامُّ وَبِنُوْرِكَ الَّذِيْ
مَلَأَ أَرْكاَنَ عَرْشِكَ أَنْ تَرْحَمَنِيْ
“Wahai Dzat Maha Pengasih, wahai Dzat yang
memiliki Arsy yang mulia, wahai Dzat yang melakukan apa yang dikehendaki, aku
mohon kepada-Mu dengan izzah-Mu yang tidak basa dicapai oleh siapapun,
kerajaanMu yang tidak Bisa digeser, dan cahaya-Mu yang memenuhi pojok Arsy-Mu
hendaklah Engkau merahmatiku.”
Benar saja, di akhir shalat beliau datanglah seorang penunggang
kuda yang lengkap dengan senjatanya, dan langsung membunuh pemilik kendaraan,
lalu Abu Mu’allaq bertanya kepada sang penunggang kuda tadi, “siapa engkau hari
ini aku diselamatkan Allah denganmu “ ia menjawab, “saya malaikat penjaga
langit keempat, langit bergetar dengan do’amu maka minta idzin kepada Allah
untuk menolongmu, dan siapa yang berdo’a dengan do’a ini, akan ditolong oleh
Allah SWT’.
Kedua,
orang yang sabar dan bertawakal kepada Allah SWT akan mendapatkan kebaikan di
dunia dan di akhirat sebagaimana ditegaskan dalam Surah An-Nahl, ayat 41
ٱلَّذِينَ
صَبَرُواْ وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ ٤٢
42. (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada
Tuhan saja mereka bertawakkal
Orang-orang
yang selalu bertawakal kepada Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupannya, akan
selalu mendapat balasan dari Allah SWT, tidak hanya balasan kebaikan di dunia
tetapi terlebih balasan di akhirat nanti.
Mereka adalah (orang-orang yang sabar) di dalam menghadapi
penganiayaan kaum musyrikin dan berhijrah demi untuk memenangkan agama Islam
(dan hanya kepada Rabb saja mereka bertawakal) maka Allah pasti memberi mereka
rezeki dari jalan yang tiada mereka perhitungkan sebelumnya. Yaitu dari arah
yang tiada disangka-sangkanya.
Ketiga, orang yang bertawakal
hidupnya akan dicukupkan oleh Allah SWT sebagaimana ditegaskan dalam Surah
Ath-Thlaaq, ayat 3:
وَمَن
يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ
Dan
barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya.
Ayat
tersebut merupakan jaminan dari Allah SWT bahwa orang-orang yang hatinya
senantiasa bertawakal kepada-Nya, akan dicukupi seluruh keperluan hidupnya,
baik secara material maupun spiritual. Orang-orang yang hidupnya dicukupi oleh
Allah SWT tidak mungkin mengalami kekurangan meskipun bisa saja orang itu orang
sederhana dan bukan orang kaya. Demikian pula, orang-orang kaya yang hatinya
selalu bertawakal kepada Allah tidak akan mengalami kekhawatiran akan bangkrut
sebab Allah akan selalu mencukupinya.
Al-Qur’an
surat al-Syura 27
وَلَوۡ
بَسَطَ ٱللَّهُ ٱلرِّزۡقَ لِعِبَادِهِۦ لَبَغَوۡاْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن
يُنَزِّلُ بِقَدَرٖ مَّا يَشَآءُۚ إِنَّهُۥ بِعِبَادِهِۦ خَبِيرُۢ بَصِيرٞ ٢٧
27. Dan jikalau
Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui
batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan
ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha
Melihat.
Jalaluddin
al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuti menafsirkan ayat tersebut ialah (Dan jika
Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya) semuanya (tentulah mereka akan
melampaui batas) semuanya akan melampaui batas, tentulah mereka akan berlaku
sewenang-wenang (di muka bumi, tetapi Allah menurunkan) dapat dibaca Yunazzilu
atau Yunzilu, yakni menurunkan rezeki-Nya (apa yang dikehendaki-Nya dengan
ukuran) maka Dia melapangkan rezeki itu kepada sebagian hamba-hamba-Nya,
sedangkan yang lainnya tidak, dan timbulnya sikap melampaui batas ini dari
melimpahnya rezeki. (Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui keadaan hamba-hambanya
lagi Maha Melihat). Wallahu a’lam bi al-shawaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar